Beranda / Fiksi Remaja / Kebangkitan Sang Bayangan / Bab 41: Perangkap di Dalam Bayangan

Share

Bab 41: Perangkap di Dalam Bayangan

Penulis: Pyyupyy_
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-14 22:41:55

Dini hari di Istanbul, Luca dan timnya berkumpul untuk menyusun strategi. Wajah-wajah mereka dipenuhi kelelahan, tetapi semangat juang mereka tetap membara. Informasi yang mereka dapatkan dari pertemuan sebelumnya menjadi dasar bagi rencana baru mereka. Namun, tekanan semakin terasa, mengingat mereka tahu Spectre kini menyadari keberadaan mereka.

“Spectre tidak akan diam saja,” ujar Luca, memecah keheningan. “Dia tahu kita mendekatinya. Ini akan membuatnya lebih berbahaya.”

Marco, yang duduk di sudut ruangan dengan laptopnya, mengetik dengan cepat. “Aku berhasil melacak beberapa transaksi terbaru dari rekening yang terkait dengan jaringan Spectre,” katanya. “Sepertinya dia sedang menggerakkan senjata ke pelabuhan di Odessa, Ukraina. Itu kemungkinan jalur utama mereka untuk menyuplai senjata ke Eropa Timur.”

Vittorio menyela, “Tapi bagaimana kita bisa yakin itu bukan jebakan? Dia tahu kita memburunya. Bisa saja ini hanya pengalihan untuk menjauhkan ki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 42: Langkah di Balik Bayangan

    Pagi di Istanbul disambut dengan kabut tebal yang menyelimuti kota. Luca berdiri di balkon apartemen mereka, memandangi Bosphorus yang tenang. Di pikirannya, gambaran helikopter yang membawa Spectre melayang jauh masih menghantui. Meskipun mereka berhasil menghentikan sebagian operasi Bayangan Kedua, kegagalan menangkap Spectre membuatnya merasa ada celah dalam perencanaan mereka. Marco bergabung di sampingnya, membawa dua cangkir kopi. “Kau sudah terjaga sejak subuh,” katanya sambil menyodorkan salah satu cangkir. “Aku tidak bisa tidur,” jawab Luca. “Dia terlalu dekat, Marco. Kita hampir menangkapnya, tapi dia selalu selangkah lebih maju.” “Kita sudah memukul mundur sebagian besar operasi mereka,” kata Marco mencoba menghibur. “Odessa mungkin memberikan kita petunjuk lebih banyak. Vittorio sedang dalam perjalanan kembali dengan laporan lengkapnya.” Luca mengangguk pelan. “Aku hanya khawatir. Spectre tidak akan tinggal diam. Serangan balik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 43: Cahaya di Ujung Bayangan

    Ledakan dari helikopter yang jatuh mengguncang langit Praha, menarik perhatian warga dan pihak berwenang. Luca berdiri terengah-engah di lorong hotel, menatap tubuh Spectre yang terbaring tak bergerak di lantai. Tembakannya tepat di dada, memastikan bahwa ancaman terbesar dari Bayangan Kedua kini telah berakhir. Namun, Luca tidak merasa lega. Ia tahu, meskipun Spectre telah tiada, akar organisasi itu masih mencengkeram dunia bawah tanah dengan erat. Vittorio mendekat, napasnya juga terengah-engah. “Apakah dia benar-benar mati?” Luca mengangguk perlahan. “Ya. Tapi ini belum selesai. Bayangan Kedua adalah sistem, bukan hanya orang.” Marco berbicara melalui alat komunikasi di telinga mereka. “Kalian harus segera keluar dari sana. Polisi setempat mulai mengepung area. Aku sudah menyiapkan rute pelarian.” Vittorio menepuk bahu Luca. “Ayo, kita harus pergi. Kita tidak bisa tertangkap di sini.” Luca mengambil napas panjang, lalu berbal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 44: Api di Dalam Kegelapan

    Langit gelap menyelimuti kota Budapest, tempat Luca dan timnya menetapkan langkah berikutnya. Serangan balasan dari Bayangan Kedua telah memaksa mereka bergerak lebih cepat, meninggalkan Zurich setelah tempat persembunyian mereka terbongkar. Dengan sumber daya yang semakin terbatas dan tekanan yang meningkat, mereka harus berani mengambil langkah yang lebih agresif. Di sebuah bangunan tua di pinggir kota, Luca berdiri di depan meja kayu yang penuh dengan dokumen dan peta. Daniel Lark, yang kini telah resmi bergabung dengan tim, berdiri di sampingnya. Marco sibuk dengan laptopnya di sudut ruangan, sementara Vittorio sedang membersihkan senjata di sisi lain. “Kita telah menghancurkan tiga pusat utama mereka dalam sebulan terakhir,” kata Luca. “Tapi setiap kali kita menyerang, mereka melawan dengan lebih brutal. Serangan di Zurich adalah bukti bahwa mereka tidak akan berhenti sampai kita dilumpuhkan.” “Kabar baiknya,” ujar Lark sambil menunjuk peta, “se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 45: Pertarungan Tanpa Jalan Pulang

    Lorong-lorong markas Bayangan Kedua kini bergema oleh suara tembakan dan teriakan perintah. Luca dan timnya, yang terjebak dalam posisi bertahan, memanfaatkan setiap detik untuk mencari celah di tengah kekacauan. Sirene yang meraung-raung membuat situasi semakin mencekam, seolah memberi tanda bahwa pertempuran ini akan menentukan segalanya. Marco, dengan tangannya yang cekatan, berhasil menemukan jalur alternatif di perangkatnya. “Ada tangga darurat di ujung lorong sebelah kiri,” katanya sambil tetap bersembunyi di balik dinding. “Itu akan membawa kita langsung ke lantai atas, tempat pusat komando berada.” “Kalau begitu kita bergerak sekarang!” ujar Luca tegas. Vittorio memberikan tembakan perlindungan sementara Marco, Elena, dan Lark mulai berlari ke arah tangga yang dimaksud. Tubuh mereka bergerak cepat, tetapi hati-hati, memastikan tidak ada celah bagi musuh untuk menyerang. Ketika mereka mencapai tangga, mereka menemukan bahwa pintu me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 1: Bayangan di Tengah Malam

    Bayangan di Tengah Malam.Malam itu, langit kota terlihat buram, seperti terlapisi abu dan kegelapan. Di tengah suasana sunyi, Luca Ombra berdiri di balkon sebuah bangunan tua, memandang ke arah kota yang membentang di bawahnya. Ia bisa melihat lampu-lampu jalanan berkedip samar, seakan turut menyembunyikan rahasia yang selalu menjadi bagian dari hidupnya.Luca, pewaris tunggal keluarga mafia terkenal *La Famiglia del Ombra*, selalu dikelilingi oleh kekuasaan, darah, dan ketakutan. Setiap langkah yang ia ambil, setiap keputusan yang ia buat, selalu berada di bawah bayang-bayang ayahnya, Don Alessandro, sosok yang kuat dan tidak mengenal belas kasih. Sang ayah telah membentuknya menjadi penerus dengan harapan besar dan tuntutan yang tak kenal ampun.Sebuah suara mengganggu kesunyiannya. “Luca, waktunya,” ujar Dante, tangan kanan ayahnya yang sudah bertahun-tahun setia kepada keluarga Ombra. Wajah Dante keras, berkeriput karena usia dan pengalaman hidup di dunia

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 2: Luka yang Terpendam

    Beberapa hari setelah insiden di gudang, Luca masih merasakan ketegangan yang sama. Dia duduk di ruang kerjanya yang besar, dikelilingi dinding penuh rak buku tua dan artefak yang menunjukkan sejarah panjang keluarga Ombra. Setiap barang di ruangan itu memiliki cerita, sama seperti setiap bekas luka yang ia lihat di tubuh Dante—bekas luka yang menandai setiap pertempuran yang dilalui oleh keluarga mereka.Pikirannya melayang kembali ke kejadian di gudang. Luca menyadari bahwa dalam dunia yang diwariskan padanya, kepercayaan adalah mata uang yang paling mahal. Namun, semakin lama ia mendalami dunia ini, semakin besar pula keraguan yang timbul di hatinya. Ia tahu bahwa hidupnya akan selalu berada di bawah bayang-bayang ayahnya, namun sampai kapan ia bisa terus menerima kenyataan itu tanpa menentangnya?Pintu ruang kerja terbuka, dan masuklah Isabella, adiknya. Isabella berbeda dari Luca. Meskipun lahir dalam keluarga yang sama, Isabella cenderung menolak gaya hidup m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 3: Langkah Pertama dalam Gelap

    Malam semakin larut, dan suasana di rumah keluarga Ombra penuh ketegangan. Luka yang diderita Isabella bukan hanya sebuah peringatan, melainkan juga cambuk yang membangkitkan amarah yang tak pernah dirasakan Luca sebelumnya. Luka-luka di tubuh adiknya mengingatkannya pada realitas kejam dunia yang ia huni. Namun, di balik itu, ia juga menemukan tekad baru—tekad untuk melindungi satu-satunya orang yang ia sayangi, meskipun harus membalas dunia yang sudah mengajarkannya untuk tak mempercayai siapapun.Di kamarnya yang remang, Luca duduk di kursi berlapis kulit hitam sambil memandangi pistol yang tergeletak di atas meja. Pikiran Luca penuh dengan rencana-rencana dan bayangan tentang apa yang akan ia lakukan pada keluarga Rosso. Ia ingin memberikan mereka rasa sakit yang setara dengan apa yang mereka lakukan pada Isabella. Keluarga Ombra telah lama hidup dalam bayangan, tetapi kali ini, Luca akan keluar dari bayang-bayang itu dan menghadapi mereka secara langsung.Suar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 4: Membawa Badai

    Sinar mentari pagi yang lembut menyinari kota, namun hati Luca Ombra tetap diselimuti oleh kegelapan. Setelah keberhasilan misi pertama melawan keluarga Rosso, Luca merasakan ketegangan yang terus mengintai. Meski ia telah menyerang balik dengan keras, ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari pertempuran yang akan semakin panas.Luca berdiri di balkon rumah keluarga Ombra, menatap jauh ke kota di bawahnya. Di sana, setiap sudut jalan, lorong gelap, dan tempat-tempat yang ia kenali menyimpan berbagai cerita, baik dari orang-orang yang pernah setia pada keluarganya, maupun dari mereka yang berkhianat. Dunia ini adalah dunianya sekarang. Dan jika ia ingin bertahan, ia harus terus maju, tanpa keraguan.Suara ketukan pelan membuyarkan lamunannya. “Masuk,” ucapnya tanpa berpaling.Dante masuk dan mendekatinya. Wajah pria itu tegas seperti biasa, namun kali ini, terlihat ada sedikit kekhawatiran di dalam matanya. Luca menyadarinya, tetapi ia tetap memasang wajah ding

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10

Bab terbaru

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 45: Pertarungan Tanpa Jalan Pulang

    Lorong-lorong markas Bayangan Kedua kini bergema oleh suara tembakan dan teriakan perintah. Luca dan timnya, yang terjebak dalam posisi bertahan, memanfaatkan setiap detik untuk mencari celah di tengah kekacauan. Sirene yang meraung-raung membuat situasi semakin mencekam, seolah memberi tanda bahwa pertempuran ini akan menentukan segalanya. Marco, dengan tangannya yang cekatan, berhasil menemukan jalur alternatif di perangkatnya. “Ada tangga darurat di ujung lorong sebelah kiri,” katanya sambil tetap bersembunyi di balik dinding. “Itu akan membawa kita langsung ke lantai atas, tempat pusat komando berada.” “Kalau begitu kita bergerak sekarang!” ujar Luca tegas. Vittorio memberikan tembakan perlindungan sementara Marco, Elena, dan Lark mulai berlari ke arah tangga yang dimaksud. Tubuh mereka bergerak cepat, tetapi hati-hati, memastikan tidak ada celah bagi musuh untuk menyerang. Ketika mereka mencapai tangga, mereka menemukan bahwa pintu me

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 44: Api di Dalam Kegelapan

    Langit gelap menyelimuti kota Budapest, tempat Luca dan timnya menetapkan langkah berikutnya. Serangan balasan dari Bayangan Kedua telah memaksa mereka bergerak lebih cepat, meninggalkan Zurich setelah tempat persembunyian mereka terbongkar. Dengan sumber daya yang semakin terbatas dan tekanan yang meningkat, mereka harus berani mengambil langkah yang lebih agresif. Di sebuah bangunan tua di pinggir kota, Luca berdiri di depan meja kayu yang penuh dengan dokumen dan peta. Daniel Lark, yang kini telah resmi bergabung dengan tim, berdiri di sampingnya. Marco sibuk dengan laptopnya di sudut ruangan, sementara Vittorio sedang membersihkan senjata di sisi lain. “Kita telah menghancurkan tiga pusat utama mereka dalam sebulan terakhir,” kata Luca. “Tapi setiap kali kita menyerang, mereka melawan dengan lebih brutal. Serangan di Zurich adalah bukti bahwa mereka tidak akan berhenti sampai kita dilumpuhkan.” “Kabar baiknya,” ujar Lark sambil menunjuk peta, “se

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 43: Cahaya di Ujung Bayangan

    Ledakan dari helikopter yang jatuh mengguncang langit Praha, menarik perhatian warga dan pihak berwenang. Luca berdiri terengah-engah di lorong hotel, menatap tubuh Spectre yang terbaring tak bergerak di lantai. Tembakannya tepat di dada, memastikan bahwa ancaman terbesar dari Bayangan Kedua kini telah berakhir. Namun, Luca tidak merasa lega. Ia tahu, meskipun Spectre telah tiada, akar organisasi itu masih mencengkeram dunia bawah tanah dengan erat. Vittorio mendekat, napasnya juga terengah-engah. “Apakah dia benar-benar mati?” Luca mengangguk perlahan. “Ya. Tapi ini belum selesai. Bayangan Kedua adalah sistem, bukan hanya orang.” Marco berbicara melalui alat komunikasi di telinga mereka. “Kalian harus segera keluar dari sana. Polisi setempat mulai mengepung area. Aku sudah menyiapkan rute pelarian.” Vittorio menepuk bahu Luca. “Ayo, kita harus pergi. Kita tidak bisa tertangkap di sini.” Luca mengambil napas panjang, lalu berbal

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 42: Langkah di Balik Bayangan

    Pagi di Istanbul disambut dengan kabut tebal yang menyelimuti kota. Luca berdiri di balkon apartemen mereka, memandangi Bosphorus yang tenang. Di pikirannya, gambaran helikopter yang membawa Spectre melayang jauh masih menghantui. Meskipun mereka berhasil menghentikan sebagian operasi Bayangan Kedua, kegagalan menangkap Spectre membuatnya merasa ada celah dalam perencanaan mereka. Marco bergabung di sampingnya, membawa dua cangkir kopi. “Kau sudah terjaga sejak subuh,” katanya sambil menyodorkan salah satu cangkir. “Aku tidak bisa tidur,” jawab Luca. “Dia terlalu dekat, Marco. Kita hampir menangkapnya, tapi dia selalu selangkah lebih maju.” “Kita sudah memukul mundur sebagian besar operasi mereka,” kata Marco mencoba menghibur. “Odessa mungkin memberikan kita petunjuk lebih banyak. Vittorio sedang dalam perjalanan kembali dengan laporan lengkapnya.” Luca mengangguk pelan. “Aku hanya khawatir. Spectre tidak akan tinggal diam. Serangan balik

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 41: Perangkap di Dalam Bayangan

    Dini hari di Istanbul, Luca dan timnya berkumpul untuk menyusun strategi. Wajah-wajah mereka dipenuhi kelelahan, tetapi semangat juang mereka tetap membara. Informasi yang mereka dapatkan dari pertemuan sebelumnya menjadi dasar bagi rencana baru mereka. Namun, tekanan semakin terasa, mengingat mereka tahu Spectre kini menyadari keberadaan mereka. “Spectre tidak akan diam saja,” ujar Luca, memecah keheningan. “Dia tahu kita mendekatinya. Ini akan membuatnya lebih berbahaya.” Marco, yang duduk di sudut ruangan dengan laptopnya, mengetik dengan cepat. “Aku berhasil melacak beberapa transaksi terbaru dari rekening yang terkait dengan jaringan Spectre,” katanya. “Sepertinya dia sedang menggerakkan senjata ke pelabuhan di Odessa, Ukraina. Itu kemungkinan jalur utama mereka untuk menyuplai senjata ke Eropa Timur.” Vittorio menyela, “Tapi bagaimana kita bisa yakin itu bukan jebakan? Dia tahu kita memburunya. Bisa saja ini hanya pengalihan untuk menjauhkan ki

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 40: Jaring Bayangan di Istanbul

    Kota Istanbul menyambut kedatangan Luca dan timnya dengan hiruk-pikuk khasnya. Suara klakson kendaraan, sorak pedagang di Grand Bazaar, dan deru kapal di Selat Bosphorus menciptakan irama kota yang tidak pernah tidur. Namun, di balik keramaian itu, bayangan kejahatan tetap mengintai, dan Luca tahu bahwa dia harus waspada setiap saat. Informasi dari Ricardo Alvarez membawa mereka ke kota ini, tempat pertemuan penting Bayangan Kedua akan berlangsung. Pertemuan ini adalah kesempatan terakhir mereka untuk menghancurkan sisa-sisa organisasi Isabella sebelum penerusnya, *Spectre*, memegang kendali penuh. Di sebuah apartemen kecil yang disewa timnya, Luca berdiri di depan papan besar yang dipenuhi peta, foto, dan catatan. Marco, Vittorio, dan beberapa anggota tim lainnya duduk di sekeliling meja, mempelajari dokumen yang baru saja mereka dapatkan dari seorang informan lokal. “Jadi, di mana pertemuan itu akan diadakan?” tanya Marco, memecah keheningan.

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 39: Ketenangan yang Rapuh

    Hari baru menyingsing di atas pelabuhan kecil di Italia. Ombak memukul lembut dermaga kayu, seolah mencoba menenangkan kegelisahan yang telah memenuhi hati Luca. Dia berdiri di atas dek kapal keluarga Ombra, memandangi cakrawala biru tanpa batas. Meski Isabella telah tenggelam bersama helikopternya, perasaan lega yang seharusnya datang belum menghampiri Luca. Sebaliknya, dadanya dipenuhi keraguan dan pertanyaan. Benarkah semuanya sudah berakhir? Atau, seperti bayangan yang tidak pernah benar-benar hilang, Isabella masih hidup di suatu tempat, menunggu saat yang tepat untuk menyerang lagi? Marco mendekat dengan secangkir kopi di tangannya. “Kau sudah tidak tidur semalaman, Luca. Kau butuh istirahat.” “Aku tidak bisa,” jawab Luca, suaranya berat. “Aku terus memikirkan apa yang dikatakan Isabella. Tentang penerusnya. Tentang Bayangan Kedua yang tidak akan pernah benar-benar hilang.” Marco menyerahkan cangkir kopi itu padanya. “Dengar, kita te

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 38: Perburuan dalam Bayangan

    Laut malam yang dingin dipenuhi oleh asap dan bau mesiu. Kapal utama Isabella yang tenggelam mulai lenyap di bawah permukaan air, menyisakan pecahan-pecahan kayu yang terombang-ambing. Luca berdiri di atas kapal keluarga Ombra, tubuhnya basah kuyup dan napasnya terengah-engah. Meskipun luka-luka yang diderita Isabella hampir pasti serius, dia merasa Isabella masih memiliki rencana cadangan. Marco mendekatinya dengan ekspresi khawatir. “Luca, kita sudah merusak sebagian besar jaringan Isabella. Ini adalah kemenangan besar.” “Tidak ada kemenangan selama dia masih hidup,” jawab Luca dengan suara datar. Matanya memandangi horison gelap. “Dia terluka, tapi dia tidak akan berhenti. Isabella adalah tipe orang yang akan merangkak keluar dari neraka untuk membalas dendam.” Vittorio, yang sedang mengatur anak buahnya untuk mengamankan wilayah sekitar, menimpali, “Kita harus memanfaatkan momentum ini. Dengan jaringan transportasinya hancur, Isabella akan kehila

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 37: Bayangan dalam Kegelapan

    Markas Isabella mulai hancur. Ledakan demi ledakan mengguncang pulau itu, membuat tanah bergetar dan api menyala di berbagai sudut. Luca berdiri di tengah kekacauan, memandangi lorong tempat Isabella menghilang. Marco dan Enzo menghampirinya. “Luca, kita harus pergi sekarang! Tempat ini akan meledak dalam beberapa menit!” teriak Marco, suaranya hampir tenggelam oleh deru ledakan. Namun Luca tidak bergerak. “Dia masih di sini. Aku harus menyelesaikan ini.” Enzo memegang bahunya. “Kau tidak bisa mengejar dia sendirian. Kita semua tahu ini jebakan.” Luca menatap Enzo dengan tajam, tapi kemudian mengangguk. “Kalian bawa tim keluar. Aku akan menyusul.” “Tidak, kau tidak bisa—” protes Marco, tapi Luca sudah berlari menuju lorong gelap, meninggalkan mereka. ### **Di Dalam Markas** Luca mengikuti jejak Isabella ke dalam ruangan utama yang tersembunyi di bawah tanah. Ruangan itu luas, penuh dengan peralatan canggih

DMCA.com Protection Status