Clara tampak tersenyum menatap ke arah Eva yang salah mengira dirinya sebagai Ara."Aku bukan Ara, aku Clara, Tante," kata Clara ramah."Oh ... maaf, kamu mirip sekali dengan putriku," kata Eva masih tidak percaya ada gadis lain yang wajahnya sangat mirip dengan anaknya.Clara mengerutkan bibirnya menahan senyum. Ternyata wanita di depannya adalah mertua Wei. Tiba-tiba ada sebuah ide tercetus di dalam benaknya."Ada banyak orang yang mengira aku adalah Ara, istri tuan Wei ... tapi aku hanya tahu kalau namaku adalah Clara sebagaimana yang dikatakan oleh orang yang merawat ku selama ini," kata Clara sambil melirik ke arah Wei yang saat ini sedang mendekati Lanara di pintu masuk."Oh ... mengapa seperti itu? Apakah kamu pernah mengalami sebuah kecelakaan?" tanya Eva semangat.Dia berharap jawaban Clara adalah iya. Jika gadis ini mengatakan iya maka kemungkinan gadis ini adalah Ara -putrinya- semakin jelas."Aku tidak ingat," jawab Clara sambil menyesap minumannya."Apakah kamu mengalami
Awalnya Arga tidak terlalu memperhatikan sekertaris Wei ini dan menganggap kesamaan wajahnya hanyalah sebuah kebetulan.Namun, semakin lama dia mengamati, wanita ini semakin terlihat sangat mencurigakan. Arga curiga wanita yang mirip adiknya itu bukanlah wanita sederhana.Akhirnya Arga memutuskan untuk kembali menyelidiki siapa sebenarnya Clara, sekertaris baru adik iparnya itu."Jangan keras-keras," kata Clara sambil melirik ke kanan dan ke kiri khawatir ada yang mendengar kata-kata Arga."Kenapa? Apakah kamu takut kalau topengmu ini akan terbuka?" tanya Arga sinis. "Jika kamu takut hentikan aksimu ini, aku tidak akan tinggal diam jika kamu berani memakai wajah adikku untuk melakukan hal yang tidak baik!" ancam Arga sambil memelototi Clara."Arga ... apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Eva yang entah kapan sudah berdiri di belakangnya.Dia tidak mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh putranya dengan wanita yang ada di depannya. Tapi Eva bisa merasakan kalau saat ini putranya it
Luke terdiam. "Apakah dia menyakitimu?" tanya Luke cemberut."Tidak, dia hanya ingin aku menerimanya kembali.""Kalau begitu jangan terima!" kata Luke tegas."Tapi dia memang masih suamiku, Luke. Papa juga sudah tahu tentang masalah ini.""Bukankah kalian sudah bercerai?" tanya Luke heran.Sebelumnya Ara pernah bercerita kepadanya kalau dia dan suaminya sudah bercerai karena Ara ingin mengalah dan membiarkan pria itu bahagia dengan wanita pilihannya."Aku sudah menandatangani surat perceraian. Namun, aku sendiri juga tidak pernah menyangka kalau Wei tidak ingin bercerai. Dia merobek surat itu," kata Ara tidak berdaya.Sampai saat ini Ara masih tidak tahu apa yang menyebabkan suaminya menolak untuk bercerai. Anehnya lagi sampai sekarang, Ara masih belum mendengar kabar tentang Rina, mantan sekertaris pribadi sekaligus kekasih suaminya itu.Wanita itu seperti hilang ditelan bumi. Selama Ara berada di Indonesia, tidak sekalipun dia pernah melihat sosok Rina."Bukankah dia memiliki kekas
Max terlihat mengerutkan bibirnya mendengar kata-kata Luke saat ini."Baik, Tuan," kata Max pada akhirnya.Dia benar-benar menyesal telah bekerja sama dengan orang seperti Luke. Benar-benar tidak ada kebebasan. Semua harus pria ini yang mengatur. Dirinya dan Clara tidak ubahnya seperti pesuruh.'Ini bukan kerja sama yang sebenarnya ... aku merasa Luke hanya memperlakukan aku dan Clara seperti anak buahnya. Sayangnya aku belum memiliki kekuatan yang cukup untuk melawannya,' batin Max cemberut.Max tahu dengan jelas apa akibatnya kalau dirinya memberontak. Luke pasti tidak akan membiarkannya hidup damai. Pria itu begitu jahat dan pendendam."Pantas ... diusia semuda itu dia bisa memegang kekuasaan yang begitu besar dan kuat," gumam Max sambil mengusap dagunya.Dia merasa dirinya bukanlah apa-apa dan tidak sebanding dengan Luke. Menunggu beberapa tahun lagi, saat Luke seusianya, kemungkinan pria itu akan jauh lebih menakutkan dari sekarang.Max hanya menghela napas. Dia memang harus bany
"Maaf ... maafkan aku, Ara ...."Wei menjatuhkan dirinya kelantai dan berlutut di di depan istrinya."Aku sudah memaafkan mu Wei, bahkan sejak aku meninggalkan rumah itu. Tapi jangan paksa aku untuk kembali denganmu, aku tidak bisa.""Mengapa?" tanya Wei sambil menengadahkan wajahnya menatap Ara."Aku takut ... aku takut hatiku akan kembali sakit dan tidak bisa lagi bangkit seperti sekarang," kata Ara dengan suara tersendat."Ini salahku! Ara ... tolong berikan aku kesempatan satu kali lagi, hanya satu kali saja untuk membuktikan kalau aku benar-benar sangat mencintaimu," kata Wei sungguh-sungguh dengan mata yang memerah.Ara terdiam. Dia mengerutkan alisnya tidak tahu apakah harus menolak atau menerima suaminya kembali."Jangan percaya! Sekali seorang pria menyakitimu dan kamu maafkan, maka dia akan ketagihan untuk melakukan hal yang sama kepadamu kali berikutnya!" kata Luke sambil memasuki rumah Ara dengan menyeret kopernya.Ketika mengetahui Ara tinggal berhadapan dengan Wei, Luke
Luke tampak gelisah duduk di restoran hotel tempat dia menginap saat ini. Berkali-kali dia melihat ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya sambil sesekali menengok ke arah pintu masuk hotel. "Mengapa dia belum juga datang?" gumamnya tidak sabar.Luke telah mengirimkan chat ke ponsel Ara dan menyertakan alamat hotel tempatnya menginap dengan harapan Ara mau datang menemuinya.Bukankah Ara sebelumnya telah berjanji akan menemuinya? 'Apakah masalahnya dengan pria brengsek itu masih belum selesai?' tanya Luke dalam hati.Dia mengerutkan kening, mengira-ngira bagaimana Ara akan menghadapi suaminya tersebut.Jika sikap suaminya masih seperti dulu, Luke yakin Ara pasti akan menolaknya. Namun, setelah Luke melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sikap Wei kepada Ara, Luke mulai gelisah dan khawatir Ara akan berubah pikiran. Sepertinya apa yang Paul katakan memang benar. Pria itu sebenarnya mencintai Ara. Mungkin sebelumnya pria itu tidak sadar akan perasaannya sendiri
Paul hanya mengerutkan bibir dan alisnya ketika mendengar pertanyaan Ara.Dia mengetahui sesuatu yang Ara tidak ketahui tentang Luke. Namun, tidak mungkin Paul akan memberitahukan kepada Ara apa yang dia ketahui saat ini."Aku tidak bisa memberitahumu apa yang aku ketahui tapi percayalah, suamimu jauh lebih baik daripada Luke. Jika kita tidak menilai seseorang hanya berdasarkan materi atau penampilan, kita pasti akan lebih memilih Wei daripada Luke," kata Paul serius. Ara mengerutkan kening mendengar kata-kata papa angkatnya. Sementara itu di Indonesia, baik Wei maupun Luke sama sekali tidak menyadari kalau Ara telah kembali ke Prancis.Luke sibuk berhubungan dengan Max dan Clara untuk menjatuhkan Wei, sementara Wei sendiri sibuk memikirkan cara yang tepat untuk segera memecat Clara."Mengapa kamu melamun?" tanya Wuzini ketika melihat Wei sedang duduk bertopang dagu di meja makan."Papa ....""Apakah ada sesuatu yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Wuzini sambil duduk di dekat anak
Wei menggelengkan kepalanya menepis pemikiran kalau Ara saat ini sedang bersama Luke.'Tidak, dia bukan wanita seperti itu!' batin Wei lagi yakin."Mungkin Ara saat ini sedang lari pagi, Ma," kata Wei teringat kebiasaan istrinya setiap pagi." ... atau mungkin dia saat ini sedang belanja," kata Wuzini menimpali kata-kata putranya."Masih banyak waktu untuk bertemu dengannya, sebaiknya kita pulang saja dulu," saran Wei kepada kedua orang tuanya."Baiklah, nanti agak siangan Mama akan datang ke sini lagi," kata Nina sambil menatap pintu rumah Ara yang tertutup rapat. Dia harus bertemu dan berbicara dari hati ke hati dengan menantunya. Nina ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada rumah tangga Ara dan Wei. Selama ini dia hanya mendengarkan laporan dari kepala pelayan yang juga tidak mengetahui penyebab Wei mengabaikan Ara hingga menantunya itu memutuskan untuk menyerah.Siang harinya, saat anak dan suaminya telah berangkat kerja, Nina kembali datang ke rumah Ara. Namun, tidak sediki
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar