Pukul 8 pagi. Di dalam sebuah ruangan kosong tempat di mana ia pernah mencium Edward kemarin— Lean kini tengah asik mempelajari susunan acara yang telah diberikan Edward padanya 40 menit yang lalu. Tidak banyak waktu yang tersisa baginya untuk mengingat semuanya dan agar ia tidak melakukan kesalahan di atas podium nanti.Tanpa Lean sadari, dari balik jendela kaca, Brad sedang memperhatikan dirinya. Pria itu tersenyum smirk kala mengetahui bahwa Lean hanya sendiri di dalam ruangan yang sedang ia tempati saat ini. Terlalu serius memperhatikan map tebal yang tengah berada di dalam genggaman tangannya.Sudah hampir 15 menit Brad memperhatikan Lean, menyaksikan apa yang Lean kerjakan di depan sana. Di saat yang sama, ia juga mengingat kembali apa yang telah ia lakukan semalam. Brad sudah menghubungi pria itu, pria yang namanya tertulis di kartu nama yang telah diberikan oleh bartender Klub yang ia datangi semalam. Namun, sebelum ia membayar uang muka pada pria itu yang ia tugaskan untuk
"Kau hanya ingin membantu dirimu sendiri." sungut Lean, mengangkat keningnya, lalu menengadah menatap Edward yang sontak terkekeh setelah mendengar ucapannya itu. Mendengar tawa Edward, Lean pun mengerti kalau kekasihnya itu hanya ingin membantunya untuk melupakan rasa gugupnya. Well, setidaknya itu cukup berhasil. Sampai ... "Sudah waktunya, Lean!" tegur Rosalia. Entah sejak kapan wanita cantik itu telah berdiri di sampingnya, tapi kala Lean menoleh— Rosalia tampak mengulum senyum. "Setelah acara hari ini berakhir, sebaiknya kalian mencari kamar." Meski Rosalia berbicara dengan maksud bercanda, namun ucapan wanita itu membuat wajah Lean sontak merona. "Hmm, akan kupikirkan," tambah Edward.Dengan reflek Lean langsung memukul lengan kekasihnya itu. Mengerucutkan bibirnya, lalu melemparkan pandangannya pada Rosalia yang sedang memberi isyarat padanya agar segera naik ke atas podium. Lean bahkan baru menyadari jika Ernest dan Oliver sudah tidak lagi terlihat. Sepertinya mereka te
"Tuan Edward?" tegur Leon Marquess sambil mengulurkan tangannya pada Edward yang kini tepat berdiri di hadapannya.Edward menatap Leon dan menjabat erat tangan calon mertuanya itu seraya menyunggingkan senyum ramah di bibirnya. "Selamat, Anda telah berhasil memenangkan proyeknya, Mr. Leon," ucapnya. "Terima kasih," balas Leon dengan wajah canggung. "Dan, terima kasih juga telah memperkenalkan Lean pada semua Bisnisman yang hadir dalam acara lelang hari ini," tambahnya setengah berbisik, dengan memajukan tubuhnya ke depan sedikit, mendekati Edward.Masih tersenyum, Edward menganggukkan kepalanya. "Sudah menjadi tugasku. Oh ya, jika Anda tidak keberatan, hari minggu nanti aku ingin mengundang Anda ke mansion keluargaku. Apa tidak masalah?"Tanpa perlu berpikir, Leon langsung menganggukkan kepalanya. Lagipula hal inilah yang selalu ia tunggu sejak ia mengirim Lean ke Kota L. Undangan untuk bertemu dengan calon besannya."Umh, apakah Lean tidak merepotkan Anda, Tuan Edward?" tanyanya kem
"Jika Anda belum memiliki seorang kekasih, bagaimana jika aku memperkenalkan Anda pada putriku?" usul Bisnisman pertama, "Kebetulan putriku hari ini baru saja datang dari Paris, dia sengaja menyusulku ke sini," tambahnya. "Ah, tentang itu ... aku pikir itu tidak perlu, Mr. White." Edward mengangkat tangannya, dan agar pria yang bernama Halbert White itu tidak tersinggung atas penolakannya— ia lalu menambahkan. "Aku percaya putri Anda pasti sangat cantik, mungkin juga telah memiliki seorang kekasih di Paris. Jadi, bukanlah sesuatu yang baik jika Anda menjodohkannya secara sepihak denganku, 'kan? Dan juga, sebenarnya aku sudah memiliki seorang wanita yang sangat kucintai. Nanti akan kucoba untuk membujuknya agar dia mau menemaniku ke acara nanti malam," ucap Edward sambil tersenyum kaku. "Putriku belum memiliki kekasih, Tuan Edward" Halbert masih bersikeras. Lagipula, sejak pertemuan pertamanya dengan Edward— ia sudah menginginkan pria muda berparas rupawan ini untuk menjadi menantuny
"Ed?" tegur Rosalia pada Edward yang baru saja keluar dari dalam toilet pria. Edward menghela nafas sejenak saat ia melihat kehadiran Rosalia, lalu melangkahkan kakinya ke arah wanita cantik itu. Ia pikir, Lean akan mengejar dirinya kemudian mengatakan padanya bahwa kekasihnya itu bersedia untuk menemaninya nanti malam. Namun tampaknya Lean masih belum bisa memastikan apa yang harus dilakukan oleh wanita itu. "Selalu kau yang paling mengerti aku," sungut Edward sambil mengulurkan kedua tangannya ke arah Rosalia. "Tolong, aku membutuhkan sedikit pelukan sekarang," tambahnya lagi. Bahkan tanpa meminta ijin pada Rosalia, ia langsung meraih kedua pundak wanita itu dan membawa Rosalia ke dalam pelukannya. "Dengar! Aku tidak bisa melakukan hal ini terus-menerus, Ed," protes Rosalia sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang Edward. Membiarkan sahabat baiknya itu untuk menenangkan emosinya selama beberapa saat. "Apalagi jika pamanmu sampai melihatnya. Kau tahu, 'kan sebesar apa kecembur
"Kalau begitu, bagaimana jika kita ke sana untuk menyapanya?" usul Halbert pada putrinya. Mia mengangguk pelan, "Baik, Ayah," sahutnya. Di tempat berbeda, Lean dan Anton baru saja meninggalkan parkiran apartemen. Wajah Lean tampak muram sejak ia mengetahui bahwa Edward telah pergi terlebih dahulu ke Klub Malam. Tidak hanya itu, sore hari sebelum ia meninggalkan hall— Brad tiba-tiba memintanya untuk berbicara berdua sebentar. Setelah mendapatkan ijin dari Anton yang hanya memberinya waktu lima menit untuk berbicara dengan Brad, Lean pun mengikuti Brad. Pada jarak belasan langkah dari Anton namun masih bisa terlihat oleh rekannya itu, tanpa Lean duga, Brad justru memperlihatkan sebuah video singkat tentang Edward yang sedang memeluk Rosalia. Kekasihnya itu juga mencium kepala istri pamannya. Melihat video itu, tubuh Lean seketika bergetar karena cemburu. "Aku baru ingat siapa Tuan Edward Gail. Bukankah dia adalah pria yang pernah menciummu di wallmart sebelumnya? Pria yang selalu m
Dari kejauhan, sembari menemani Ernest, Rosalia tanpa sengaja melihat Mia yang tengah berbicara dengan Edward. Raut wajah Edward tidak terlihat baik-baik saja baginya, jadi ia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Lean. "Ada apa, Baby?" tegur Ernest yang merasakan kegusaran sang istri. Ia bahkan ikut mengedarkan pandangannya. Saat Ernest menyaksikan apa yang terjadi pada Edward, akhirnya ia baru mengerti mengapa Rosalia terlihat sangat gelisah. "Biarkan saja dia menghadapi masalahnya sendiri!" tukasnya pada Rosalia. Lalu melanjutkan dengan, "Edward adalah pria dewasa, kau tidak bisa terus-menerus menjaganya hingga dia menikah. Selain itu, kau belum lupa, 'kan dengan apa yang telah ku tunjukkan padamu sebelum kita berangkat dari mansion satu jam yang lalu?" lontarnya, mencoba mengingatkan Rosalia tentang video yang telah ia terima dari Brad.Meski cemburu melihat video itu, namun Ernest tahu bahwa Rosalia hanya ingin membujuk keponakan bungsunya yang mana tugas tersebut s
Sudah lebih 10 menit Edward berusaha membebaskan dirinya dari Mia dan Halbert, namun ayah dan putri tersebut terus saja mengajaknya berbicara hingga minum bersama. Karena, malam ini adalah perayaan untuk kesuksesan acara lelang— tentu saja sulit baginya untuk mengecewakan Halbert yang selama ini telah menjadi rekan bisnis yang sangat baik untuk pamannya. "Apakah kekasih Anda tidak datang, Tuan Edward?" celetuk Mia, ketika ia melihat Edward tampak diam-diam mencoba mencari seseorang di tengah keramaian. Edward tersentak mendengar pertanyaan itu dan sontak menatap Mia. Sudah lima menit wanita cantik itu terus saja mengajaknya untuk minum bersama dengan cara yang menurutnya masih bisa dikatakan sangat sopan. Namun pertanyaan yang baru saja Mia lontarkan padanya, membuat Edward merasa sedikit tersinggung. Meski ia tahu mungkin Mia bertanya karena wanita ini merasa sedikit penasaran apakah ia benar-benar telah memiliki seorang kekasih? "Aku pikir dia sedikit terlambat malam ini, tapi
Sesaat berselang, kecemasan mulai mengisi ruang persalinan. Dokter Nora dan para perawat serta satu Dokter yang menemaninya— tampak sibuk berusaha mengembalikan tanda vital Lean. Tak jauh dari para medis itu, Edward hanya bisa termangu sembari mendekap putra mungilnya. Tatapan matanya yang berkabut terus memperhatikan wajah Lean yang terlihat semakin pucat."Oh, Sayang. Kumohon, jangan tinggalkan kami," bisiknya lirih. Kelopak matanya terasa semakin panas, dan Edward bisa merasakan kalau matanya perlahan-lahan telah mulai berair. Sebelumnya, ia pernah merasakan kehilangan seorang wanita, namun rasanya tidak sesakit apa yang Edward rasakan sekarang.Setelah puluhan menit berlalu dalam ketegangan, tiba-tiba Edward melihat Dokter Nora melemparkan pandangan ke arahnya. Raut wajah wanita itu tampak tegang dan ragu."Jangan katakan!" Edward menggeleng keras, sama sekali tidak ingin mendengar berita buruk yang ingin Dokter Nora sampaikan padanya. "Tuan Edward ... maaf, kami sudah berusaha
Sebelum ia pergi menemui Lean di ruang rawat inap, Edward menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu. Baru kemudian memberanikan diri untuk menemui istrinya itu. Sementara Anton menunggunya di luar ruangan. Semula, Edward ingin membawa serta Dokter Nora bersamanya, tetapi menurut Eve— sebaiknya ia menemui Lean sendiri terlebih dahulu. Ketika Edward berada di dalam ruang rawat inap yang Lean tempati, aroma desinfektan yang bercampur pewangi ruangan langsung menyambutnya. Tetapi Edward mengacuhkannya dan justru menatap lurus ke arah sesosok tubuh ringkih yang sedang tertidur di atas ranjang. Edward mendekati ranjang tersebut sambil memberi isyarat pada perawat jaga yang ada di dalam ruangan itu agar tidak mengejutkan istrinya. Perawat itu mengangguk pada Edward dan segera pergi meninggalkan ruangan demi memberi waktu pada Edward. Ia telah melihat pria ini sebelumnya di luar saat Edward berbicara sangat serius pada Eve, karena itu ia membiarkan saja Edward yang kemungkinan adalah suam
Malam masih menyelimuti vilanya, dan suara ombak bergema di telinga Edward, membuat hatinya merasa sedikit lebih tenang. Namun, ketenangan itu segera pudar ketika pikirannya terfokus pada Lean. Rasa cemas terasa mengungkungnya juga tekad yang baru mulai tumbuh dalam dirinya. Tidak ingin terlarut dalam perasaan itu, Edward segera menghubungi Ben. Dan setelah beberapa saat ... “Selamat malam, Tuan Edward. Ben di sini.” Suara Ben yang datar mulai terdengar dari seberang panggilan.“Ben, ada yang ingin kukatakan padamu.” Sebelum melanjutkan kalimatnya, Edward membenarkan posisi duduknya terlebih dahulu. Samar-samar suara gemuruh ombak yang terdengar dari kejauhan, menyapa indera pendengarannya.“Ada apa, Tuan Edward? Apakah ada yang bisa kubantu?” tanya Ben, nada suaranya penuh perhatian.“Begini. Dalam dua hari ke depan, aku ingin pergi ke Zurich. Kau pasti sudah mendengar kalau istriku telah kembali ke kota kelahirannya, 'kan?”“Tuan Ernest baru saja menghubungiku tentang rencana An
Sore hari, pulang dari Gail Mart, Edward meminta pada Anton untuk pergi ke mansion milik kedua orang tuanya. Ada sesuatu yang ingin ia tanyakan pada ayahnya.Dalam perjalanan, dari kursi belakang sedan ia memperhatikan Anton dengan wajah serius. Membuat Anton yang tanpa sengaja melirik kaca spion mobil sontak terkejut."Ada apa, Tuan? Apakah ada sesuatu yang ingin Tuan katakan padaku?" celetuk Anton.Edward mengangguk pelan, "Apa Rosi sudah kembali ke mansion Paman?" tanyanya. "Sudah, Tuan Edward. Nyonya Rosi langsung pulang malam harinya ketika Tuan Ernest datang untuk menjemputnya. Oh ya, Tuan. Hari ini Tuan Ernest juga menghubungiku. Maaf aku lupa memberi tahu Anda. Kata Tuan Ernest, Tuan Ernest mengenal seorang Dokter yang hebat saat berada di Dubai. Dokter itu adalah Dokter keluarga milik Kolega Tuan. Tuan Ernest ada meninggalkan nomor teleponnya padaku, aku sudah menghubungi Dokter itu, Tuan. Dia memiliki cara untuk menyelamatkan Nyonya Lean dan juga bayinya, hanya saja ...." A
Senyum Brad sontak memudar, “Aku hanya ingin kau tahu kalau kau bisa mengandalkanku jika kau membutuhkan sesuatu, tidak lebih. Seperti yang kau katakan tadi, kita sudah berpisah, tetapi apakah aku tidak boleh peduli padamu?”Lean hampir membuka mulut untuk membalas ucapan Brad itu, namun dengan cepat Eve menyentuh tangan Lean lalu menggelengkan kepalanya pada adiknya itu. Setelah itu, ia menoleh pada Brad. “Kau lihat, bukan? Kau tidak seharusnya berada di sini, Brad. Lean sedang dalam keadaan yang sangat rentan. Keberadaanmu justru memperburuk situasi,” cetusnya emosi. Lean merasakan ketegangan yang terus meningkat antara kakaknya dan Brad. Naluri melindungi Eve membuatnya merasa sedikit tertekan, tetapi di sisi lain, ia juga merasa bahwa hanya dirinya yang dapat menentukan keputusan untuk dirinya sendiri.“Eve, tolong! Aku bisa mengurus diriku sendiri,” kata Lean dengan suara yang masih bergetar. Ia kemudian berpaling pada Brad. "Brad, aku menghargai niat baikmu. Tapi seperti yang
Keberangkatan Lean ke Zurich mengubah banyak hal. Sejak Lean memutuskan pergi, rasa cemas dan gelisah tidak pernah lepas dari pikiran Edward. Meskipun ia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya, benak dan hatinya selalu terikat pada sang istri dan kesehatan istrinya itu. Di sisi lain, Lean kini berada di rumah sakit Zurich, berharap ia bisa menemukan cara untuk menjaga bayinya agar tetap aman sekaligus memikirkan dirinya sendiri.Di kota kelahirannya, hari-hari awal Lean dipenuhi dengan rangkaian perawatan medis yang melelahkan. Eve, yang kini telah bahagia dengan kehidupan barunya sebagai istri Luis, berusaha untuk mendampingi sang adik semaksimal mungkin. Ia sering merasa tidak nyaman kala menemukan Lean yang tampak stres dan juga ketakutan menghadapi hal yang tidak pasti. Setiap hari, Eve mencoba mengajak Lean untuk berbincang, berbagi cerita dan memperkuat semangat satu sama lain meski di tengah rasa cemas yang selalu hadir menemani mereka.“Aku tidak tahu bagaimana melakuk
Lean kemudian diam dalam keheningan, mengabaikan tatapan cemas Edward dan juga Leon. Suara bising dari alat medis di ruangan itu seolah mengingatkannya bahwa waktu terus berjalan, sementara ketegangan di antara mereka semakin mencekam. Tangan Lean masih terjepit dalam genggaman Edward, dan rasanya seperti dunia di sekitarnya perlahan menghilang. "Sayang?" Edward mencoba lagi dengan lembut, tetapi Lean sudah menatap keluar jendela, menghindari tatapan matanya. Di dalam hatinya, Lean merasakan pertempuran yang tak berujung. Selama ini ia berusaha dengan sangat keras untuk selalu kuat menghadapi apapun, tetapi saat ini, Lean merasakan ada sesuatu yang menggerogoti keputusannya. Ia bukan hanya menghadapi penyakitnya sendiri, tetapi juga risiko yang bisa merenggut nyawa bayi yang ia cintai."Edward, aku perlu waktu." Akhirnya Lean angkat berbicara. Suaranya terdengar lemah, namun digerakan oleh tekad yang kuat."Sayang, aku hanya ingin kau baik-baik saja." Edward menjelaskan kembali, tet
"Maaf, Nak. Tidak ada yang bisa aku lakukan pada Ibunya ketika dia memaksa untuk melahirkan Lean hingga akhirnya kematian merenggutnya dari kehidupan kami," terang Leon dengan wajah lesu ketika satu jam kemudian ia datang ke rumah sakit setelah Edward menghubunginya tentang kondisi Lean. Edward memperhatikan wajah ayah mertuanya itu yang tampak murung. Sebelumnya, ia pernah berpikir bahwa Leon adalah seorang ayah yang sedikit egois dan pilih kasih terhadap Lean. Namun setelah Leon menjelaskan alasan dari sikapnya selama ini terhadap putrinya itu, Edward baru mengerti jika sebenarnya Leon sedang melindungi Lean dengan caranya sendiri. "Aku ingin dia memiliki seseorang yang sangat peduli padanya. Jadi ketika Tuan Besar meminta Lean untuk menjadi calon istrimu— aku langsung menyetujuinya. Eve pernah bertengkar denganku gara-gara keputusanku itu. Tapi mendengar gosip tentangmu yang beredar di Zurich bahwa kau hanya menyukai satu wanita sepanjang hidupmu, aku pikir kau bisa menyayangi Le
Wilhelm kemudian menjauhi Edward, ia menghubungi seseorang dan berbicara dengan wajah serius. Dari tempatnya berdiri, Edward terus memperhatikan sahabatnya itu. Setelah 15 menit berlalu, Wilhelm tampak memutuskan panggilan telepon dan kembali menghampiri dirinya. "Aku sudah bertanya pada sahabatku yang berada di luar negeri, aku telah memintanya untuk memeriksa apakah keluarganya mengenal seorang Dokter yang sangat berpengalaman tentang masalah kehamilan?" terang Wilhelm. Edward hanya diam, berusaha menanggapi ucapan sahabatnya tadi dengan senyuman yang terasa getir. "Ini akan butuh waktu, sebaiknya aku menemani Lean terlebih dahulu sambil menunggu kabar darimu," ujarnya. Wilhelm mengangguk setuju. "Itu yang sedang kupikirkan. Temanilah dia! Aku tidak ingin lagi melihatnya tampak tertekan seperti beberapa jam yang lalu." Ia lagi-lagi menepuk pundak Edward untuk menunjukkan dukungannya terhadap sahabatnya itu. "Terima kasih, Will." Edward kemudian bergegas pergi usai ia berbicara