Langit sore di Buitenzorg memerah, seolah menggambarkan ketegangan yang menguap di udara. Rendy melangkah keluar dari Paradise Hill, menyusuri jalan berbatu yang dihiasi pepohonan rindang. Angin membawa aroma tanah yang kering dan asap kendaraan dari kejauhan, mengingatkan pada kota yang tak pernah berhenti bergerak.Rendy tak membawa apa-apa selain jam saku tua yang kini tergantung di saku dadanya, berayun perlahan mengikuti langkahnya. Ia tahu, langkah ini membawa dirinya kembali ke medan yang tak pernah ia ingin tempuh lagi. Dunia bayangan yang penuh tipu muslihat, darah, dan janji yang tak pernah ditepati.Ia masih penasaran dengan jam saku tua yang dikirimkan oleh seseorang kepada dirinya, yang kemungkinan bisa mengungkap masa kecilnya yang terlupakan.Sesampainya di pinggiran kota, ia mendapati sebuah mobil hitam mengilap menunggunya. Sopirnya, seorang pria berwajah tirus dengan setelan serba hitam, membungkuk hormat begitu melihat Rendy. “Selamat datang kembali, Tuan Naga Perang
Langit di Khatulistiwa tampak kelam, meski matahari berada di puncak siangnya. Aura mencekam menyelimuti kota Kartanesia saat kabar tentang kejatuhan The Wise Immortal menyebar. Bukan kemenangan yang dirayakan, tetapi ketakutan yang tumbuh. Organisasi bayangan seperti The Infinity tidak melemah karena kehilangan seorang pemimpin—sebaliknya, musuh-musuh baru mulai bermunculan, membawa ancaman yang lebih nyata.Di sebuah lorong gelap, Rendy Wang berdiri tegak meski napasnya berat. Pedang di tangannya berlumur darah, bekas pertempuran melawan Reysha yang baru saja usai. Sebelum ia sempat menarik napas lega, suara langkah kaki yang berat dan mantap bergema, seolah menantang keberaniannya.Dari balik bayang-bayang lorong, seorang pria bertubuh besar muncul. Bekas luka yang memanjang dari dahi ke pipinya menambah kesan mengintimidasi pada wajahnya. Matanya menyala dengan gairah bertarung yang tak tertahankan. Khan. Nama yang terlalu dikenal oleh Rendy—musuh lama yang ia kira telah dikalahka
Pertempuran pecah seketika. Kilatan pedang, rantai yang berayun, dan ledakan energi memenuhi lorong yang sempit. Rendy, Jessy, Dion, dan Rey bertarung dengan koordinasi yang sempurna, melawan musuh lama dan baru yang mengerahkan seluruh kekuatan mereka.Namun, di tengah pertempuran sengit itu, Rendy merasakan sesuatu yang aneh. Seolah-olah ini semua hanyalah pembuka untuk sesuatu yang lebih besar. Di suatu tempat, dia tahu bahwa musuh sejati mereka, pemimpin sebenarnya dari The Infinity, sedang mengawasi mereka dari balik layar, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.Lorong sempit tempat pertempuran berlangsung kini dipenuhi dentingan logam, ledakan energi, dan jeritan kemarahan. Jessy Liu melesat di antara musuh-musuh mereka, gerakannya secepat bayangan. Ilmu Meringankan Tubuh yang ia kuasai membuatnya hampir mustahil disentuh, bahkan oleh The Triplets of Havoc.“Rendy, fokus pada Khan!” teriak Jessy, menghindari belati yang dilemparkan salah satu Triplets. “Aku akan mengurus yang
Beberapa bulan setelah kekalahan The Infinity, dunia kembali tenang—setidaknya di permukaan. Rendy Wang menjalani hari-hari sibuknya di Kartanesia, memimpin Wang Industries menuju era baru pertumbuhan dan inovasi. Untuk sementara tidak ada lagi gangguan dari musuh-musuh lamanya maupun munculnya musuh baru yang menganggu hidupnya.Namun, di balik kedamaian tersebut, ia merasakan tanda-tanda bahwa ancaman baru tengah muncul, lebih licik dan mungkin lebih kuat dari sebelumnya.***Suatu malam, Rendy menerima pesan rahasia yang diantar secara langsung oleh kurir berpakaian serba hitam. Surat itu berisi kode yang sulit dipahami, menggunakan bahasa kuno yang hanya diketahui segelintir orang. Setelah memeriksa kode itu bersama Katrin dan Ryu Ten, mereka menyadari bahwa pesan tersebut berasal dari suatu kelompok baru yang menyebut diri mereka sebagai Serikat Hantu Malam—kelompok yang konon lebih kuat dan misterius daripada The Infinity."Serikat ini dikabarkan bergerak di seluruh dunia tanpa
Beberapa minggu setelah pertempuran di kuil tua...Suasana di Kartanesia kembali dipenuhi kesibukan, namun bayang-bayang ancaman Serikat Hantu Malam terus menghantui pikiran Rendy Wang. Meskipun Relik Kehancuran berhasil diamankan, firasat buruk tidak pernah meninggalkannya.Sebuah serikat yang besar tidak akan tinggal diam setelah kematian pemimpin mereka. Serikat seperti itu bisa dengan mudahnya mengganti pemimpin mereka dengan cepat agar tidak terjadi kekosongan pemimpin yang bisa membuat Serikat Hantu malam menjadi lemah.Rendy memutuskan untuk menuntaskan perlawanan terhadap Serikat Hantu Malam agar serikat ini tidak lagi mengacau di dunia terutama di Khatulistiwa. Membiarkan serikat ini bangkit kembali hanya akan membuat mereka sulit lagi meraih kemenangan seperti sebelumnya. Untuk itu, sekali lagi ia harus minta bantuan Klan Naga Sakti yng telah menunjukkan kehebatannya.Di markas Klan Naga Sakti, sebuah rapat darurat berlangsung. Rendy, Katrin, Ryu Ten, Jessy, dan Tian Wu berk
Pertempuran pun dimulai. Gao Fen menunjukkan kekuatan luar biasa dengan memanipulasi elemen udara, menciptakan pusaran angin dan ledakan yang mematikan. Jessy menggunakan ilmu meringankan tubuhnya untuk menyerang dengan cepat, sementara Ryu Ten melawan dengan teknik bela diri langit.Namun, semakin lama mereka bertarung, semakin jelas bahwa Gao Fen bukan musuh biasa. Jessy dan Ryu Ten berjuang mati-matian untuk menahan serangannya, sementara komunikasi mereka dengan markas terputus akibat gangguan misterius.“Waktumu habis,” kata Gao Fen dengan senyum licik. “Kematianmu akan menjadi peringatan bagi Rendy Wang.”Di tengah kekacauan itu, suara ledakan lain terdengar. Dari balik asap muncul Rendy, membawa senjata unik yang bersinar dengan energi kuno. “Maaf mengecewakanmu, Gao Fen, tapi aku tidak suka ancaman.”Pertarungan kini semakin sengit, dengan Rendy bergabung untuk melawan Gao Fen. Ketiga pejuang itu bekerja sama, menggunakan taktik dan kekuatan mereka untuk menandingi kekuatan Se
Beberapa hari setelah kekalahan Gao Fen, Jessy mulai menyelidiki sisa-sisa kristal yang dihancurkan di sabuk Gao Fen. Dalam laboratorium teknologi tinggi milik Wang Industries, Jessy bersama tim risetnya menemukan bahwa kristal tersebut mengandung unsur asing yang tidak ditemukan di bumi. Lebih mengejutkan lagi, kristal itu menunjukkan kemampuan untuk menyimpan energi dalam jumlah besar, seperti reaktor mini, namun dengan jejak gelombang energi yang mirip sihir kuno.“Ini lebih dari sekadar teknologi,” ujar Jessy, menunjukkan hasil analisis kepada Rendy. “Kristal ini seolah-olah diciptakan dengan pengetahuan yang melampaui apa yang bisa kita pahami. Jika Serikat Hantu Malam memiliki lebih banyak kristal seperti ini, mereka bisa menciptakan senjata pemusnah masal yang tak terdeteksi.”Rendy mengerutkan kening. “Ini berarti mereka bisa menyerang dari jarak jauh tanpa kita sadari. Kita harus mencari tahu siapa yang menciptakan kristal ini dan dari mana asalnya.”Untuk mendapatkan jawaban
“Kami di sini untuk menghentikan rencana kalian!” balas Rendy dengan tegas.Sosok itu tertawa kecil. “Kalian tidak tahu apa yang kalian hadapi. Serikat Hantu Malam jauh lebih besar dari yang kalian bayangkan. Kota ini hanya salah satu dari banyak pijakan kami di dunia.”Setelah pertarungan yang sengit, Rendy berhasil melukai Mata Bayangan, memaksanya mundur. Namun, sebelum pergi, ia meninggalkan pesan yang mengerikan:“Kalian mungkin telah mengusik sarang kecil kami, tapi inti dari rencana kami sudah berjalan. Dunia ini akan segera berubah, dan tidak ada yang bisa menghentikan kami.”Saat mereka mengejar Mata Bayangan, seluruh kota mulai runtuh, memaksa mereka untuk melarikan diri. Dengan hanya membawa sedikit informasi dari sistem kota, mereka kembali ke Kartanesia dengan kesadaran bahwa ancaman yang mereka hadapi jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.Kembali ke markas Klan Naga Sakti, mereka menganalisis data yang berhasil diselamatkan. Data tersebut mengungkapkan bahwa Serik
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind
Tanpa ragu, Rendy Wang melangkah maju, tubuhnya masih berlumuran debu pertempuran. Portal dimensi di hadapannya berputar liar, cahaya biru kehijauan berpendar seperti ombak liar. Setelah mengalahkan Zhang Wei dan menyelamatkan Negeri Langit dari kehancuran, ia tahu ini adalah satu-satunya jalan pulang. Dengan satu tarikan napas, ia melangkah masuk.Saat portal menutup di belakangnya, kegelapan langsung menyergap. Kesadarannya menghilang.Ketika membuka mata, aroma kayu tua dan udara dingin menyeruak ke hidungnya. Dia mengenali tempat ini—kamar sempit di rumah Keluarga Huang, Paradise Hill, Kota Buitenzorg. Dinding-dinding kayu masih sama, catnya mengelupas di beberapa tempat, dan kasur tipis di bawahnya berderit saat ia bangkit."Sepertinya kamar ini memang gerbang antar dimensi," gumamnya. "Setiap kali kembali ke Khatulistiwa, selalu melalui tempat ini."Sebelum sempat berpikir lebih jauh, suara nyaring menusuk telinganya."Untuk apa lagi pengangguran itu pulang ke rumah?" suara cemp