****
Leon terdiam dan melepaskan tangannya dari Aileen. Ketika dia menyadari bahwa rasa pedulinya jauh melebihi batasan yang dia buat sendiri. Kenapa dia sangat mengkhawatirkan Aileen, lebih dari peduli? Sebenarnya ada apa dengan dirinya?Dia benar-benar merasa takut terjadi sesuatu pada Aileen, bahkan jantungnya terasa diremas-remas saat dia melihat Aileen pingsan.'Ada apa denganku? Mengapa aku sepeduli ini kepadanya?' tanya Leon dalam hatinya."Sudah marah-marahnya? Sekarang, aku bisa pergi kan?" kata Aileen kesal, dia menurunkan kakinya yang semula berada diatas ranjang, kini menapak diatas lantai."Tidak! Kau tidak boleh pergi. Setidaknya tinggallah semalam disini. Bagaimana bila kau terkena serangan panik lagi?" Leon berusaha mencegah Aileen agar tidak pergi dari sana."Itu tidak akan terjadi lagi," jawab Aileen dengan wajah datarnya. Tapi sebenarnya dia juga tidak yakin dengan apa yang diucapkannya. Karena baru pertama kalLevin dan Laura sama-sama terkejut saat mereka mendapati diri mereka berada diatas satu ranjang, tanpa mengenakan sehelai benang kecuali selimut yang menutupi tubuh mereka berdua.Pakaian mereka berceceran dilantai, di ranjang, disembarang tempat. Bahkan pakaian dalam pun ikut berceceran dimana saja.Entah apa yang terjadi semalam, sehingga mereka dalam keadaan seperti ini. Levin tampak panik, sialnya dia tidak ingat apapun tentang semalam. Namun, pertanyaan terbesarnya adalah kenapa dia berada disini bersama dengan Laura dan apa yang dia lakukan semalam bersama temannya ini? Setelah selesai membersihkan tubuh masing-masing dan berpakaian lengkap, barulah mereka bicara sambil duduk disudut ranjang."Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa kita bisa berada disini Laura?" tanya Levin sambil menarik rambutnya kasar, dia benar-benar gelisah. Apalagi setelah dia melihat beberapa tanda kemerahan pada leher, dada dan tangan Laura tadi. Levin tidak sepolos itu, dan dia tau tanda apa itu. Walaupu
Dokter datang ke ruang rawat tempat Aileen berada. Dokter dan perawat membawa Aileen ke ruang pemeriksaan secara menyeluruh. Saat ini gadis itu sedang melakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter dan perawat, tentang sesak napasnya. Leon lah yang mengusulkan agar dokter melakukan pemeriksaan menyeluruh.Sementara Leon, Evan dan Richie menunggu diluar ruangan. Aileen berada didalam bersama para tim medis itu. Leon yang dikenal sebagai workaholic, sekarang terlihat menunggu seseorang yang ada didalam sana. Dia mengesampingkan pekerjaannya lebih dulu, agar fokus pada Aileen. Evan dan Richie merasakan keanehan pada diri Leon, pasalnya pria itu yang sebelumnya sama sekali tidak pernah peduli dengan Aileen. Kini terlihat mengkhawatirkan gadis itu."Apa kau merasakan hal yang aneh tuan Evan?" bisik Richie pada Evan, sembari ekor matanya melihat ke arah Leon yang sedang mondar-mandir didepan ruang pemeriksaan."Apanya tuan?""Astaga, jangan panggil eike tuan. Panggil aku nona Richa atau si man
Dua minggu berlalu setelah kejadian foto itu, Aileen tidak diperbolehkan untuk beraktivitas diluar rumah terlebih dahulu oleh kedua orang tuanya. Karena si pengirim foto masih belum ditemukan dan takutnya Aileen akan mendapatkan teror yang sama. Sebisa mungkin Ivana dan Edgar, menjaga kesehatan mental Aileen. Levin juga menjadi lebih protektif kepada gadis itu, Aileen jadi semakin yakin ingin menjalin hubungan serius dengan pemuda itu. Apalagi kedua orang tua mereka sudah sepakat untuk menjodohkan mereka berdua.Aileen sudah mulai membuka hatinya untuk Levin, pria perhatian dan meratukannya. Bagi Aileen dicintai secara ugal-ugalan, hangat, itu sudah cukup. Ya, walaupun cinta Aileen belum sebesar itu untuk Levin. Namun, dia sudah mulai ada rasa.Levin baik, dia pria terbaik keempat yang dia kenal selain papa dan kedua saudara laki-lakinya. Pagi itu, Levin datang ke rumah Aileen seperti biasanya untuk sarapan bersama, sekalian membawakan hadiah untuknya."Kak, kenapa kakak melamun lagi?
****Laura membuang pil kontrasepsi yang dibelinya, setelah Levin pergi meninggalkannya. Dia tidak mau meminum pil kontrasepsi itu dengan sengaja, karena dia ingin mengandung benih pria itu."Maafkan aku Levin, tapi aku melakukan ini karena mencintaimu. Aku tidak mau kau bersama wanita lain, aku harus mengandung benihmu. Atau semua rencana yang sudah kususun akan gagal," gumam Laura dengan wajah penuh ambisi.Laura sudah merencanakan kejadian malam itu, dua minggu yang lalu. Dia sengaja memanfaatkan situasi disaat dia pura-pura mabuk dan memasukkan obat ke dalam minuman Levin. Sehingga terjadilah malam itu, malam dimana dia bisa mendapatkan Levin dan merasakan malam panas itu. Dialah yang sudah merencanakan semuanya dan untuk segera mendapatkan Levin seutuhnya, dia harus hamil. Kondisinya saat itu kemungkinan dia untuk hamil sangat besar.****Sepulang dari acara pamerannya, pada sore hari Levin pergi ke rumah Aileen untuk menemui kekasihnya, sambil membawakan bunga mawar dan brownies
"Pertanyaanmu terdengar aneh. Tentu saja aku akan menikah. Setiap orang pasti akan menikah, suatu hari nanti," jawab Aileen dengan santainya. Tanpa menyadari, kemana arah pertanyaan Leon. Namun gadis itu malah menjawab santai, bahkan dia tersenyum.Tiba-tiba saja Leon memegang sebelah tangan Aileen sehingga membuat gadis itu terkejut."Kak Leon!"Tatapan Leon terlihat marah pada gadis itu. Aileen tak mengerti mengapa Leon begini. "Kau gila? Bagaimana bisa kau memutuskan tentang hidupmu semudah itu? Kau bahkan belum lama-""Ada apa ini?""Kak Levin." Aileen melihat Levin sudah berada dibelakang Leon. Levin menatap dingin pada kakaknya yang saat ini sedang memegang tangan kekasihnya.Leon langsung melepaskan tangan Aileen, begitu dia menyadari kehadiran adiknya. Hati Leon campur aduk, dia terdiam tanpa kata-kata, dadanya terasa sakit dan akal sehatnya hilang begitu saja, setelah dia mendengar Aileen akan menikah dengan adiknya."Ada apa kak? Kenapa kakak memegang tangan kekasihku?" tany
****Melihat kekasihnya yang kesal, Emily berusaha untuk membujuknya. Sungguh, dia tidak bermaksud untuk membuat Arion kesal ataupun tidak menerima bayi yang saat ini ada didalam kandungannya. Dia hanya merasa terkejut dan pernikahan ini terlalu cepat baginya."A, jangan marah. Aku bersikap seperti ini bukan karena aku tidak menerima bayi kita. Aku hanya terkejut, karena aku hamil dan kita harus segera menikah," jelas Emily lembut.Arion berdecak, sambil menyetir mobilnya dengan wajah kesal. "Sudahlah Em. Kau tidak perlu mengatakan alasan apapun, karena memang sebenarnya kau tidak mau menikah denganku. Setiap kali aku menyinggung soal pernikahan, kau selalu menolak.""Arion, bukannya aku tidak mau menikah. Tapi-""Lupakan saja tentang pernikahan, sekarang terserah padamu saja Em." Arion menyela perkataan Emily dengan ketus, bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan dari kekasihnya lagi. Arion sudah kadung kesal dan dia bosan dengan Emily yang selalu saja menolak menikah dengannya.Emil
Ivana dan Edgar terlihat sangat bahagia, mendengar kabar Emily yang sedang hamil. Karena Arion yang lupa mematikan sambungan telpon, akhirnya kedua orang tuanya mengetahui kehamilan Emily."Bagaimana ini? Paman Edgar dan bibi Ivana tau kalau aku hamil," cicit Emily dengan berlinang air mata. Disisi lain, Arion sedang mengusap air mata kekasihnya dengan kedua tangannya. Tak peduli jari-jarinya akan basah karena air mata itu."Sayang, tidak apa-apa kalau mereka tau. Jadi, kau jangan menangis lagi ya?"bujuk Arion dengan lembut. "Nanti baby kita ikut menangis, kalau kau menangis sayang," tegurnya lembut. Dia sesayang itu pada Emily dan calon anak mereka, karena Edgar selalu mengajarkan dua anak laki-lakinya untuk menghargai wanita. Sebab, Edgar sudah pernah gagal mendidik putra sulungnya Rick, dan dia belajar dari kesalahan itu untuk mendidik anak-anaknya dengan baik.Baik Arion, Aileen maupun Alvin, mereka adalah anak-anak yang baik dan tidak pernah terlibat dengan hal-hal negatif. Merek
Setelah mendengar dari bibir Aileen sendiri, bahwa gadis itu sudah menyetujui pernikahannya dan Levin. Perasaan Leon menjadi tidak karuan, sepanjang hari dia uring-uringan dan dihari yang dingin ini, dia memutuskan untuk memanaskan tubuhnya dengan minuman keras. Ya, siapa tau minuman keras bisa menjadi obat untuk menyembuhkan perasaannya yang tidak karuan ini.Nyatanya, meski sudah menghabiskan 2 botol minuman keras, dada Leon masih terasa sesak. Pembicaraan Aileen dengan temannya tentang pernikahan, membuat hati Leon panas. Terlebih lagi, Aileen mengatakan dia sudah berciuman dengan Levin. Sejauh apa hubungan mereka? Apa sudah sampai tidur bersama? Pikiran Leon jadi melanglang buana kemana-mana. Berpikir Levin dan Aileen sejauh itu, rasanya menyakitkan untuk Leon."Bukankah wajar saja kalau mereka sampai melakukan itu? Mereka kan sepasang kekasih!" gerutu Leon sambil meneguk kembali alkohol itu dari gelasnya dan langsung habis sekali tenggak."Pak, sebenarnya apa yang sedang bapak bic
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa