Luke tampak gelisah duduk di restoran hotel tempat dia menginap saat ini. Berkali-kali dia melihat ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya sambil sesekali menengok ke arah pintu masuk hotel. "Mengapa dia belum juga datang?" gumamnya tidak sabar.Luke telah mengirimkan chat ke ponsel Ara dan menyertakan alamat hotel tempatnya menginap dengan harapan Ara mau datang menemuinya.Bukankah Ara sebelumnya telah berjanji akan menemuinya? 'Apakah masalahnya dengan pria brengsek itu masih belum selesai?' tanya Luke dalam hati.Dia mengerutkan kening, mengira-ngira bagaimana Ara akan menghadapi suaminya tersebut.Jika sikap suaminya masih seperti dulu, Luke yakin Ara pasti akan menolaknya. Namun, setelah Luke melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sikap Wei kepada Ara, Luke mulai gelisah dan khawatir Ara akan berubah pikiran. Sepertinya apa yang Paul katakan memang benar. Pria itu sebenarnya mencintai Ara. Mungkin sebelumnya pria itu tidak sadar akan perasaannya sendiri
Paul hanya mengerutkan bibir dan alisnya ketika mendengar pertanyaan Ara.Dia mengetahui sesuatu yang Ara tidak ketahui tentang Luke. Namun, tidak mungkin Paul akan memberitahukan kepada Ara apa yang dia ketahui saat ini."Aku tidak bisa memberitahumu apa yang aku ketahui tapi percayalah, suamimu jauh lebih baik daripada Luke. Jika kita tidak menilai seseorang hanya berdasarkan materi atau penampilan, kita pasti akan lebih memilih Wei daripada Luke," kata Paul serius. Ara mengerutkan kening mendengar kata-kata papa angkatnya. Sementara itu di Indonesia, baik Wei maupun Luke sama sekali tidak menyadari kalau Ara telah kembali ke Prancis.Luke sibuk berhubungan dengan Max dan Clara untuk menjatuhkan Wei, sementara Wei sendiri sibuk memikirkan cara yang tepat untuk segera memecat Clara."Mengapa kamu melamun?" tanya Wuzini ketika melihat Wei sedang duduk bertopang dagu di meja makan."Papa ....""Apakah ada sesuatu yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Wuzini sambil duduk di dekat anak
Wei menggelengkan kepalanya menepis pemikiran kalau Ara saat ini sedang bersama Luke.'Tidak, dia bukan wanita seperti itu!' batin Wei lagi yakin."Mungkin Ara saat ini sedang lari pagi, Ma," kata Wei teringat kebiasaan istrinya setiap pagi." ... atau mungkin dia saat ini sedang belanja," kata Wuzini menimpali kata-kata putranya."Masih banyak waktu untuk bertemu dengannya, sebaiknya kita pulang saja dulu," saran Wei kepada kedua orang tuanya."Baiklah, nanti agak siangan Mama akan datang ke sini lagi," kata Nina sambil menatap pintu rumah Ara yang tertutup rapat. Dia harus bertemu dan berbicara dari hati ke hati dengan menantunya. Nina ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada rumah tangga Ara dan Wei. Selama ini dia hanya mendengarkan laporan dari kepala pelayan yang juga tidak mengetahui penyebab Wei mengabaikan Ara hingga menantunya itu memutuskan untuk menyerah.Siang harinya, saat anak dan suaminya telah berangkat kerja, Nina kembali datang ke rumah Ara. Namun, tidak sediki
Beberapa bulan kemudian ....Ara kembali ke Indonesia karena proyek kerjasama dengan perusahaan Wei sudah mulai berjalan.Dia datang ke kantor Wei dan terkejut ketika melihat Clara masih ada di kursinya.'Aneh sekali, bukankah wanita ini harusnya sudah di pecat?' batin Ara sambil menatap Clara bingung. 'Mengapa Wei masih belum memecat sekretarisnya ini?' batin Ara lagi sambil terus menatap Clara.Clara hanya tersenyum sinis menatap Ara dan membalas tatapannya tanpa gentar sedikitpun.Setelah tahu Lanara adalah Ara, Clara merasa seperti kembali bertemu dengan musuh bebuyutannya. Dia tidak lagi ingin basa basi di depan Ara, wanita yang telah membuat Wei menjadi bersikap kasar dan dingin kepada dirinya karena kematian palsunya.Clara bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Ara sambil menyilangkan tangan di depan dadanya."Nona Lanara ... oh salah. Benarnya adalah nona Ara," kata Clara sambil tersenyum mengejek.Ara mengerutkan bibirnya. Apakah wanita di hadapannya ini sudah menget
Dengan wajah cemberut, Wei kembali menjalankan mobilnya menuju lokasi proyek.Berkali-kali dia menghela napas panjang untuk menghilangkan rasa sesak di dalam dadanya sambil sesekali melirik ke arah Ara. Wei benar-benar kecewa melihat sikap Ara yang sama sekali tidak mau mengerti akan posisinya di perusahaan.Tidak lama kemudian ...."Kita sudah sampai, ayo turun," kata Wei sambil mematikan mesin dan membuka pintu mobil.Ara keluar dari mobil dan mengamati sekeliling lokasi proyek yang masih berupa tanah lapang. Ada beberapa peralatan berat dan pekerja yang sedang bersiap untuk mulai bekerja.Ini benar-benar masih tahap awal. Sebenarnya tidak ada yang bisa dilihat di sini. Paling Ara hanya bisa mengecek alat berat dan pekerja yang akan mengerjakan proyek pembangunan ini.Seorang pria setengah baya berbadan gempal berjalan mendekat ke arah Wei dan Ara."Pak Wei," sapanya sopan.Wei hanya menganggukkan kepala dan menoleh ke arah Ara."Ini pak Herman, dia mandor di sini," kata Wei kepada
Wuzini yang baru sampai di taman dan melihat istrinya tampak kesakitan, segera membawa Nina masuk ke dalam mobil diikuti oleh Wei dan sopir. Mereka menuju rumah sakit."Dimana Ara? Mengapa istrimu membiarkan mamamu sendirian di taman?" tanya Wuzini tidak habis pikir.Bukankah sebelumnya istrinya sedang berbincang dengan menantunya itu di taman?"Aku tidak tahu pa," kata Wei sama bingungnya dengan Wuzini. "Aku akan meneleponnya," kata Wei sambil mengambil ponsel dari saku bajunya."Halo," sapa Ara dengan suara seraknya.Dia sudah hampir terlelap ketika ponselnya terus berdering."Ara! Dimana kamu? Mengapa Mama penyakit jantungnya kumat?" tanya Wei tanpa basa-basi."A-aku di rumah, apa yang terjadi? Mengapa penyakit jantung Mama kumat?" tanya Ara bingung.Wei terdiam. Dia menatap papanya. Kedua pria itu menyimpulkan serangan jantung Nina kali ini tidak ada kaitannya dengan Ara."Aku juga tidak tahu apa yang menyebabkan Mama terkena serangan jantung lagi setelah sekian lama ....""Lalu
Di luar kamar rawat Nina ....Wei yang awalnya ingin masuk mengurungkan niatnya ketika mendengar kata-kata mamanya. Dia menghela napas panjang, mendengar kata-kata mamanya kepada Ara. Sepertinya lagi-lagi dirinya tidak bisa terlepas dari campur tangan mamanya di dalam kehidupan ini.Walau dia tidak ingin mamanya ikut campur, tapi kalau itu bisa membuat Ara yakin dan kembali kepadanya, Wei tidak akan keberatan."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ara terkejut.Dia baru saja membuka pintu dan keluar dari kamar rawat Nina."Tidak ada," sahut Wei salah tingkah."Kamu menguping?" tanya Ara curiga."Tidak! Awalnya aku ingin masuk kedalam, aku tidak berniat menguping pembicaraan kalian, tapi tanpa sengaja pembicaraan itu terdengar olehku," jelas Wei berusaha untuk tetap terlihat tenang.Dia merasa tidak enak dituduh sedang menguping oleh Ara. Wei merasa harga dirinya terusik. Predikat penguping bukanlah hal yang baik dan tidak patut untuk dibanggakan, jadi Wei tidak bisa menerima begitu
"Sial!" maki Paul setelah Stefani dan Thomas keluar dari ruang kantornya.Dia bukan anak yang tidak berbakti kepada orang tua. Sebagian hidupnya telah dipergunakan untuk menuruti semua kemauan mamanya. Tapi kali ini, walaupun merasa tidak enak, Paul tidak bisa mengabulkan keinginan mamanya. Paul tidak mau mengambil resiko mempercayai orang yang salah dan memasukannya ke dalam bisnis yang telah dibangunnya dengan susah payah.Sementara itu, di dalam mobil, Thomas dan Stefani pulang ke rumah dalam diam. Tidak ada satupun dari mereka yang memiliki mood untuk memulai percakapan."Nek, kita sudah sampai di depan rumah Nenek." Thomas mengingatkan kepada Stefani ketika mobil telah sampai di pelataran parkir rumahnya."Apakah kamu tidak ingin mampir dulu ke rumah Nenek?""Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan, Nek," kata Thomas mencoba berkelit.Setelah tahu Stefani tidak banyak berguna baginya, Thomas tidak lagi terlalu antusias untuk mendekatinya.Selama ini Thomas mendekati n
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar