Kematian Matteo Rosso memberikan dampak yang lebih besar dari yang diantisipasi Luca. Dalam waktu singkat, kota yang selama ini dikuasai oleh keluarga Rosso mulai mengalami perubahan. Anak buah Matteo yang tersisa, yang sebelumnya setia tanpa pertanyaan, kini tercerai-berai tanpa pemimpin yang kuat untuk mengarahkan mereka. Namun, kekosongan kekuasaan yang diciptakan oleh kehancuran keluarga Rosso tidak hanya membawa harapan, tetapi juga ancaman baru.
Di markas keluarga Ombra, Luca memimpin rapat bersama Marco, Enzo, dan beberapa anggota kepercayaannya. Peta besar masih tergantung di dinding, tetapi kini penuh dengan catatan baru—kelompok-kelompok kecil yang mencoba merebut kendali di berbagai sudut kota.“Setelah Rosso jatuh, kita seharusnya memiliki waktu untuk membangun kembali,” kata Marco, yang lengan kirinya kini dibalut perban akibat luka pertempuran di vila Matteo. “Tapi mereka semua ingin mengambil alih. Mereka seperti serigala lapar.”Luca menataGudang senjata keluarga Moretti telah hancur. Ledakan besar itu tidak hanya memusnahkan persediaan senjata Carlo, tetapi juga membuatnya kehilangan kepercayaan dari beberapa anak buahnya. Namun, Carlo Moretti bukan orang yang menyerah begitu saja. Luka di pihaknya justru membuatnya semakin berbahaya. Luca tahu ini bukan waktu untuk berpuas diri. Setelah kemenangan di gudang, ia mengumpulkan seluruh orang kepercayaannya untuk merancang langkah berikutnya. “Kita telah mengguncang Carlo,” kata Luca di hadapan timnya. “Tapi dia masih hidup. Selama dia bernapas, ancaman ini belum berakhir.” Marco, dengan lengan yang masih terbalut perban, angkat bicara. “Kau tahu Carlo. Dia akan membalas dendam. Dan kali ini, dia tidak akan main-main.” “Benar,” kata Luca. “Itulah sebabnya kita harus bergerak sebelum dia sempat merencanakan serangan balik.” Enzo, yang telah membuktikan keberaniannya dalam misi sebelumnya, maju ke depan. “Aku dengar Ca
Kejatuhan Carlo Moretti adalah awal dari fase baru bagi keluarga Ombra, tetapi bukan akhir dari konflik yang melanda kota. Meskipun Luca berhasil mempersatukan sebagian besar kelompok di bawah kepemimpinannya, ada beberapa pihak yang merasa tidak puas dengan pendekatan barunya. Beberapa pemimpin kecil, yang selama ini menikmati kebebasan berbuat semaunya, merasa bahwa aturan ketat Luca adalah ancaman bagi cara hidup mereka.Di antara mereka adalah Angelo Vito, seorang mantan letnan keluarga Rosso yang berhasil melarikan diri selama perang melawan Carlo. Angelo telah membangun aliansi baru di pinggiran kota, merekrut para pemberontak dan penjahat kecil yang tidak ingin tunduk pada kekuasaan Luca. Dalam waktu singkat, kelompoknya mulai menguasai beberapa wilayah kecil, menantang kekuasaan keluarga Ombra.**### Rapat DaruratDi markas besar keluarga Ombra, Luca mengadakan pertemuan dengan Marco, Enzo, dan beberapa penasihatnya. Di atas meja besar, s
Dengan Angelo Vito yang kini mendekam di penjara, keluarga Ombra telah mengamankan posisi mereka sebagai kekuatan utama di kota. Namun, Luca tidak membiarkan kemenangan ini membuatnya lengah. Ia tahu bahwa meskipun ancaman dari luar telah berkurang, musuh dari dalam masih bisa muncul kapan saja.Malam itu, Luca memanggil semua orang kepercayaannya untuk berkumpul di ruang pertemuan besar di markas mereka. Di atas meja, sebuah peta kota terbentang, dengan tanda-tanda wilayah yang kini berada di bawah kendali mereka.“Kita telah mencapai sesuatu yang luar biasa,” kata Luca, memulai pembicaraannya. “Tapi ini bukan akhir. Kota ini telah menderita terlalu lama di bawah kekuasaan mafia yang kejam dan korupsi. Aku ingin lebih dari sekadar kekuasaan. Aku ingin perubahan nyata.”Marco, yang duduk di sebelah Luca, mengangguk. “Kita punya kesempatan untuk membangun sesuatu yang berbeda. Tapi tidak semua orang akan setuju dengan caramu memimpin.”“Itulah seba
Meskipun ancaman Franco telah berhasil ditangani, Luca tahu bahwa perlawanan dari dalam hanya bagian kecil dari masalah yang akan dihadapinya. Di luar sana, bayangan yang lebih gelap sedang berkumpul—kelompok-kelompok kecil yang dulu bersekutu dengan Carlo Moretti kini mulai bangkit kembali, mencoba merebut bagian mereka dari kekuasaan yang telah direbut oleh keluarga Ombra.Malam itu, di sebuah gudang yang terletak jauh di pinggir kota, sekelompok orang berkumpul. Mereka adalah para loyalis Carlo yang selamat dari perang sebelumnya, dipimpin oleh seorang pria bernama Viktor Russo. Viktor adalah orang kepercayaan Carlo, yang berhasil melarikan diri saat Luca menghancurkan jaringan Moretti. Sekarang, ia kembali untuk mengklaim apa yang menurutnya adalah haknya.“Keluarga Ombra telah melemah,” kata Viktor kepada orang-orangnya. “Luca ingin bermain sebagai pahlawan, tapi dunia ini tidak punya tempat untuk orang seperti dia. Kita akan merebut kembali kota ini, sedikit
Setelah Viktor Russo tumbang dan ancaman penyelundup internasional berhasil ditekan, kota perlahan kembali tenang. Namun, Luca tahu bahwa kemenangan ini hanyalah permulaan dari perjalanan panjang yang harus ia tempuh. Keluarga Ombra kini berdiri di puncak kekuasaan, tetapi tanggung jawab yang menyertainya lebih besar daripada sebelumnya. Kemenangan atas Viktor Russo membawa perasaan lega bagi keluarga Ombra, tetapi Luca tahu bahwa kemenangan ini hanyalah awal dari tantangan yang lebih besar. Di balik ketenangan yang tampak, ada banyak hal yang perlu dibenahi. Kota mungkin telah berada di bawah kendali mereka, tetapi luka-luka yang ditinggalkan oleh konflik panjang masih membekas dalam kehidupan masyarakat. Luca berjalan keluar dari markas, merasakan angin malam yang dingin menerpa wajahnya. Di kejauhan, kota tampak seperti kanvas cahaya, dengan lampu-lampu jalan yang berkelap-kelip di antara bayangan gelap gedung-gedung tinggi. Namun, di balik keindahan itu, Lu
Luca duduk di ruang pertemuan utama markas besar keluarga Ombra, dikelilingi oleh orang-orang kepercayaannya. Cahaya lampu gantung yang besar menyinari ruangan, menciptakan suasana tegang. Marco duduk di sebelah kanan Luca, sementara Enzo dan beberapa pemimpin tim lainnya berada di seberangnya. Di meja panjang yang berkilau itu, rencana besar Luca untuk merombak keluarga Ombra mulai dibahas. “Kita tidak bisa terus bergantung pada bisnis lama,” Luca membuka pertemuan itu dengan tegas. “Kalau kita hanya bertahan dengan cara-cara lama, kita akan hancur, entah oleh musuh, hukum, atau waktu. Keluarga Ombra harus berkembang menjadi sesuatu yang lebih baik.” Enzo, yang biasanya pendiam, kali ini angkat bicara. “Kau berbicara tentang perubahan besar, Luca. Tapi bagaimana kau yakin bahwa orang-orang kita siap untuk itu? Mereka sudah terlalu lama hidup dari bisnis gelap. Beberapa bahkan bergantung sepenuhnya pada penghasilan dari pekerjaan ini.” Luca menganggu
Pagi itu, langit di kota tampak kelabu, seolah-olah turut merasakan ketegangan yang menggantung di udara. Sisa-sisa kebakaran pusat pelatihan masih mengepulkan asap tipis, menjadi pengingat bisu akan tantangan yang sedang dihadapi Luca dan keluarga Ombra. Namun, alih-alih gentar, Luca melihat kejadian ini sebagai ujian bagi komitmennya terhadap perubahan yang dia canangkan. Di ruang rapat markas besar keluarga Ombra, suasana lebih tegang dari biasanya. Semua orang duduk dengan ekspresi serius. Marco, Enzo, dan Antonio hadir, bersama beberapa anggota senior lainnya. Peta kota terbentang di atas meja, dengan titik-titik merah menandai lokasi-lokasi strategis yang sedang dikembangkan oleh keluarga Ombra. “Kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi,” kata Enzo, membuka diskusi. “Kalau kita biarkan mereka menyerang proyek kita tanpa balasan, mereka akan menganggap kita lemah.” Marco mengangguk setuju. “Benar. Kita harus memberikan pesan yang jelas bahwa
Pagi itu, suara ketukan di pintu besar markas keluarga Ombra membangunkan Luca lebih awal dari biasanya. Marco, yang sedang berjaga, membukakan pintu dan terkejut melihat sosok yang berdiri di sana: Vittorio Moretti, putra dari Carlo Moretti, musuh lama keluarga Ombra. Wajah Vittorio tampak lelah, dengan lingkaran hitam di bawah matanya, namun sorot matanya tetap tajam.“Vittorio,” kata Marco dengan nada curiga. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Aku datang dengan niat damai,” jawab Vittorio. “Aku ingin bicara dengan Luca.” Mendengar percakapan itu, Luca keluar dari ruangannya dan mendekati pintu. Dia menatap Vittorio sejenak, mencoba membaca maksud di balik kunjungan mendadaknya. “Masuk,” kata Luca akhirnya. “Kita bicara di dalam.” **Pertemuan di Tengah Ketegangan** Vittorio duduk di ruang pertemuan kecil, ditemani Luca dan Marco. Suasana ruangan terasa berat, penuh dengan ketegangan yang belum terucapkan. “Ak
Berlin menjadi saksi bisu ketegangan yang tak terlihat di balik gemerlapnya lampu-lampu kota. Setelah berhasil menyusup ke markas Bayangan Kedua, Luca, Elena, dan Marco tahu mereka tidak bisa berlama-lama di kota ini. Informasi yang mereka bawa terlalu penting untuk disimpan terlalu lama tanpa tindakan. Namun, pergerakan mereka kini diikuti, dan waktu untuk bersembunyi sudah hampir habis. Di apartemen kecil yang mereka sewa, Elena memimpin analisis mendalam terhadap data yang mereka curi. Peta digital, pesan-pesan terenkripsi, dan dokumen keuangan menjadi bahan utama mereka. Semua bukti itu menunjukkan bahwa Bayangan Kedua sedang mempersiapkan sebuah operasi besar, yang disebut “Proyek Valhalla.” “Elena, apa sebenarnya proyek ini?” tanya Marco, duduk di sofa dengan pistol di pangkuannya. Elena mengerutkan kening sambil mengetik cepat di laptopnya. “Proyek Valhalla tampaknya adalah serangkaian serangan terkoordinasi di berbagai negara. Mereka menarget
Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju s
Suara kendaraan yang mendekat membuat suasana di pondok semakin tegang. Marco berdiri di ambang pintu, mencoba mengintip dari celah kecil. Di kejauhan, lampu sorot kendaraan terlihat menembus kegelapan hutan. “Mereka sudah sampai,” bisik Marco. Elena segera mengambil posisi di samping jendela, senjata di tangan. Luca memeriksa Krylov yang tetap terikat di kursinya, wajahnya masih dengan senyuman mengejek. “Apakah kau memberitahu mereka lokasimu?” tanya Luca dingin. Krylov mengangkat bahu. “Mungkin saja. Kau tahu, Bayangan Kedua punya cara mereka sendiri.” “Bungkam dia,” kata Elena tajam. Luca memutuskan untuk menyumpal mulut Krylov dengan kain, memastikan dia tidak bisa berteriak atau memberi isyarat apa pun. “Marco, berapa banyak?” tanya Luca sambil memeriksa senjatanya. “Dua mobil, setidaknya delapan orang,” jawab Marco sambil melangkah mundur dari pintu.
Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju sebuah hostel sederha
Setelah perjalanan panjang, Luca, Elena, dan Marco akhirnya tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan, tempat perlindungan yang sebelumnya mereka gunakan sebagai markas darurat. Pondok itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai lapuk dan jendela kecil yang hampir tidak memberikan cahaya. Namun, di dalamnya terdapat persediaan yang cukup untuk bertahan beberapa hari. Krylov, yang tangannya masih terikat, diseret masuk oleh Marco. Pria itu tetap tersenyum seperti biasanya, meskipun keadaannya sekarang jauh dari menyenangkan. “Tempat ini cukup terpencil. Kita aman untuk sementara,” kata Marco sambil mengunci pintu belakang. “Kita harus bergerak cepat,” ujar Elena sambil memeriksa senjatanya. “Bayangan Kedua tidak akan menyerah sampai mereka mendapatkan Krylov kembali.” Luca mengangguk setuju. “Kita harus memanfaatkan waktu ini untuk menggali informasi sebanyak mungkin darinya.” ### **Interogasi Dimulai** Krylov didu
Kendaraan melaju kencang melewati jalan-jalan sepi di luar Praha. Di dalamnya, suasana penuh ketegangan. Luca duduk di kursi depan, tangannya erat menggenggam setir. Di belakang, Elena dan Marco duduk berjaga dengan senjata di tangan, sementara Krylov yang terborgol tersenyum sinis, seolah tidak gentar sedikit pun meski dia sudah menjadi tawanan mereka. “Kita ke mana sekarang?” tanya Elena, memecah keheningan. “Markas sementara di luar kota,” jawab Luca sambil tetap fokus pada jalan. “Kita tidak bisa menuju pangkalan utama. Mereka mungkin sudah memantau semua jalur ke sana.” Marco menatap Krylov dengan tajam. “Pria ini pasti punya lebih banyak trik. Jangan sampai kita lengah.” Krylov tertawa kecil. “Ah, kalian terlalu berlebihan. Aku hanya seorang pria tua yang kalah dalam pertarungan, bukan?” “Kalah?” Elena mendekatkan wajahnya ke Krylov. “Jangan terlalu percaya diri. Kita sudah menghancurkan sebagian besar jaringanmu. Kau buka
Ketegangan semakin memuncak ketika Luca, Elena, dan Marco tiba di Praha. Kota yang biasanya dikenal karena keindahan arsitektur dan romantisme sungainya kini menjadi medan pertempuran terakhir mereka. Informasi dari Volkov membawa mereka ke sebuah bangunan tua di jantung kota, yang disinyalir sebagai tempat Krylov bersembunyi. "Kita tidak punya banyak waktu," ujar Luca sambil memeriksa senjata di tangannya. "Kalau informasi Volkov benar, Krylov sedang mempersiapkan sesuatu yang besar di sini." Elena menatap layar ponselnya yang menampilkan denah bangunan itu. "Bangunan ini memiliki banyak jalan keluar. Kita harus berhati-hati." Marco, yang sedang memeriksa peralatan mereka, menambahkan, "Aku yakin dia sudah menyiapkan pasukan untuk melindungi dirinya. Kita harus siap untuk kemungkinan terburuk." Luca mengangguk. "Kita selesaikan ini malam ini. Krylov harus dihentikan." ### **Masuk ke Sarang Krylov** Malam itu, mereka
Pagi itu, salju masih turun dengan lebat, menyelimuti pegunungan dengan lapisan putih tebal. Luca, Elena, dan Marco duduk di dalam sebuah pondok kecil yang tersembunyi di antara pepohonan. Pondok itu menjadi tempat perlindungan sementara mereka setelah pelarian semalam yang nyaris merenggut nyawa mereka. Di atas meja kayu yang sederhana, tablet yang berhasil mereka curi dari vila Krylov menjadi pusat perhatian. Data di dalamnya adalah kunci untuk menghancurkan organisasi Bayangan Kedua, tetapi informasinya terlalu banyak untuk dipecahkan dalam semalam. "Kita harus memecahkan ini sekarang," kata Luca sambil menatap layar tablet. "Kalau tidak, mereka akan selangkah lebih maju dari kita." Elena, yang duduk di seberang meja dengan secangkir kopi di tangannya, mengangguk. "Aku setuju, tapi ada terlalu banyak lokasi di sini. Bagaimana kita tahu di mana Krylov sebenarnya berada?" Marco, yang sedang memeriksa senjata mereka, menambahkan, "Kita tid
Angin dingin menerpa wajah Luca saat ia berdiri di atas puncak bukit, mengamati vila megah yang tersembunyi di antara pegunungan Swiss. Dari kejauhan, vila itu terlihat seperti istana kecil dengan dinding putih bersih yang bersinar di bawah cahaya bulan. Namun, Luca tahu bahwa di balik keindahannya tersembunyi ancaman yang mematikan. "Penjagaan ketat," gumam Marco di sebelahnya, matanya memperhatikan setiap gerakan di sekitar vila melalui teropong. "Ada patroli setiap lima menit, dan aku bisa melihat kamera di hampir setiap sudut." "Ini seperti benteng," tambah Elena, yang berdiri sedikit di belakang mereka. Dia memeluk tubuhnya untuk melawan dingin, meskipun fokusnya tetap pada rencana mereka. Luca mengangguk. "Krylov tidak akan membuat ini mudah. Tapi kita sudah sampai sejauh ini, dan kita tidak akan mundur." Elena menghela napas panjang. "Rencana kita?" "Kita harus menyusup ke dalam vila tanpa terdeteksi," jawab Luca. "Jika k