Daren berjalan dengan langkah lebarnya, baru saja dia ingin menyusul Anna, namun seorang satpam yang bertugas di perusahaannya menghampiri dan memberitahukan. "Tuan, apa anda mencari cari nona Anna?" tanya pak satpam memastikan. "Kau benar, di mana dia sekarang?" jawab Daren yang berbalik tanya dengan nada ketus dan sikap dinginnya. Dengan nada yang terbata pria berseragam hitam putih itu pun mengatakan jika Anna sudah pergi dengan terburu-buru tanpa ingin menunggu lama persetujuan dari surat pengunduran dirinya. Sontak darah Daren semakin mendidih, saat mendengar perkataan karyawannya itu. Tanpa membuang waktu lagi lelaki berparas tampan itu pun segera meraih kunci mobil yang ada di tangan asistennya. "Tuan anda mau kemana?" Tanya Hans yang ikut cemas. Saat sang bos berjalan terburu-buru masuk ke dalam mobil. Namun sayang baru saja Daren menyalakan mesin mobil. Nyonya Hilda dan Renata yang baru saja sampai di perusahaan, segera menghampiri dan mengetuk pintu jendela mo
Disepanjang jalan, Anna hanya terdiam dengan tatapan mata kosongnya. Entah kenapa dia merasa sangat sedih mengingat dirinya yang sudah mengambil keputusan yang menurut dirinya sudah benar. "Maafkan aku tuan Daren, karena telah mengingkari perjanjian di antara kita berdua," lirih Anna dalam hati yang menahan kesedihan. Dirga yang dari tadi fokus menyetir, sesekali dia melihat ke arah Anna yang dari tadi hanya diam membisu tanpa bicara sepatah kata pun. Meskipun dia ragu tapi berusaha untuk memberanikan diri untuk melontarkan sebuah pertanyaan. "Anna, aku lihat dari tadi kamu terlihat sedih jangan bilang kamu menyesal karena sudah resign dari perusahaan ka Daren? sekarang apa rencanamu," Dirga begitu penasaran. Anna terbuyar dari lamunannya, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Dirga yang sebenarnya sulit untuk dia jawab. "Tidak tuan Dirga, ini adalah keputusan yang sudah aku ambil karena aku tidak mau jika nyonya Renata terus salah paham padaku," jawab Anna li
Renata menyeringai puas, saat melihat ibu mertua dan suaminya terlihat sangat panik dan cemas, saat dirinya sengaja mengancam akan melompat ke bawah. "Renata, ibu mohon jangan begini kita selesaikan baik-baik turunlah nak," bujuk nyonya Hilda sembari mengulurkan tangannya, berharap Renata mau mendengar permintaannya. Namun Renata yang sengaja mengambil kesempatan itu, agar membuat Daren mengurungkan niat untuk tidak menceraikan dirinya. "Tidak Bu, untuk apa aku hidup, sedangkan suamiku sendiri tidak menginginkan aku? lebih baik aku mati saja," teriak Renata seraya mengeluarkan air mata kepura-puraan nya. Tak ingin sampai Renata berbuat nekad, Nyonya Hilda menghampiri putra semata wayangnya yang berada tepat di belakangnya. "Daren! sekarang apa kamu lihat, Renata putus asa karena mu, ibu tidak ingin jika istrimu berbuat nekad dan nanti keluarga kita yang akan di salahkan jadi lebih baik sekarang bujuk Renata," pinta nyonya Hilda dengan penuh penekanan. Daren terdiam, dia me
"Iya, Anna aku ingin membantumu sebisaku. Kamu bisa mengandalkan aku. Jika kamu membutuhkan tempat tinggal untuk menenangkan diri dari Renata, bagaimana kalau kamu dan ibumu tinggal di vila pribadiku?" Anna terdiam, saat Dirga menawarkan niat baiknya untuk memberikan tempat tinggal sementara agar bisa menghindari bosnya yang sudah pasti akan mencarinya. "Apa aku terima saja ya, tawaran tuan Dirga?' Anna bertanya-tanya dalam hati dengan penuh keraguan sembari meremas kedua tangannya. Dirga yang sudah memikirkan segalanya, kini ia berusaha untuk meyakinkan Anna agar mau menerima usulannya. "Anna! kenapa kamu harus ragu, aku sangat tahu jelas sikap dan watak istri dari ka Daren, Renata adalah wanita yang sangat kejam bahkan dia selalu berbuat nekad demi meraih keinginan atau ambisinya," Peringat Dirga yang terus berusaha menghasut Anna. Mengingat ibunya yang baru saja sembuh, membuat Anna mulai memikirkan kesehatan dan tidak ingin sampai terjadi kambuh lagi. Dan meskipun Anna s
"Tuan, sekarang apa yang ingin anda lakukan?" tanya Rudi yang masih berdiri setia di samping bosnya. Daren menghela nafas kasar, rasanya ia sangat kesal dan marah setelah mengetahui keberadaan Anna yang saat ini sedang bersama dengan Dirga. "Kau terus selidiki saja di mana sekarang Anna tinggal, setelah pasti baru beritahu aku, sekarang pergilah," perintah Daren dengan nada datar suasana hati yang tengah buruk. "Baik tuan, permisi." Rudi pamit, lalu segera keluar dari ruangan bosnya. Darah Daren mendidih saat mengingat jelas bagaimana Anna dan dia sepakat melakukan sebuah perjanjian yang seolah di lupakan begitu saja. Bahkan Daren berjanji pada dirinya sendiri, jika dia tidak akan melepaskan Anna begitu saja. Apa lagi bersama Dirga sepupunya. "Anna! kau berani sekali mengkhianati aku, wanita macam apa kamu, malah pergi dengan sepupuku," geram Daren tak terima. Sebagai seorang pria dan seorang atasan dia merasa harga dirinya sudah tercoreng. Perasaannya sangat cemas da
Tepat jam sembilan malam, Daren dan Renata akhirnya sampai di sebuah restoran yang berada di pusat kota. Renata terlihat begitu antusias dan senang saat berjalan berdua dengan pria idamannya. "Mas, aku sangat senang akhirnya kita memiliki waktu berdua." ungkap Renata tersenyum seraya menggerayangi dada bidang Daren. Daren yang merasa tidak nyaman, lelaki tampan itu pun berusaha untuk menghindar dan mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka berdua. "Renata duduklah, sebentar lagi akan ada pelayan yang membawakan makanan ke sini jika ada yang kamu sukai minuman atau makanan nya pesan saja," Daren menawarkan. Renata duduk saling berhadapan, dia merasa sedikit kecewa karena melihat Daren yang malah fokus pada makanan. Padahal dia berharap lelaki yang ada di depannya itu peka dan mengatakan rasa cintanya. "Ck, mas Daren benar-benar keterlaluan dia membawakan apa benar hanya sekedar makan? ku kira ada yang istimewa sungguh menyebalkan," gerutu Renata sembari mengerucutka
Ketika Renata tengah menikmati kebersamaannya dengan Daren, tiba-tiba saja dia mendapatkan sebuah pesan chat dan beberapa panggilan telpon sampai makan bersama mereka terganggu oleh suara nada dering ponselnya. Drrrtttt... Seketika makan Daren terhenti, kedua alis tebalnya mengerut saat melihat ponsel Renata yang terus berdering, yang telah menggangu dirinya. "Renata, siapa sebenarnya yang menelpon, coba kamu angkat sebentar. Hanya membuat aku pusing saja," bentak Daren menatap tidak senang. Renata segera meraih benda pipih canggih itu, lalu ia sangat terkejut saat melihat ternyata yang menghubungi dirinya adalah tuan Andrew. "Sial, kenapa pria tua Bangka itu tidak menyerah untuk menghubungi lagi, padahal sudah lama aku menghindarinya," gerutu Renata dalam hati. "Kenapa malah bengong, memangnya siapa yang menelponmu?" Daren kembali bertanya dengan nada ketus. Renata pun beralasan jika itu bukanlah telpon penting yang harus dia jawab, namun jawaban Renata seolah membuat
"Syukurlah kalau kamu tidak ada apa-apa, aku sangat menghawatirkan mu Anna." Dirga mengungkapkan perasaan dalam hatinya. Anna yang merasa sangat canggung ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka berdua. "Tuan Dirga, aku masih harus membereskan beberapa pakaianku ke dalam lemari," kata Anna yang terlihat gugup. Dirga yang merasa tidak nyaman dengan panggilan Anna terhadapnya, membuat ia meminta agar memanggil dirinya nama saja. Tentu saja Anna sangat terkejut dan terkadang bingung apa yang salah dengan panggilan itu. "Aku ingin kamu memanggilku nama saja Anna, agar kita lebih akrab lagi. Sekarang kamu sudah tidak bekerja lagi di tempat ka Daren jadi tidak usah terlalu formal," Peringat Dirga sembari memancarkan senyum smrik-nya. "Tapi aku merasa tidak enak tuan Dirga, karena..." Ketika Anna dan Dirga sedang berbicara serius, Bu Ratih yang baru saja selesai memasak makanan. Membuat ia sengaja memanggil Anana dan Dirga. "Anna, nak Dirga. Ibu baru saja se
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem