Ian terus berpikir sambil berlari, mencoba mencari jawaban dan solusi untuk mengakhiri mimpi ini. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang harus ia temukan atau lakukan agar bisa terbangun dari mimpi ini yang terasa begitu nyata."Mungkinkah jika aku menyakiti diriku sendiri, maka aku bisa bangun?" pikir Ian. Dengan tekad yang kuat, Ian memukul dirinya sendiri dengan keras, berharap bisa terbangun dari mimpi ini. Namun, tidak ada perubahan yang terjadi. Ia masih berada di dalam gedung yang gelap dan mencekam. Bahkan, rasa sakit yang ia rasakan terasa begitu nyata, seolah-olah menegaskan bahwa ini bukan hanya mimpi biasa, melainkan kenyataan."Tunggu! Kalau ini memang mimpiku, seharusnya aku bisa sedikit memanipulasinya kan?" pikir Ian. Dengan pikiran tersebut, Ian menghentikan lajunya. Ia menutup matanya penuh konsentrasi, mencoba membayangkan sebuah pisau pemotong daging berbilah kristal hijau. Tak lama kemudian, pisau yang ada dalam bayangan Ian tersebut muncul di tangannya.Pada saat yang
Melihat kilatan cahaya merah yang meluncur ke arahnya, Ian dengan cepat menghindar ke arah kanan. Detik berikutnya, cahaya merah yang menyilaukan merekah, menyelimuti seluruh lorong dengan kecerahan yang membutakan mata. Suara dentuman ledakan menggema dengan keras, membawa kehancuran bersama gelombang angin dan debu yang terhempas.Setelah cahaya merah itu mereda, tampaklah pemandangan kehancuran yang mengerikan di sekeliling. Lorong-lorong gelap yang sebelumnya ada kini hancur berantakan, membuka pandangan ke langit malam yang dipenuhi bintang-bintang di luar gedung. Angin sepoi-sepoi berhembus dari luar, lembut menyentuh lengan kiri Ian yang kini telah hilang. Darah terus menetes dari bahu kirinya, membasahi pakaian dan lantai dengan warna merah yang mencolok.Napas Ian terengah-engah, mencoba menarik udara sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya yang terasa sakit. Ia menatap Rico dengan tatapan yang penuh dengan kebencian, seolah-olah ingin membakar sosok itu dengan pandangannya. D
Dalam sekejap, pupil mata Ian berubah menjadi tiga lingkaran yang terlihat seperti corong, dengan enam tomoe yang berputar di sekitar lingkaran bagaikan planet yang berotasi mengelilingi orbitnya. Salah satu dari enam tomoe itu memancarkan cahaya merah pekat. Tekanan seperti medan pembantaian, menyeruak, memenuhi ruang, menandakan kekuatan yang luar biasa atas kematian.Seketika itu, dunia dalam pandangan Ian berubah menjadi hitam putih. Garis merah seperti grafiti saling bersinggungan dan memenuhi dunia mimpi ini. Tidak hanya pada dunia, garis merah tersebut juga terlihat jelas pada permukaan gumpalan energi celurit raksasa yang mengarah kepadanya. Dengan presisi yang luar biasa, Ian menebas garis tersebut dengan gerakan yang tajam, menghancurkan serangan Rico.“Apa?!” Rico begitu terkejut melihat serangannya hancur begitu saja. Ia mencoba untuk memulihkan gumpalan energi tersebut, namun sia-sia, tidak ada yang terjadi.“Apa yang sudah kubunuh, tidak akan bisa kembali, Rico,” ucap Ia
“Sekarang, matilah dalam kesengsaraan …” bisik Ian dengan nada yang dingin dan tanpa rasa penyesalan. Di saat yang sama, Ian dengan cepat mematahkan leher Rico tanpa ampun. Suara tulang yang patah terdengar jelas di telinganya, membuat Rico tewas seketika, masih dalam keadaan tenggelam dalam ilusi siksa neraka.Setelah membunuhnya, Ian membawa mayat Rico ke dapur, meletakkannya di dekat kompor. Dengan gerakan yang cepat dan pasti, Ian memotong pipa gas, dan segera meninggalkan restoran. Begitu Ian melangkah keluar dari restoran, ia memanipulasi energi Qi-nya untuk memicu percikan api di dapur. Dalam sekejap, sebuah ledakan besar tercipta, mengubah restoran RoCo House menjadi serpihan-serpihan kecil. Ledakan itu seperti petir yang menyambar di tengah malam, menerangi sekeliling dengan cahaya yang menyilaukan. Suara ledakan itu bergema di sekitar, memecah keheningan malam. Debu dan asap mengepul ke udara, menciptakan awan hitam yang menutupi langit malam. Restoran yang sebelumnya berdi
Di sebuah ruang kerja kantor Golden Entertainment, Tonny, seorang sutradara sekaligus penulis naskah senior, sedang meninjau naskah-naskah baru yang dikirimkan ke Golden Entertainment, untuk proyek kuartal baru.Setelah hampir dua jam membaca naskah-naskah tersebut, Tonny menggelengkan kepalanya. Ia kecewa, tidak ada naskah yang begitu bagus kali ini.Tak lama kemudian, Seorang anggota staf mengirimkan naskah Ian langsung ke Tonny tanpa menunggu antrian. “Pak Tonny, ini ada sebuah naskah yang telah direkomendasikan oleh CEO Yulianto. Mungkin Pak Tonny bisa membaca dan mempertimbangkannya.” “Oke, berikan padaku. Aku sudah hampir setengah tahun ini belum menemukan naskah yang bagus.” Ketika Tonny menerima naskah tersebut dan membaca judulnya, ia menghela napas. “Hmm … ‘Hantu? Siapa Takut!’ ya, judul yang aneh. Menurutku ini bukan naskah yang bagus.”“Tapi Pak Tonny, naskah ini telah direkomendasikan oleh CEO Yulianto. Dia bilang naskah ini memiliki standar yang sangat tinggi,” lanjut s
Tonny senang dengan keputusan Lisa. Ini akan menjadi serial drama pertama Lisa setelah satu tahun belakang ini dia tidak bermain film maupun drama televisi. Bahkan perusahaan hampir menyerah mengenai Lisa jika dia tidak mengambil peran dalam film atau drama manapun.Tonny: Oke Lisa, saya yakin kamu pasti akan menjadi lebih populer setelah berperan sebagai pemeran utama wanita dalam serial drama ini!Lisa: Menurut Bapak, bagaimana pendapat Pak Tonny terhadap naskah ini?Membaca pertanyaan Lisa, Tonny tersenyum. Ia kemudian membalasnya penuh pujian.Tonny: “Tak perlu dikatakan lagi, saya belum pernah melihat naskah sebagus ini selama bertahun-tahun. Orang yang menulis naskah ini pastinya adalah penulis skenario tingkat master!”Lisa: Menurutku juga begitu.Lisa: Pak Tonny, naskah ini sangat bagus, tapi saya ingin melihat siapa pemeran utama prianya sebelum membuat keputusan akhir. Apakah itu tidak apa-apa?Tonny: Hahahaha, tidak masalah …Tonny: Siapapun pemeran utama pria yang kamu ing
Di hari yang sama, Jaya Entertainment dan IndoFlix Media juga mulai meninjau naskah yang ditulis Ian. Dan ternyata, reaksi kedua perusahaan tersebut sama dengan Golden Entertainment.“Siapa penulis naskah ini? Cepat hubungi dia! Jaya Entertainment harus membeli naskah ini!” seru seorang penulis naskah dari Jaya Entertainment.Di IndoFlix Media, beberapa staf kepenulisan naskah sedang meninjau bersama-sama naskah “Hantu? Siapa Takut!”. Mereka semua kagum dengan karyanya. “Aku tak menyangka, ternyata masih ada orang yang dapat menulis naskah sehebat ini. Entah itu alur ceritanya, ataupun romansa dan ketegangannya, semuanya luar biasanya!”“Naskah ini benar-benar menegangkan. Tidak hanya melulu tentang hantu, tapi juga ada pembunuh berantai. Membayangkan apa yang dihadapi sang tokoh utama membuatku merinding!”“Itu benar. Kita harus menyarankan naskah ini kepada Bos! Jika perusahaan bersedia membeli naskah ini dan mengadaptasinya menjadi serial drama, aku yakin kita akan mendapat keuntun
Tak lama setelah IndoFlix Media menghubunginya, Ian menerima telepon dari Jaya Entertainment. Saat mendengar penawaran mereka, Ian merasa harga yang ditawarkan lebih masuk akal daripada yang ditawarkan oleh IndoFlix Media. Namun Ian memilih untuk memikirkannya terlebih dahulu. Setelah menutup sambungan tadi, giliran Golden Entertainment yang menghubungi Ian.Ketika Tonny, salah satu penulis naskah senior di Golden Entertainment, menelepon Ian, ia merasakan getaran kegugupan di dalam dirinya. Naskah yang ditulis Ian memiliki kualitas yang tinggi. Itu adalah naskah yang begitu sempurna, bahkan Lisa pun menyukainya. Meskipun Ian masih belum memiliki nama dalam industri ini, Tonny sangat menghargai kualitas karya yang telah dihasilkannya.Yang lebih menarik lagi, Lisa sangat antusias untuk berperan sebagai tokoh utama wanita dalam naskah ini. Itu berarti Tonny harus melakukan apapun yang mungkin untuk membeli hak cipta atas naskah "Hantu? Siapa Takut!" ini.Untuk mengungkapkan ketulusan p