"Lagi pula, maksud kedatangan Thomas ke Indonesia dan keinginannya terlibat di dalam proyek itu, aku yakin bukanlah hal yang benar-benar baik!" kata Paul lagi membuat Luke semakin bingung."Mengapa kamu berkata seperti itu? Bukankah dia keponakanmu?" tanya Luke tidak mengerti."Aku tahu Thomas akan menyakiti Ara justru karena dia itu keponakanku!"Paul lalu menceritakan kepada Luke bagaimana Lanara yang asli berkali-kali hampir di bunuh dan dicelakai oleh Thomas dan Juwita sejak putrinya itu masih kecil. Itu sebabnya Hanna melarang Lanara menginap di rumah neneknya karena takut Lanara akan bertemu dengan kedua orang itu tanpa pengawasan Paul dan Hanna. Mendengar cerita Paul, Luke menggebrak meja."Mengapa baru sekarang kamu ceritakan?" tanya Luke tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya."Itu karena aku tidak menyangka Thomas akan berani meminta bantuanmu untuk bisa ikut terlibat dengan proyek di Indonesia. Aku sudah menolaknya berkali-kali, agar dia jangan sampai mengganggu Ara, tap
Wei yang telah menerima kabar dari Luke langsung cemberut melihat istrinya datang ke perusahaan diikuti oleh Thomas."Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Wei sambil menatap tajam ke arah Thomas."Aku ingin ikut meninjau proyek milik pamanku yang bekerjasama dengan perusahaanmu," kata Thomas tanpa rasa takut."Aku akan menelepon Paul," kata Wei sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya."Dia mewakili Luke, papaku tidak tahu dia datang ke sini," kata Ara cepat."Oh?" Wei mengangkat sebelah alisnya heran. Bukankah Luke telah menyerahkan semua sahamnya di perusahaan ini kepada Ara? Mengapa sekarang dia mengirim orang lain lagi? Lalu apa juga maksudnya mengingatkan dirinya untuk berhati-hati dan menjauhkan Thomas dari Ara kalau ternyata Luke sendiri yang merekomendasikan pria ini?"Sepupuku benar, aku mendapatkan rekomendasi dari Luke atas persetujuan Ara juga, itu sebabnya aku bisa ikut bergabung dalam proyek kerjasama itu, pamanku tidak tahu apa-apa tentang keterlibatanku di proyek ini,
Di Prancis ....Setelah mendapatkan penolakan dari Wei, Thomas memutuskan untuk pulang ke Prancis dan mengadu kepada Stefani.Cerita Thomas membuat wajah Stefani cemberut. Dia memukul pegangan kursi setelah mendengar kata-kata cucu laki-lakinya tersebut."Apakah yang kamu katakan itu benar?" tanya Stefani cemberut."Yakin."Tanpa banyak kata Stefani langsung menghubungi Paul dan menyuruhnya datang ke rumahnya saat itu juga.Seperti yang diharapkan, setelah mendapat panggilan dari mamanya, Paul langsung datang ke rumah Stefani. Namun, dia hanya duduk diam di depan mama dan keponakannya itu dan menunggu apa yang ingin mereka sampaikan. Walau dirinya sudah bisa menduga apa yang ingin dikatakan oleh mamanya, tapi Paul masih berharap mamanya memanggilnya kali ini bukan karena masalah Thomas yang ingin bergabung dalam proyeknya di Indonesia."Paman, kemarin saat di Indonesia, aku mendapat kabar kalau Ara itu sebenarnya bukanlah Lanara yang asli. Apakah itu benar?" tanya Thomas tanpa basa b
Saat sedang belanja sendirian di sebuah pusat perbelanjaan, Ara bertemu dengan Arga dan Eva yang juga sedang belanja kebutuhan bulanan."Kamu di sini," kata Eva sambil tersenyum ramah kepada Ara ketika mereka berpapasan."Iya ... Mah," kata Ara memanggil Eva mamah dengan sedikit kikuk.Sebelumnya dia memanggil Eva Tante, tapi Eva meminta agar Ara memanggil dirinya Mama, karena Nina adalah sahabatnya dan dia menganggap Ara seperti anaknya sendiri.Entah kenapa Eva selalu merasakan perasaan yang berbeda ketika dirinya bertemu dan berhubungan dengan Ara.Eva merasa seperti kembali berhadapan dengan putrinya yang telah tiada."Apakah kamu sudah selesai belanja?" tanya Eva lagi."Sudah.""Aku juga sudah, bagaimana kalau kita makan camilan dan minum secangkir kopi dulu di kafe yang biasa?""Boleh," kata Ara setuju.Mereka bertiga langsung menuju kafe yang menjadi langganan Eva dan Nina ketika mereka sedang belanja di pusat perbelanjaan tersebut."Lihat ada menu baru, bagaimana kalau kita ma
Ara pulang ke rumah dengan perasaan bahagia.Pertemuannya dengan mama dan kakaknya yang tidak disengaja benar-benar membuatnya senang. Sudah lama Ara mengimpikan bisa makan bareng keluarganya lagi seperti dulu dan itu bisa terwujud siang ini, tanpa sengaja."Apa yang membuatmu terlihat begitu gembira, Sayang?" tanya Nina tersenyum lebar ikut merasakan kegembiraan menantu perempuannya."Aku tadi bertemu Mama dan kakakku di pusat perbelanjaan ...."Ara menceritakan semua yang dialaminya siang ini kepada Nina dengan kegembiraan yang meluap-luap.Nina hanya menatap menantu perempuannya dengan perasaan bersalah. Dia merasa kasihan dan sedih melihat Ara begitu gembira bisa makan semeja dengan mama dan kakak kandungnya.Nina jadi bertanya-tanya apakah baik menyimpan kebenaran tentang Ara dari keluarganya selama ini?Mendengar cerita Ara saat ini, tiba-tiba saja Nina merasa sedih dan tidak enak hati. "Nak, apakah kamu ingin memberitahukan yang sebenarnya kepada keluargamu?" "Tidak!" sergah
Wei bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan mamanya saat ini. Akhirnya dia memilih untuk diam saja dan terus mengambil makanan untuk dibawa ke dalam kamarnya."Lihat anakmu, sekarang bahkan dia juga mengambilkan makan untuk istrinya di kamar," kata wuzini sambil menatap punggung Wei yang sedang berjalan menuju kamarnya sendiri."Anakku pria yang baik, tidak seperti yang lain yang inginnya hanya dilayani," kata Nina sambil kembali makan."Kamu nyindir aku?" "Aku tidak. Tapi kalau kamu merasa tersindir berarti itu benar," kata Nina acuh tak acuh.Wuzini mengerutkan bibirnya dan menatap istrinya rumit.Bukannya dia tidak mau memperlakukan istrinya seperti itu. Tapi dia merasa canggung jika harus melakukannya. Sebab, sejak kecil dia telah dididik oleh orang tuanya kalau laki-laki itu tugasnya adalah bekerja mencari uang untuk keluarganya dan melayani adalah tugasnya perempuan.***Eva menunggu kedatangan Arga dengan harap-harap cemas.Putranya itu sedang mengambil hasil tes DNA antar
Kepala pelayan mengetuk pintu kamar Wei ragu. Jika bukan karena perintah nyonya besarnya, mana mungkin kepala pelayan berani mengganggu istirahat tuan muda beserta istrinya. Apalagi tuan mudanya sudah memberitahu kalau saat ini nyonya Ara sedang tidak enak badan."Ada apa?" tanya Wei ketika sudah membuka pintu dan melihat kepala pelayan yang berdiri di depan pintu kamarnya."Nyonya menyuruh Tuan dan Nyonya Ara ke ruang tamu."Wei mengalihkan pandangannya kepada Ara untuk menanyakan pendapatnya. Ara mengangguk.Mana mungkin dia menolak permintaan mama mertuanya. Di ruang tamu, Nina dan Wuzini tampak salah tingkah menghadapi Eva dan Arga. Keduanya datang selarut ini ke rumah mereka dengan membawa hasil tes DNA antara Ara dan papanya."Apakah sebelumnya kalian sudah mengetahui kalau Ara itu sebenarnya adalah Ara kami?" tanya Eva kepada Nina dan Wuzini dengan tatapan menyelidik.Kalau melihat dari reaksi Nina dan Wuzini ketika melihat hasil tes DNA Ara dan papanya, Nina curiga mereka s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar