“Kecuali apa?” desak Clara penasaran.“Kecuali Anda menyerahkan putra Anda pada nyonya Elena, karena beliau adalah istri sah tuan Diego, jadi jika harus dicatatakan maka ibu dari putra Anda adalah nyonya Elena Rodriguez,” jelas Mario.“Apa?!” teriak Clara terkejut, spontan ia menatap Elena yang masih duduk dengan tenang. “Tidak mungkin, dia adalah anak kandungku, darah dagingku, bagaimana mungkin dipisahkan dariku?”“Itu terserah Anda, nyonya. Karena hanya anak yang melalui perkawinan yang sah yang bisa dicatatkan.”Clara terdiam, ia mencoba berpikir. Sebenarnya ia ingin meminta pendapat Emma karena ini semua adalah gagasannya. Tapi bagaimana caranya? Bisa ketahuan nanti.“Itu artinya, anakku akan tinggal di sini?” tanya Clara lagi.“Ya,” jawab Mario singkat.“Itu berarti Hugo akan menjadi ahli waris Rodriguez?” “Jika sudah resmi disahkan pengadilan, maka otomatis akan menjadi ahli waris Rodriguez.”“Apa aku boleh menjadi walinya?” tanya Clara antusias, “karena aku adalah ibu kandung
“Bagaimana tuan, apa tiga hari cukup?” tanya Mario kepada Raul, bagaimanapun semua rencananya itu tak lepas dari ide Raul.“Hmm, sebenarnya dua hari pun cukup, tadi Julio sudah menginformasikan kalau dalam dua hari kedepan mereka akan tiba di sini. Selain itu hari ini juga aku akan ke sana, memastikan segala sesuatunya. Kebetulan dia adalah teman lamaku.”“Baiklah, tuan. Saya juga akan mempersiapkan hal-hal lainnya.” Mario mengkonfirmasi. Sementara itu, setelah meninggalkan ruang tamu, Elena segera ke kamar bayi untuk melihat Juan, dia segera menggendongnya dan menatap wajah putranya lekat-lekat, ia mencoba membandingkan dengan putra Clara, sedikitpun tidak ada kemiripan, dari sisi apapun. Apa benar anak itu adalah milk Diego?“Nyonya,” sapa Mia yang baru masuk.“Mia duduklah,” pinta Elena. Mia mengangguk, ia memberi kode kepada pengasuh yang masih ada di ruangan itu untuk ke luar, lalu duduk di samping Elena.“Apa perempuan itu masih di sana, Mia?” tanya Elena pelan.“Tidak, Clara s
“Ah? Maksudmu bagaimana, Emma? Tanya Clara bingung, kalau dia bisa menjadi wali putranya, tentu saja tanpa pikir panjang dia terima, kenyataannya selama anak itu belum berusia delapan belas tahun, maka semua perwaliannya di tangan Elena. “Mereka tidak mengizinkan aku untuk menjadi wali anakku.”Emma menyesap minuman di gelasnya, lalu tersenyum pada Clara. “Kamu memang bodoh, tentu saja kamu tidak bisa menjadi walinya, karena kamu bukan istri sah Diego, tapi kamu bisa mengajukan diri untuk menjadi pengasuh putramu, dan tinggal di sana. Dengan demikian kamu akan selalu dekat dengan putramu, dan memprovokasi serta mengendalikan anakmu, sebagai anak tertua, bukan tidak mungkin putramu dapat mendepak Elena dan anaknya. Coba kamu pikir, siapa yang diuntungkan?”Emma tersenyum bangga dengan ide briliantnya, sedangkan Clara tertegun, ia sama sekali tidak terpikirkan akan hal.“Wah, luar biasa sekali kamu, Emma.” Clara berkata dengan kagum, “baiklah lusa saat pertemuan dengan mereka akan aku a
“Apa yang dia lakukan?” tanya Raul penasaran. Luis kembali menghela napas panjang sambil memainkan gelas minuman di tangannya, ia menyesapnya sebelum akhirnya menjawab. “Skandal yang memalukan keluarga. Mungkin aku masih bisa mentolelir jika dia hanya mengkhianatiku, tapi aku tak akan membiarkan siapapun menghancurkan reputasi keluarga ini, yang telah dibangun dengan susah payah oleh kedua orang tuaku.” Raul terdiam, tidak bisa berkomentar apa pun, karena apa yang dikatakan sahabatnya itu benar adanya. Dalam diam, dia hanya meraih minuman yang disuguhkan sahabatnya, dan menyesapnya. “Bagaimana dengan wanitamu, Raul?” tanya Luis memecah kesuanyian dua teman lama itu. Raul tersenyum sambil memutar-mutar gelas di tangannya. “Dia wanita yang baik dan bermartabat,” jawab Raul tersenyum bangga, “sayangnya, aku telah melakukan kesalahan yang fatal dan terlambat menyadari cintaku padanya, hingga aku harus kehilangan dia, ketika aku menemukannya kembali, dia telah menjadi milik orang lain
“Maaf tuan Mario, ada yang ingin saya sampaikan,” ujar Clara sambil berdiri. Mario menoleh pada ketua tim pengacara, mengangguk lalu kembali menatap Clara.“Ya Nyonya Clara, silahkan apa yang ingin Anda sampaikan?”“Ahm, begini. Pada pertemuan sebelumnya, tuan telah menyampaikan pilihan kepada saya, bahwa jika anak saya ingin dicatatkan legalitasnya sebagai ahli waris Rodriguez, maka saya harus menyerahkan perwalian anak saya pada nyonya Rodriguez yang sah,” sahut Clara, ia terdiam sebentar sambil melirik Elena yang duduk dengan tenang, tanpa reaksi.“Ya, lalu? Bukankah Anda keberatan untuk itu?” tanya Mario.“Benar tuan, saat itu saya memang tidak banyak berpikir. Tapi setelah memikirkannya lagi, maka saya berubah pikiran.”“Maksud Anda?” desak Mario lagi.“Untuk kebaikan putra saya, maka saya bersedia melepaskaan anak saya dalam perwalian nyonya Elena, tapi ...” Clara terdiam sesaat, ia menghela napas sambil menatap putranya. “Izinkan saya menjadi pengasuh putra saya, agar saya bisa
“Tutup mulutmu perempuan jalang! Dasar sampah! Tidak tahu malu!” Terdengar teriakan keras dari arah luar yang memotong kata-kata Clara, sehingga wanita itu menggantung kalimatnya. Seketika perhatian semua orang tertuju ke arah pintu di mana sumber suara itu berasal.Tidak lama berselang seorang pria berpostur tinggi masuk dengan langkah panjang, diikuti beberapa lelaki lain yang mengiringinya. Terlihat kemarahan di wajahnya. Tatapannya tajam ke arah Clara yang tercengang, wajah perempuan itu memucat, tubuhnya bergetar ketakutan.“Ka-kamu…” Suara Clara terbata-bata, namun lelaki itu langsung menarik Clara dan menamparnya dengan keras.“Aku tidak masalah kalau kau menjual dirimu, perempuan sampah. Tapi aku tidak akan membiarkan kau menjual putraku!”Luis segera menoleh kepada Elena dan Mario, lalu mengatupkan kedua tangannya.“Saya mohon maaf nyonya dan tuan-tuan semua, saya ingin mengonfirmasi bahwa Hugo adalah putra kandung saya, Luis Gonjalez. Hasil DNA yang ditunjukan perempuan sampa
“Itu dia!” teriak salah seorang anak buah Luis yang mengikuti Clara, mereka melihat Clara masuk ke sebuah gang, lalu mengejar. Gang itu cukup panjang, dan ada beberapa belokan, dari kejauhan mereka mendengar suara tangisan anak kecil yang menangis dengan keras.Akhirnya, setelah melewati beberapa kelokan, mereka menemukan Hugo menangis sendirian. Tidak lama berselang, Luis pun tiba, ia sangat marah melihat anaknya diperlakukan seperti itu.“Cepat kejar dan tangkap perempuan gila itu, jangan sampai lolos!” perintah Luis sambil mendekap putranya.“Bagaimana, Luis?” tanya Raul yang tiba tidak lama setelahnya.“Dia meninggalkan anakku sendirian di sini, lalu kabur.” Luis berkata dengan kesal, Raul mengamati lokasi sektitar.“Kalau tidak salah, gang ini menuju ke sebuah jalan raya, jadi biasa digunakan orang-orang sebagai jalan pintas, kalau menggunakan mobil harus berputar untuk sampai di jalan raya depan.”Raul menjelaskan, sedangkan Luis berusaha menenangkan putranya. “Orang-orangku se
“Raul, apaan sih?” tanya Elena kesal, “Ya sudah kalau begitu aku akan siapkan hadiah dulu sebagai ucapan terima kasih." Elena hendak beridiri, namun Raul menekan tangannya.“Sayang, mama mau kasih papa hadiah tuh,” ucap Raul sambil menatap Juan.“Mama-mama... Kalau mau kacih papa hadiah, cekalang aja ya mama…” Raul kembali berkata menirukan suara anak kecil.“Hmmh, oke. Hadiah apa?” tanya Elena menimpali.“Hadiah apa dong, sayang?” tanya Raul kepada Juan.“Kiss papa, mama…”“Apa?!” teriak Elena terbelalak.“Hiks, ya sudah nggak dikasih juga gak apa-apa…” Raul menatap Juan dengan wajah sedih, “Sayang, papa sedih….”“Ck, apaan sih? Iya-iya…”“Asiik, sayang. Papa mau siap-siap nerima hadiah dari mama dulu ya,” ujar Raul sambil memejamkan mata.“Huh, ge-er,” gerutu Elena, ia terdiam sejenak sambil menghela napas. Wanita itu mendekatkan wajahnya lalu dengan cepat mencium pipi Raul.“Iih mama, maca kiss nya di pipi…” Raul kembali menirukan suara anak kecil.“Uuh, Raul. Nyebelin!” Elena men
“Apa? Ke kantor polisi? Tapi ada pak?”“Nanti akan kami jelaskan di kantor, kami menunggu kedatangan Anda segera, nyonya.”Raul terbangun mendengar suara percakapan Elena dengan polisi.“Ada apa, sayang?” tanya Raul pelan dengan suara yang serak.“Polisi meminta untuk datang, tapi tidak menjelaskan masalah apa,” jawab Elena dengan suara rendah.Raul mengangguk seraya mengelus tangan Elena lembut, “kita akan segera ke sana.”“Baiklah, pak. Kami akan segera ke sana,” ucap Elena kembali berbicara di telepon.“Siap nyonya, terima kasih atas kerjasamanya.”Setelah panggilan berakhir Elena menghela napas, ada kekhawatiran di wajahnya.“Kira-kira ada masalah apa ya, Raul?”“Entahlah, sayang. Nanti kita akan tahu setelah di kantor polisi. Kamu tenang saja, aku akan menemanimu. Sekarang kamu bersiap-siap dulu, aku akan menghubungi Mario dan tim pengacara agar mereka datang terlebih dahulu ke kantor polisi.”Raul berkata lembut sambil membelai rambut Elena, wanita itu mengangguk. Raul menghadia
“Tuan muda…” Raul dan Elena menghentikan langkah mereka, keduanya saling menatap lalu membalikan tubuh mereka.Seorang lelaki paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Raul dan Elena. Wajah lelaki itu ditumbuhi janggut dan jambang lebat, ia mengenakan mantel hitam dan penutup kepala rajut serta syal abu-abu membelit lehernya. Tatapan lelaki itu lurus pada Raul dengan tatapan penuh tanya.“Ah, paman. Senang bertemu denganmu kembali,” sambut Raul sambil tersenyum, ia menyalami pria itu dengan ramah.“Saya juga senang bisa melihat tuan muda lagi, dan…” Pria itu terdiam sejenak, ia melihat pada Elena, seulas senyum menghiasi wajahnya, “sepertinya, tuan telah menemukan apa yang Anda cari.”“Haha, itu benar paman,” sahut Raul bahagia dan bangga, “Oya, ini Elena, cintaku yang selama ini aku cari.” Raul mengenalkan Elena pada lelaki itu, “Sayang, ini paman penjaga makam, beliau tinggal di sekitar sini. Dulu disaat masa-masa suram dan kehancuran hatiku, paman ini yang menemaniku dan mem
“Mia, ada apa?” tanya Elena bingung melihat perubahan ekspresi Mia yang seperti ketakutan. Begitu pun Raul dan Mario serta Chavela dan Miguel, mereka semua yang ada di tempat itu kebingungan.“Mia, apa yang membuatmu terlihat cemas dan ketakutan begini? Kamu sekarang sudah aman bersama kami,” ujar Raul yang ditimpali dengan anggukan yang lain.“Tuan, nyonya… Bagaimana dengan Emma? Sa-saya khawatir dia akan kembali melakukan hal-hal yang buruk.” Mia mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara terbata-bata. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Emma melakukan berbagai manipulasi. Sewaktu Diego masih hidup saja Emma sangat berani, apalagi sekarang. Dan semua itu sudah terbukti, bahkan ia sendiri sudah menjadi korban kekejaman Emma.“Kamu tenang saja, Mia. Dalam insiden terakhir, orang-orang kita berhasil melumpuhkan orang-orangnya Emma. Tidak lama kemudian polisi pun datang membekuk mereka.”Kali ini Mario angkat bicara, karena dia ada dikejadian terakhir dalam baku hantam dengan orang-o
Keesokan harinya Elena membuka mata dan mendapati dirinya masih dalam pelukan hangat Raul. Lelaki itu memeluknya erat seolah takut kehilangan lagi. Elena tersenyum, ditatapnya pria tampan di sampingnya yang tertidur nyenyak itu. Perlahan Elena mengangkat tangan Raul, namun tangan kekar itu tidak bergerak, malah memeluknya semakin erat.Elena hanya menghela napas panjang. “Raul…” Lelaki itu hanya menggeliat sebentar, namun tidak melepaskan tangannya dari pinggang Elena.“Raul… Sudah pagi, aku lapar…” gumam Elena pelan.“Selamat pagi, sayang,” sahut Raul sambil tersenyum, ia membuka matanya, lalu mencium kening Elena lembut. “Ya sudah kamu mandi dulu, aku akan siapkan sarapan kita.”“Apa? Kamu mau menyiapkan sarapan?” tanya Elena heran.“Loh memangnya kenapa?”“Sudahlah Raul, tunjukan saja dapurnya di mana biar aku siapkan sarapannya.”“Tidak-tidak, sayang. Kamu adalah ratuku, maka kewajibanku untuk melayanimu. Kamu bersih-bersih diri dulu, di lemari itu ada pakaianmu, aku pikir masih f
“Elena? Ada apa?” tanya Raul cemas.“Raul, Mia… tolong selamatkan Mia, Emma sudah menyiksanya, dia bahkan nyaris membunuh Mia jika aku tidak mau menandatangani berkas-berkas itu.”Elena menjadi sangat syock, tubuhnya bergetar ketakutan, air matanya tidak terbendung lagi, seketika dia teringat kembali bagaimana kejamnya orang-orang itu menyiksa Mia.Raul segera merengkuh Elena ke pelukannya, ia berusaha menenangkan wanita itu.“Tenang Elena, semua baik-baik saja. Mia sudah berada di tempat yang aman,” ucap Raul sambil mengelus punggung Elena.“Maksudmu? Mia?”“Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukan Mia tergeletak tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka, tidak jauh dari tempat kamu disekap. Aku memerintahkan Miguel dan beberapa orang untuk membawa Mia ke rumah sakit.”“Migu? Berarti Vela…?”“Ya Elena, sebenarnya Vela juga ikut dalam misi penyelamatan dirimu, tapi aku meminta Vela untuk menunggu di mobil.”“Oh, aku harus menemui adikku, dia pasti cemas…” Elena hendak bangun, na
Perlahan Elena membuka matanya, lalu berkedip-kedip sambil memperhatikan sekeliling. Ia menyadari dirinya terbaring di atas sebuah tempat tidur di dalam sebuah kamar yang nyaman. Elena mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, terakhir yang ingat ketika ia akan menandatangani berkas yang disodorkan Emma, tiba-tiba datang serangan dari sekelompok orang bertopeng, mereka menyerang Emma dan orang-orangnya, lalu salah satu dari mereka menangkap tubuh Elena yang dilemparkan oleh orangnya Emma, kemudian membawanya pergi, setelah itu Elena tidak ingat apa-apa lagi.“Siapa sebenarnya mereka? Dan, di mana aku sekarang?” gumam Elena, ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa lemas. Elena ingat, sejak pagi perutnya belum terisi apa pun. Tanpa sengaja Elea menoleh ke samping tempatnya terbaring, sebuah meja penuh dengan makanan dan minuman. Elena menelan ludah, seketika rasa lapar menyergapnya. Ingin rasanya ia menyantap makanan-makanan itu agar tubuhnya mempunyai energi. Tapi tidak, Elena
“Tidak…! Hentikan!!” Elena berteriak histeris, ia tak tahan melihat Mia disiksa seperti itu. Tubuh Elena bergetar ketakutan. “Hentikan Emma, lepaskan Mia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Urusanmu adalah denganku.”“Hmm, bagus. Sekarang cepat tanda tangani berkas-berkas itu, atau kau akan melihat perempuan tua itu mati.”“Baiklah Emma, aku akan turuti keinginanmu, tapi lepaskan Mia, biarkan dia pergi.” Elena mencoba mengajukan persyaratan.“Apa?” Emma bertanya sambil mendekati Elena, “kamu mau mencoba mengelabuiku hah? Setelah dilepas perempuan tua itu akan mencari bantuan, itu kan rencanamu, kamu pikir aku bodoh!”“Tidak, Emma. Aku sungguh-sungguh akan memenuhi keinginanmu, aku akan menandatangani berkas-berkas ini. Aku hanya tidak ingin ada korban dalam masalah ini.” Elena berkata dengan kesungguhan pada kata-katanya, perlahan ia melihat pada Mia yang sudah tidak berdaya.“Lihatlah, Mia sudah terluka dan tidak berdaya begitu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, mau car
“Apa maksudmu, Emma? Dan apa yang kamu inginkan?” Elena bertanya dengan tenang, meskipun dia sudah bisa meraba apa yang diinginkan Emma.Demi melihat ketenangan sikap Elena, Emma menjadi gusar, ia mendekati Elena lalu dengan geram menarik rambut wanita itu hingga Elena merasa kesakitan, ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya menahan rasa sakit. Namun ia tidak berteriak, sebisa mungkin ia menahannya dan berusaha untuk tenang.“Jangan pura-pura lugu, aku tahu meskipun kamu perempuan kampung tapi kalau soal harta kamu tidak bodoh. Itu sebabnya kamu mau menikahi lelaki lumpuh yang sudah mau mati, sehingga bisa menguasai seluruh harta Rodriguez.” Emma berkata berang.“Bukan begitu, Emma. Sedikitpun aku tidak ada keinginan menguasai harta Rodriguez.” Elena berkata pelan, ia terdiam sesaat lalu menatap Emma dengan kesungguhan di matanya. “Begini saja Emma, aku akan memberikan bagianku padamu. Aku hanya akan mendampingi putraku hingga dewasa, setelah itu aku akan mengelola milik keluargaku
Malam terus merangkak hingga kegelapan menyelimuti sekeliling, hanya lampu-lampu jalan dan juga lampu-lampu dari celah jendela setiap bangunan yang menjadi pemandangan malam itu. Raul dan rombongannya mengambil jalan pintas sehingga tidak melalui jalan utama kota. Untungnya, Raul dulu aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga dia hapal setiap sudut wilayah kota itu.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mereka pun tiba di daerah yang di tuju. Raul menghentikan mobilnya diikuti mobil-mobil lain di belakangnya. Raul segera turun, begitu pun Mario dan Miguel. Mereka mengamati sekeliling tempat itu.Miguel kembali melihat map di ponselnya, dan memang titiknya sangat tepat. “Di arah sana lokasinya, tuan.” Migu menunjuk arah sesuai petunjuk peta. Raul dan Mario mengamati arah yang ditunjuk Miguel.“Yah benar, di sana ada bangunan yang terpisah dengan bangunan lainnya, tempatnya terpencil, kalau tidak salah dulu dipakai sebagai istal untuk menyimpan kuda, tapi sepertinya sud