"Kenapa sedih mukanya? Jelek tahu," ucap Arin pada Kaisar."Udah dibilangin, jangan kerjain tugas Mas sampai larut. Kamu kemarin sakit, masih mau kerja?" Kaisar berlaku demikian karena tidak ingin hari ini kembali sakit akibat kelelahan bekerja membantunya ditambah mengurus Shaka yang sedang aktif aktif nya."Lihat Mas sampe ketiduran di tempat kerja, Arin gak tega.""Kenapa? Tega gak tega harus tega. Ini sudah menjadi kewajiban Mas sebagai kepala rumah tangga untuk menjadi tulang punggung. Bukan kami, Sayang.""Oke , oke. Sekarang mandi dulu, gih. Jangan ngomel ngomel Mulu! Kasihan Shaka udah nungguin.""Baiklah."Saat ditinggal mandi, ponsel Kaisar berdering. Kali ini nomer tanpa nama, terlihat memanggilnya. Arin tak suka mengangkat panggilan jika ada di taman sami dan memilih membiarkan. Namun, saat ponsel di dalam panggilan itu mati, ada pesan yang menyusul setelahnya.[Pa, izinkan Ibu datang. Azam gak minta banyak, hanya minta Ibu mau datang ke hajatan hitanan Agam. Ya?]Arin me
Arin membawa Shaka ke rumah di GSP yang juga tempat kerja para karyawan gudang. Ia diantar oleh Kaisar dan akan dijemput jika pekerjaan Kaisar sudah selesai.“Tumben nggak mampir dulu suamimu, Rin?” tanya Narsih.“Nggak, Bu. Lagi sibuk banget soalnya.”Narsih langsung mengambil alih Saka dan membiarkan Arin menuju gudang untuk melakukan pekerjaannya. Kali ini wajah murung Arin membuat Narsih ingin sekali bertanya pada anaknya perihal ini. Narsih mengajak Shaka bermain di dalam rumahnya dan seperti biasanya, ia akan bertugas menjaga Shaka jika Arin sedang datang ke rumah ini.“Shaka mana, Bu?” tanya Arin saat jam istirahat ia kembali ke ruang utama.“Tidur. Tadi habis dibuatkan susu, dia langsung tidur di depan TV.” Narsih membawakan es teh yang memang sudah ia siapkan untuk Arin.“Kayak kepanasan gitu, nih ada es teh. Diminum, biar seger.”“Makasih, Bu. Ngomong-ngomong, Ibu kok bisa tahu Arin haus?”“Kelihatan dari mukanya. Kaku kek kanebo,” ejek Narsih yang kemudian dibalas dengan se
Malam ini Kaisar lembur. Arin lebih paham jika suaminya pergi kerja dan pulang larut ini ada dua kemungkinan. Yang pertama, menghindar atau yang kedua memang benar-benar sibuk. Kehidupan bahagia memang sebuah harapan, namun tidak ada hal yang lebih membahagiakan jika melihat suami yang selalu bahagia dan membuat istrinya tersenyum setiap hari. Namun yang namanya pernikahan, kerikil kerikil kecil itu pasti ada dan Arin akan berusaha melepas semuanya. Mengurai masalah dan tak ingin menjadi alasan kenapa suaminya selalu marah jika membahas mengenai keluarga mantan suaminya."Mau Arin buatkan teh?" tanya Arin saat suaminya baru saja pulang bekerja."Shaka sudah tidur?"Arin mengernyit. Bukan jawaban dari pertanyaannya yang dia dapat, malah justru anaknya yang Kaisar tanyakan. "Sudah. Arin sudah siapkan air hangat, Mas mau langsung mandi atau_"Kaisar langsung berjalan meninggalkan sambutan yang Arin tujukan. Arin merasa sedih jika sudah begini. Arin bukan lagi pasangan muda, tetapi jika
"Shaka, main dan jalan jalan sama Mama aja dulu ya? Papa sibuk. Atau mau sama Kak Khumaira?" tanya Arin."Nggak! Shaka maunya sama Papa!" ketus Shaka.Kaisar membawa Shaka ke dalam pangkuannya. Dia tersenyum dan mencium pipi Shaka."Sayang, main sama Mama dulu, ya. Nanti kalau Papa udah nggak sibuk, Papa aja Shaka ke Jakarta.""Ke rumah Mas Abi ya, Pa?""Iya. Nanti ke rumah Aa Abi. Sekarang mainnya sama Mama dulu, Papa ada banyak pekerjaan. Oke, Sayang?""Tapi Papa jangan bohong ya? Papa sibuk terus," ucap Shaka."Sibuk kan demi Shaka. Biar nanti Shaka bisa sekolah yang tinggi, biar bisa jadi Presiden. Anak Papa kan pinter, kan?" Arin melihat cara Kaisar yang nampak bingung membujuk Shaka. Anaknya itu memang cukup kritis akan hal yang ada di sekitarnya."Kamu tak usah khawatir. Kalau kamu udah mulai beraktivitas, dia pasti lupa dengan hal ini. Nanti aku yang bujukin," timpal Arin.Kaisar pun percaya dengan cara pengasuhan yang Arin ajarkan pada Shaka. Selama tiga tahun lebih menjadik
Arin mengantar Shaka ke taman bermain. Usianya yang hampir menginjak empat tahun itu, membuat Kaisar dan Arin menyekolahkan anaknya di sekolah usia dini. Aktivitasnya hampir sama dengan Sekar dan Indah, keduanya memutuskan menyekolahkan anaknya di tempat yang sama.“Hari ini berangkat sama Mas atau Bang Fai?” tanya Arin saat mereka sedang sarapan.“Sama Mas aja. Hari ini nggak terlalu sibuk. Kamu nampak pucat, Rin?”“Iya kah? Perasaan Arin biasa aja.”Arin melihat wajahnya lewat pantulan ponsel dan ia memang melihat ada mata panda yang sedikit kentara. “Butuh ke salon mungkin. Nanti deh, Arin mampir ke salon langganan. Habis itu, Arin nyusul ke percetakan ya?”“Nggak usah, jagain Shaka aja. Mas hari ini gak di percetakan. Mau urus cafe milik Kenzi.”“Ada apa dengan cafe itu?”“Ada sedikit masalah.”Arin mengerutkan keningnya bingung. Masalah akhir akhir ini membuat Kaisar nampak berbeda dan lebih memilih diam. Arin memaksa bertanya pun, Kaisar seperti ada hal yang ditutupi.“Papa, mo
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h