"Tidak! aku tidak ingin berpisah denganmu mas, apa kamu lupa keluargamu berhutang budi banyak kepada keluarga. Apa kau ingin melanggar janjimu pada mendiang ayahku?" Renata mengingatkan Daren, bahkan wanita itu tersenyum getir tak terima. Daren terdiam sejenak, memang benar jika keluarganya sudah mempunyai kesepakatan bersama untuk menikahkan mereka. Tapi sebagai seorang pria, tentu saja dia memiliki hak untuk menentukan dan mengejar kebahagiaan dirinya sendiri. "Aku masih ingat Renata, berapa kali kau akan mengingatkan hal itu. Berapa pun harga yang kamu mau untuk aku mengganti rugi pada keluargamu katakan saja, aku akan memberikan sebuah kompensasi dalam perceraian kita,' Tegas Daren dengan penuh keyakinan. Semakin Daren menginginkan perceraian, membuat Renata malah semakin enggan untuk mengabulkannya. "Jangan bermimpi kamu mas, aku tidak akan bercerai denganmu," Renata mengeram dengan raut wajah yang muram, seraya menggertakkan gigi. Daren yang begitu mencemaskan Anna, t
Beberapa hari kemudian, di sebuah rumah sakit. Anna yang masih terbaring lemah di atas brankar perlahan mulai membuka kedua pelupuk matanya. "Aku ada di mana?" Daren yang dari kemarin menunggu Anna dengan setia, membuat lelaki tampan itu terbangun dari tidurnya saat mendengar suara lembut wanita yang sangat dia cintai. "Anna! kamu sudah sadar syukurlah," Daren merasa lega. Karena untung saja kemarin dia datang tidak terlambat dan segera menghentikan aksi gila Renata. Melihat Daren yang ada di depannya, Anna tercengang karena bagaimana bisa pria yang sengaja dia hindari malah sekarang ada di depan mata. "Tuan Daren! kau kenapa ada di sini? aku mohon jangan pernah ganggu hidupku lagi karena bagaimana pun juga anda sudah punya istri, dan tolong jaga perasaannya." Anna mengingatkan Daren, bahkan dia juga meminta agar tidak menganggu dirinya lagi. Tentu saja Daren yang sudah tidak bisa lagi membohongi perasaannya, lelaki itu memberanikan diri untuk bertanya tentang janin yang a
Renata sangat kesal, setelah turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah. Berharap ibunya bisa membantu untuk menyelesaikan masalah hari ini. Bi Laksmi yang baru saja keluar dari kamar majikannya, wanita paruh baya itu terlihat senang dan begitu antusias saat melihat Renata yang baru saja kembali ke sana. "Nona muda ternyata Nona kemari juga, kenapa tidak memberitahu bibi mungkin bibi bisa siapin dulu beberapa makanan kesukaan nona," ujar bi Laksmi yang begitu senang. Tapi berbeda dengan Renata, dia remeh kepala pelayan kepercayaan imenatapbunya. bahkan Renata tidak suka dan tidak ingin ber tegur sapa dengan BI Laksmi. "Hey, kamu ini adalah seorang pelayan. Jadi jangan sampai lupa diri dan bertanya sesuka hati pada majikanmu," maki Renata yang begitu marah besar. Laksmi tertegun, baru kali ini dia mendengar kata-kata kasar yang terlontar dari bibir putri kandungnya, ingin rasanya Laksmi mengakui kenyataan yang ada. Tapi demi Renata yang ingin menjadi pewaris keluarga
Belum sempat Renata menjawab pertanyaan sang ibu, terdengar suara teriakan seorang pria di bawah lantai yang terus memanggil. "Renata! cepat turun!" Kedua bola mata Renata dan nyonya Hanum membeliak, saat mendengar suara pria yang sangat familiar. Apa lagi wajah Renata seketika memucat. "Ibu, itu sepertinya mas Daren, bantu aku Bu untuk membujuk dia agar tidak marah lagi pada ku," Renata menatap nanar sang ibu dengan rona wajah yang memelas. Nyonya Hanum menatap jengah, saat mendengar permintaan Renata, meskipun bukan putri kandungnya tapi dia tidak tega melihat kesedihan yang terpancar di wajah putri angkatnya. "Renata tenanglah kita temui suamimu sekarang ," Nyonya Hanum memegang erat tangan Renata. Renata hanya mengangguk patuh dan setuju dengan perkataan sang ibu, bahkan ia seperti mempunyai sebuah dukungan untuk membela diri. "Renata cepat turun!" teriak Daren untuk yang kedua kalinya. Nyonya Hanum mengerutkan kedua alis, ketika melihat sikap Daren yang membuat
Beberapa hari kemudian, nyonya Hanum masih terbaring lemah di ruang rawat. Renata yang masih berjalan mondar-mandir terlihat sangat gelisah dengan beberapa pikiran negatif yang merongrong. "Mas! Daren, sekarang apakah kamu sudah melihat semua kejadian ini? puas sekarang sudah membuat ibuku kambuh lagi penyakitnya?" sindir Renata dengan nada meremehkan. Daren beranjak dari kursi tunggu, dan menatap tajam sang istri. "Renata jaga ucapanmu aku adalah menantunya, bagaimana bisa aku mencelakai ibu, jangan bicara sembarangan." "Lalu apa yang kamu lakukan tadi mas, kamu datang memangil dan memaki aku di depan ibu? aku benar-benar tidak habis pikir mas bisa-bisanya kamu lebih membela wanita luar di bandingkan aku istrimu sendiri." Renata menangis, dia sengaja ingin membuat Daren merasa bersalah. Dan melupakan semua yang telah terjadi tadi. Ketika keduanya tengah berdebat, tiba-tiba saja seorang Dokter keluar dari ruangan. Renata segera menghampiri dan mencecar pria berjas putih itu
Tepat jam satu dini hari, Daren sengaja pulang ke rumah lebih dulu untuk beristirahat sejenak sebelum nanti pagi berangkat ke kantor. Baru saja lelaki tampan itu berjalan menaiki tangga. Tiba-tiba saja seorang pria paruh baya memanggil dan menghampirinya, dengan sorot mata tajam dan raut wajahnya yang muram. "Daren! Berhenti kamu!" bentak tuan Wijaya dengan nada bariton yang menggema di ruangan tamu. Langkah Daren terhenti saat mendengar, suara sang ayah yang berada tepat di belakangnya. "Ayah! Kapan ayah pulang? kenapa tidak mengabari aku setidaknya aku akan menjemputmu?" Daren terlihat senang saat ayahnya mempunyai waktu untuk pulang. Tuan Wijaya sangat kesal, tanpa ragu lagi dia mencecar beberapa pertanyaan pada putra semata wayangnya itu. "Daren! sejak kapan kamu berani membangkang perintah keluargamu!" bentak Wijaya menatap tajam dengan penuh penekanan. Wajah Daren memucat dia tahu benar, jika kepulangan sang ayah pasti ada niat sesuatu yang di tujukan padanya.
Keesokan harinya, tuan Wijaya mencari Anna setelah mendapatkan alamat tempat tinggalnya dari orang-orangnya. Dengan emosi yang sudah membuncah pria paruh baya itu sudah geram karena melihat sikap keras kepala putra semata wayangnya. Baru saja Wijaya akan memasuki mobil, Daren yang baru saja tahu dengan rencana sang ayah yang akan menemui Anna. Membuat dia segera menghentikan. "Ayah tunggu!" panggil Daren. Langkah Wijaya seketika terhenti, saat mendengar suara putranya. Yang berada tepat di belakang. "Kau! dasar anak tak berbakti sekarang pilihan masih ada di tanganmu. Mau kau sendiri yang memutuskan hubungan dengan wanita di luaran sana itu atau aku yang harus menemuinya!" ancam Wijaya dengan mode wajah serius. Daren yang sudah mengambil keputusan yang matang, dengan tegasnya ia mengatakan kenyataan yang selama ini telah dia sembunyikan dari ayah dan ibunya. "Ayah! jangan pernah menyentuh Anna. Dia adalah wanita yang aku cintai melebihi apa pun, karena dia aku bisa mera
Hari beranjak sore, Anna sengaja berjalan-jalan di sekitaran taman belakang rumah sakit. Setelah ia berada di rumah sakit beberapa hari ini. Karena hampir saja janin terancam beruntung Daren waktu itu datang di waktu yang tepat. "Udaranya sangat segar sekali ya Bu, maaf jika Anna repotin ibu," sesal Anna sembari mengelus perutnya yang perlahan mulai membesar mengingat usia kandungannya yang masih muda. Bu Ratih menepis semua perkataan Anna, lalu mencoba untuk mengingatkan. "Tidak Anna, jangan bicara seperti itu, karena bagaimana pun juga kamu adalah putri kesayangan ibu, ya ampun itu lupa tidak membawa selimut mu, tunggu di sini nanti ibu kembali," peringat Bu Ratih yang tidak ingin jika sampai Anna sampai masuk angin. Anna mengangguk patuh dan menuruti semua permintaan sang ibu, sambil menatap langit dengan wajah yang mendongak. Rasanya bus menghirup udara segar membuat hatinya sedikit lebih lebar dan tenang, apa lagi beberapa hari kemarin sempat trus di tekan Renata. Anna
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem