"Shiren, kenapa pakai dress itu lagi? Bukannya sudah kubuang?" Nicholas terlihat sangat kesal saat melihat Shiren mengenakan dress kurang bahan yang akan wanita itu gunakan keluar. Padahal, Nicholas sudah menekankan ribuan kali kalau dress seperti itu hanya boleh digunakan di kamar. Memang masih tergolong tertutup, tapi sangat mencetak bentuk tubuh."Tapi dress ini sangat senada dengan jas yang kamu pakai, Sayang." Sebenarnya bukan alasan utama, tapi Shiren terlanjur nyaman dan malas berganti baju lagi."Baiklah, kita ganti tema. Warna biru, bagaimana? Aku ingat kamu punya dress warna biru gelap dan lebih pantas digunakan daripada dress ini. Sebentar, biar aku saja yang mencari. Kamu duduk di sini," titah Nicholas bergegas pergi dari hadapan Shiren. Wanita itu mengendikkan bahu, dia dengan senang hati menunggu sang suami. "Lihat, ini juga bagus 'kan? Ayo, kubantu ganti baju."Nicholas bahkan dengan sangat cekatan membantu Shiren berganti pakaian. "Kadang aku masih tidak percaya bis
Pulang dari restoran, Nicholas membawa Shiren ke rumah sakit lebih dulu untuk memeriksakan keadaan wanita itu. Shiren sendiri berkata kalau dia sudah tidak mual-mual lagi, tapi karena Nicholas belum merasa lega sebelum mendatangi dokter, alhasil Shiren diam saja hendak dibawa ke manapun dirinya."Aku mengantuk," keluh Shiren, semakin mengusalkan tubuhnya pada pelukan sang suami untuk menemukan kenyamanan yang lebih. "Sabar, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit. Aku tidak bisa tidur nyenyak sebelum dokter berkata kalau kamu baik-baik saja," balas Nicholas masih kukuh dengan pendiriannya. Bahkan anak-anak sudah tertidur di kursi masing-masing. Saat kekenyangan mereka memang sangat mudah tertidur."Ugh ... mataku sudah berat sekali, Sayang. Tidak bisakah besok saja? Kasihan anak-anak, mereka pasti tidak nyaman tidur di mobil seperti ini," ucap Shiren masih berusaha membujuk suaminya.Sekali lagi Nicholas menggeleng, apalagi rumah sakit sudah berada di hadapan mereka saat ini."Ayo t
"Tenang, tenang, Sayang. Kandunganmu baik-baik saja, dia anak yang kuat, jangan khawatir. Kata dokter kamu tidak boleh terlalu banyak beban pikiran dulu, percaya padaku kalau semuanya akan baik-baik saja, ya?" pinta Jay pada Maeva yang tak kunjung tenang. Bagaimana bisa tenang kalau dia sendiri ingat betul rasa sakit saat menghantam lantai sebelum kesadarannya benar-benar hilang. Benar dugaan dokter, Maeva pingsan karena sudah tak kuat terlalu banyak muntah."Benar kata Jay, Maeva. Tolong jangan terlalu dipikirkan lagi, toh sekarang kamu sudah ditangani dan kata dokter kamu dan kandunganmu baik-baik saja. Dirawat selama beberapa hari kurasa sangat wajar dan bukan berarti ada sesuatu yang buruk pada kandunganmu. Anggap saja di sini kamu bisa istirahat sepuasnya, ya? Aku juga tidak akan pulang sebelum kamu benar-benar sembuh," timpal Shiren ikut membantu sang adik. Maeva berpindah pelukan pada Shiren, kakak ipar yang sudah dia anggap seperti kakak pribadi saking baiknya."Aku belum be
Shiren merebahkan tubuh mungilnya di atas tubuh sang suami. Akhir-akhir ini dia mendapati banyak hal yang sangat menguras tenaga. Mulai dari Maeva, Bernard sakit, dan kemarin ibunya pulang ke kediaman mereka sesungguhnya. "Rindu ibu?" tanya Nicholas seraya mengusap lembut kepala Shiren.Shiren mengangguk, sedikit menoleh ke atas untuk melihat wajah suaminya. "Aku baru ingat di sini bukan rumah ibu sesungguhnya. Kurang lebih enam tahun ibu tinggal bersama kita, rasanya sangat berat aku mengizinkan ibu tinggal bersama Jay. Padahal, aku tahu sendiri kalau rumah itu adalah rumah ibu sesungguhnya."Meskipun sudah sangat dewasa, Shiren tetaplah sosok anak yang membutuhkan ibunya. "Tidak apa-apa, aku juga merasakan hal yang sama sepertimu. Ibumu ibuku juga, aku juga kehilangan tentu saja. Tapi perjalanan kita ke rumah ibu tidak terlalu lama, seminggu sekali juga tidak masalah kita datang berkunjung selagi kamu baik-baik saja." Shiren tak berkata apa-apa lagi, dia memilih memejamkan mata u
"Kamu tidak salah bertanya seperti itu?" tanya Shiren tak habis pikir. Dia sampai berhenti mengunyah steak lezat buatan Ken."Ya ... siapa tahu?" Nicholas mengendikkan bahu, dia juga tidak tahu mengapa tiba-tiba terpikirkan hal yang sangat konyol. "Ken sudah kuanggap adik, sama seperti Jay dan Maeva. Kamu ini ada-ada saja sampai berpikir seperti itu." Shiren hampir hilang selera mendapat tuduhan yang sangat tidak masuk akal. Untungnya Nicholas tak berbicara lagi ke hal yang lebih parah. Mungkin pria ini sadar kalau dia sangat tidak masuk akal.Di malam hari, Nicholas tampak paling semangat bermain dengan anak-anak. Energinya tersimpan full sedari siang agar malam ini bisa menghibur ketiga anaknya."Ayah, bagaimana kalau tema foto keluarga kita saat Ayah ulang tahun nanti, tema kebun binatang saja? Ayah cocok jadi singa, Ibu jadi macan, kami jadi anak-anak ayam. Sisanya mereka bebas memilih mau jadi hewan apa, bagaimana?" tanya Cleve dengan sangat antusias. Sebelum ini dia sempat berd
"Ayah! Apa yang kamu lakukan dengan Bibi ini?!" sentak Aland saat melihat ayahnya tak sengaja memegang lengan wanita lain. Wanita cantik meskipun tak secantik Shiren. "Sebentar sebentar," ucap Nicholas sambil membantu wanita yang dia tolong untuk duduk terlebih dahulu. "Ayah! Jangan dekat-dekat wanita lain selain ibu! Ayah ini sebenarnya sayang ibuku atau tidak?!" Kali ini Bernard yang bicara, dia kesal bukan main pada ayahnya yang belum juga melepaskan pegangan tangannya walau pun sudah ditegur oleh Aland."Sebentar, Sayang. Ayah sedang membantu Bibi ini," ucap Nicholas masih tergolong sabar. Pasalnya wanita muda ini tampak kesulitan berdiri dan hampir pingsan jika tidak dibantu duduk."Jangan dekat-dekat, Ayah! Kamu memgkhianati ibu! Aku akan mengadu—""Diam!" bentak Nicholas sangat marah. Dia kesal saat ketiga bocah itu tak berhenti mengomel."Kenapa kamu membentak adikku?!" teriak Aland tak kalah murka, yang dibentak sang ayah memang Cleve. Saat ini Cleve langsung terdiam dan me
Nicholas terdiam sambil memijat sejenak kepalanya yang sangat sakit. Dia sadar akan kesalahannya, sangat sadar. Tapi tidak bisakah dibicarakan besok saja?"Tidak bisa menjawab, heh? Sudah mulai bosan mengurusku dan anak-anak?" tanya Shiren semakin tak santai. Kemungkinan-kemungkinan terburuk sudah dia pikirkan. Sesak sekali."Kamu dan anak-anak salah paham, Sayang. Aku hanya menolong seseorang. Kalau pun dia bukan wanita, aku akan tetap menolongnya. Aku sadar kesalahanku sudah membentak anak-anak, aku sangat sadar. Tapi bisakah izinkan aku istirahat sekarang? Besok aku akan memcari cara meminta maaf pada mereka. Aku berjanji," jawab Nicholas meminta toleransi pada istrinya."Menolong seseorang tapi kamu tega melukai hati anak-anak? Ayah macam apa kamu ini? Secantik apa wanita itu sampai kamu tega melukai hati anak-anakku?" Shiren semakin murka, dia yang semula duduk kini berdiri dan berkacak pinggang di hadapan Nicholas. Nicholas berusaha memegang tangan Shiren agar wanita itu kembal
Pandangan Nicholas semakin berkunang, beruntungnya mobil-mobil yang biasa mengikutinya sadar kalau dia sedang tidak baik-baik saja. "Tuan, sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang. Keadaanmu sedang tidak baik-baik saja," ucap salah satu orang yang membantu Nicholaa berpindah tempat. Kemudi langsung diambil alih oleh orang tadi.Nicholas menggeleng pelan, dia mencoba mengatur napas sebelum menjawab. "Tidak perlu, langsung ke kantor saja. Nanti di sana aku akan istirahat." Nicholaa bersikeras tidak mau ke rumah sakit apalagi pulang, dia yakin tubuhnya baik-baik saja dan hanya perlu istirahat. ***Meskipun belum sepenuhnya membaik, Nicholas tetap memaksakan diri untuk datang menjemput ketiga anaknya. Bahkan, dia datang sebelum jam pulang tiba agar tidak didahului oleh Shiren. Dan saat wanita itu datang dia sudah ada lebih dulu."Tidak pakai sopir lagi?" tanya Nicholas berusaha untuk kembali lembut walau pun sejujurnya dia tidak suka Shiren mengemudi sendiri. Shiren hanya melirik sinis,
"Ohh, Sayang, kenapa kamu tidak menua sama sekali?" tanya Shiren dengan suara sensual saat merasakan badai kenikmatan yang tidak berkesudahan dari sang suami. Melihat bagaimana gagahnya pria ini memberikan sentuhan cinta yang tak pernah berubah dari awal mereka bersama. Nicholas mencecap habis seluruh rongga mulut Shiren seakan ingin menyatukan dua raga yang berbeda. Dan untuk yang ke sekian kalinya, mereka menikmati puncak kenikmatan bersamaan dengan rasa cinta yang semakin meluap.Nicholas ambruk di samping sang istri, memandang penuh bahagia pada seorang wanita yang sangat berarti di hidupnya."Harusnya aku yang bertanya seperti itu, Shiren. Kamu seperti vampir yang tidak pernah tua. Wajahmu saat masih gadis masih bisa aku lihat sekarang," balas Nicholas tak kalah pandai memuja sang pujaan hati.Shiren semakin menempel pada Nicholas seraya terkikik geli, dia naik ke atas perut Nicholas lalu berbaring di sana. "Andai aku bisa hamil lagi, aku rindu saat-saat mengandung dan dimanja
Nicholas memandang haru foto keempat anaknya yang tumbuh dengan sangat baik. Putri bungsunya bahkan sudah besar dan kini sudah memasuki sekolah menengah atas, tiga kakaknya yang lain sudah lulus dari perguruan tinggi dan sibuk dengan cita-cita mereka masing-masing.Nicholas tidak pernah terpikirkan sanggup menjalani kehidupan selama ini setelah berbagai macam badai yang dia lewati. Tentunya, bersama Shiren dia sanggup melewati segala hal."Melamun lagi? Agaknya lebih baik kita pergi berkencan daripada bosan di rumah. Ayo, aku sudah pesan tempat," celetuk Shiren membubarkan lamunan Nicholas.Ditariknya pinggang Shiren dengan lembut sampai tubuh itu jatuh dalam pangkuan Nicholas. Shiren hanya bisa diam dan menikmati rengkuhan hangat dari sang suami."Aku sangat mencintaimu, Shiren. Kamu segalanya untukku," lirih Nicholas tampak berhenti membelai lembut tubuh sang istri. "Aku juga. Aku juga sangat sangat mencintaimu," balas Shiren tak kalah lembut. Semakin tua Nicholas semakin manja dan
"Nicholas, Shiren jatuh!"Tiga kata keramat itu berhasil membuat nyawa Nicholas hampir lepas dari tempatnya. Kandungan Shiren sangat lemah, dan beberapa hari yang lalu dokter sempat berkata padanya kalau Shiren tidak boleh jatuh-jatuh lagi atau akibatnya sangat fatal. Dan saat ini, hal yang sama terulang kembali."Shiren, jangan tidur! Tatap mataku dan jangan pernah tidur! Lihat aku lihat aku, kamu pasti baik-baik saja, kamu dan anak kita pasti selamat. Jangan tutup matamu, Sayang, aku mohon. Katakan apapun yang kamu rasa dan jangan pernah tidur!" Nicholas terus mengoceh dengan kedua kaki terus melangkah membawa istrinya keluar dari rumah. Dan saat masuk ke dalam mobil, Shiren hampir-hampir hilang kesadaran kalau Nicholas tidak semakin kuat berteriak."Shiren, ingat anak-anak dan aku, Sayang. Kamu tidak boleh seperti ini, kamu harus sembuh dan jangan pernah berniat meninggalkan kami. Lihat aku, kamu kuat dan harus bisa bertahan seperti apapun sulitnya. Aku mohon jangan tidur," pinta N
Sepasang suami istri yang sedang berbuat mesum di salah satu gazebo pantai hampir saja terciduk oleh petugas keamanan. Beruntungnya mereka tidak sampai melepas pakaian dan dengan mudah menutupi inti diri agar tidak dilihat orang lain."Kami hanya duduk santai di sini, tidak macam-macam," ungkap Nicholas dengan raut wajah serius, berharap kalau dua petugas keamanan yang sedang menginterogasinya percaya."Baiklah, maafkan kami sudah mengganggu waktu Tuan dan Nyonya, mungkin tadi hanya perasaanku saja seperti mendengar suara-suara aneh. Di pantai daerah ini memang tidak boleh macam-macam, kami bukan budaya yang bebas," jelas salah satu dari mereka. Setelah tak ada lagi salah paham, mereka pun pergi."Astaga ... aku benar-benar malu! Bagaimana bisa kita hampir terciduk? Idemu sangat buruk," gerutu Shiren kesal luar biasa pada suaminya. Dia sudah tiga kali menolak ide gila Nicholas, namun pria ini tetap memaksa. Alhasil, hampir saja kelakuan buruk mereka diketahui oleh orang lain."Maafka
Anak-anak di rumah tak kalah antusias dari orang tuanya yang sedang pergi berlibur. Mereka juga diajak pergi oleh Cassie dan Robert setiap pulang sekolah dan selalu pulang malam. Meskipun lelah menghadapi tiga cucunya yang sangat aktif, tapi Cassie dan Robert sangat senang. Mereka sangat puas bermain dengan anak-anak."Nenek, kami dan ayah lebih nakal siapa? Kata ayah, kami tidak nakal dan sangat baik seperti ayah kecil. Memangnya ayah tidak nakal? Aku tidak percaya sebenarnya," ujar Bernard mengungkapkan rasa penasarannya selama ini. Sudah cukup lama dia ingin bertanya namun baru ingat lagi sekarang.Cassie dan Robert sontak saling bertukar tatapan, Robert hanya bisa mengendikkan bahu dan menyerahkan urusan anak-anak pada Cassie. Robert pergi mencari angin di luar."Tentu saja, ayah kalian sangat baik dan tidak nakal. Maka dari itu kalian pun menjadi anak-anak yang tak beda jauh dengan ayah sewaktu kecil. Tapi tetap saja, mengurus tiga anak sekaligus tentu lebih melelahkan. Maka dari
Selesai bercinta yang sangat membara, Shirren kembali diserang rasa lapar luar biasa. Namun sebelum keluar dari kamar, dia tak lupa untuk mengenakan pakaian tertutup dari leher sampai ujung kaki. Jangan sampai ada orang lain yang melihat motif polkadot di tubuhnya. "Anna, tolong buatkan paella dan churos, ya? Ah iya, buatkan juga espreso dan jus mangga," pinta Shiren pada pramugari yang melayani. Wanita bernama Anna itu langsung mengiyakan dan cepat-cepat pergi.Shiren tak langsung kembali ke kamar, dia berkeliling sebentar di dalam pesawat pribadi ini yang sangat luas dan nyaman. Sofa-sofa berbulu halus dan empuk itu berhasil mencuri perhatian Shiren."Ah ... pinggangku, sofa ini nyaman sekali," gumam Shiren setelah berhasil menemukan posisi nyaman di sofa tunggal yang sangat nyaman. Dia hampir tertidur jika Anna tidak datang membawa pesanan yang dia inginkan."Yang espreso tolong berikan pada suamiku." Anna lagi-lagi mengangguk patuh sambil menaruh paella, churos dan jus mangga yan
"Tidak akan kumaafkan." Tiga kalimat yang Nicholas lontarkan berhasil membuat Shiren menahan napas, memandang Nicholas dengan tatapan tak percaya. Shiren menarik sebelah lengan Nicholas untuk dia peluk, dengan mudah dia kembali merengek sambil mengusal-usalkan tubuhnya pada Nicholas seperti anak kucing."Janganlah begitu ... kamu bukan tipe suami tanpa maaf untuk istri, aku tahu itu. Aku sangat sangat meminta maaf padamu, Suamiku. Tolong maafkan aku." Shiren terus merengek dan tak peduli pada pramugari dan pramugara yang berlalu lalang di sekitarnya. "Tapi aku belum mau memaafkanmu, bagaimana? Aku juga sakit hati dituduh yang tidak-tidak dan terus dimarahi sepanjang jalan," balas Nicholas semakin membuat Shiren kelabakan. Meskipun sang suami tidak acuh dan tidak jahat padanya, tetapi selagi maaf belum dia dapatkan, rasanya tidak akan pernah ada ketenangan."Kapan kamu mau memaafkanku memangnya? Apakah ada satu syarat yang perlu aku lakukan agar kamu mau memaafkanku?" tanya Shiren l
Pihak keamanan restoran sangat pusing melayani nyonya Leonard yang menyebalkan, berulang kali melihat rekaman yang dia mau namun masih belum percaya juga."Kamu tidak disuap oleh suamiku, kan? Berapa banyak uang yang dia berikan untuk mengedit video sebenarnya? Akan kubayar sepuluh kali lipat asal kamu beri tahu aku yang asli, bagaimana?" tawar Shiren yang masih yakin suaminya ini berbohong.Dari rekaman yang dia lihat, memang Nicholas dan Lea sempat bersentuhan secara tidak sengaja. Tapi, rasanya dia masih belum yakin. Di pojok ruangan Nicholas hanya bisa diam menyaksikan bagaimana petugas keamanan bagian memantau cctv melayani istrinya. Dari raut wajahnya Nicholas sudah bisa menebak kalau petugas itu sudah sangat lelah. "Demi Tuhan aku tidak berbohong, Nyonya. Kami tidak pernah merekayasa rekaman-rekaman seperti ini karena sangat rumit dan bisa membuat sistem berubah-ubah. Dan juga tuan Nicholas tidak pernah menyuapku, kami saja bertemu baru kali ini," jelas petugas itu entah untu
"Heh! Kamu cari kesempatan ya?!" Nicholas reflek mendorong tubuh Lea yang semula menempel pada tubuhnya. Heels yang Lea kenakan terlalu tinggi, alhasil salah sedikit saja dia hampir jatuh.Lea hampir jatuh untuk yang kedua kalinya jika tidak ditolong oleh sopir Nicholas. Setelah bisa berdiri dengan benar, barulah Lea membalas Nicholas yang seenak hati menuduhnya."Kamu pikir aku mau menempel padamu seperti tadi? Kalau bisa, pantatku yang cantik ini lebih baik menyentuh lantai daripada menyentuhmu. Dasar pria aneh!" cecar Lea menatap marah pada Nicholas yang menurutnya sangat sembarangan. Nicholas menghela napas pelan dan memilih diam, sebenarnya tadi dia hanya terkejut. Rasanya sangat tidak nyaman saat tubuh wanita lain menyentuh dirinya. Padahal, dia tahu sendiri kalau tadi Lea benar-benar jatuh dan tidak sengaja."Baiklah, aku minta maaf. Terima kasih atas waktu dan penjelasanmu malam ini," putus Nicholas sebelum masuk ke dalam mobil miliknya. Lea hanya mengangguk singkat dan dia