Di sisi lain, Sinta dan Aris merasa bahagia, tetapi juga kesal karena melihat Sarah datang bersama Azof. Apalagi saat melihat mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sama sembari bercanda. Hal itu sungguh membuat Aris merasa cemburu. Melihat raut wajah Aris yang tidak bahagia seperti yang seharusnya, membuat Sinta semakin merasa dongkol. "Mas, kamu kok dari tadi diem aja sih? Kenapa muka kamu kayak bt begitu? Kamu gak bahagia menikah sama aku?" cecar Sinta dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya. "Bahagia lah, masa enggak," sahut Aris. "Kamu cemburu ya ngeliat istri pertama kamu itu datang dengan Mas Azof? Iya?!" omelnya. "Apaan sih, gak jelas banget kamu ini! Ayo kita pulang!" Aris menarik tangan Sinta dan mengajaknya untuk pulang. Karena jarak antara masjid dan rumah Aris tidak terlalu jauh, mereka pun hanya perlu berjalan kaki saja untuk sampai ke rumah. Aris masuk ke dalam kamarnya dan Sarah, yang kemudian di ikuti oleh Sinta. "Kamu ngapain masuk ke sini, Sinta?" tany
Sarah yang baru saja selesai mandi, segera mengenakan lingerie dengan warna kesukaan suaminya, hitam. Sekarang sudah jam tujuh malam. Sebentar lagi, Aris akan pulang. Sebenarnya Sarah sudah mandi sore tadi, namun karena untuk menyambut kepulangan sang suami, ia memutuskan untuk mandi lagi agar tubuhnya tetap segar dan wangi. Dari arah luar kamar, terdengar suara mobil Aris datang. Sarah pun tersenyum senang, ia buru-buru meletakkan satu kantung teh dan gula di dalam gelas kemudian ia menyeduhnya dengan air panas dari tupperware. Sarah memang sengaja menyediakan minuman di dalam kamar, karena ia tidak mungkin turun ke bawah dengan pakaian seperti ini. Sarah tentu merasa malu jika di lihat oleh mertuanya. Ceklek .. Aris membuka pintu kamar mereka. melihat kedatangan suaminya, Sarah melemparkan senyuman manis ke arah pria itu dan segera menyambut tangan Aris kemudian menciumnya. "Aku senang Mas Aris sudah pulang .." Sarah segera melingkarkan tangan di lengan Aris. Merek
Keesokan harinya.. Seperti biasanya, pagi-pagi sekali Sarah sudah sibuk di dapur. Membuat sarapan untuk suami dan mertuanya. Meskipun semalam ia sudah di buat sakit hati oleh Aris, namun Sarah tetap melakukan aktivitasnya dengan baik. Ia tidak mau membiarkan suami dan mertuanya kelaparan karena ia tidak membuatkan sarapan. Selama ia belum benar-benar mengetahui perselingkuhan Aris, ia akan tetap berusaha untuk menjadi istri yang baik. Melayani dan menyiapkan semua kebutuhan Aris dengan baik. "Selamat pagi, Sarah! Menantu Ibu bikin sarapan apa pagi ini?" tanya Ibu Susi. "Bubur ayam, Bu. Kemarin Sarah gak sengaja denger katanya Ibu lagi pengen bubur ayam, dan kebetulan bubur ayam langganan gak jualan. Jadi, pagi ini Sarah inisiatif bikin sarapan bubur ayam deh. Ya semoga aja rasanya cocok di lidah Ibu," sahut Sarah sembari tersenyum manis. Wanita itu sedang menuangkan kecap cair yang sudah ia bumbui ke dalam mangkuk beling. "Kamu perhatian banget Sarah, sampe mau repot-repot bik
Selama satu tahun pernikahan, Sarah tidak pernah mengecek ponsel Aris sama sekali. Begitupun dengan Aris, pria itu juga tidak pernah menyentuh barang-barang miliki Sarah, termasuk handphone. Aris juga terlihat tidak begitu tertarik dengan apapun mengenai istrinya. Ia tidak mau kepo mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Sarah. ** Biasanya setiap pulang kerja, Sarah selalu menyambutnya dengan hangat. Kini wanita itu terlihat begitu dingin karena ia masih merasa sakit hati atas sikap Aris yang sudah menamparnya semalam. Dari pagi tadi, sikap Sarah tidak seperti biasanya. Sebenarnya Aris menyadari perubahan istrinya, namun ia memilih untuk mengabaikannya. Sudah satu hari, pasangan suami istri itu hanya berbicara seperlunya. Sampai Aris memutuskan untuk tidur pun, Sarah tidak berbicara apapun yang menurutnya tidak perlu. "Dasar suami nyebelin! Istrinya ngambek, dia gak ada niatan sama sekali untuk membujuk," batin Sarah kesal. "Sebenarnya aku ini di anggap istri atau gak sih sama
Aris mengacak-acak rambutnya frustasi, "seharian kamu bersikap dingin ke aku, terus sekarang, kamu malah ngajak aku ribut dan menuduh aku yang tidak-tidak. Bikin pusing aja!" teriaknya. "Aku seperti ini juga karena sikap kamu sendiri, Mas. Apa kamu gak sadar, kalo sikap kamu itu gak umum seperti para suami di luaran sana?! Apa lagi setelah menampar aku, kamu juga bersikap abai meskipun kamu tau aku masih marah sama kamu." "Bukan nya semalam aku udah minta maaf karena udah gak sengaja nampar kamu. Terus, kenapa sekarang masih bahas soal itu? Kamu ini ribet banget jadi perempuan, heran!" "Minta maaf pun gak tulus dari hati, percuma." "Terserah deh, males aku berdebat sama kamu. Kenapa sih sekarang kamu kok sering banget ngelawan sama suami? Mau menjadi istri yang durhaka ya?!" "Kalo sikap kamu benar menjadi suami, sebagai seorang istri aku gak akan melawan kamu, Mas!" "Terserah, capek aku denger ocehan kamu. Mau tidur!" Aris kembali naik ke atas tempat tidur, menyimpan ponselnya
Setelah mengantarkan teh untuk Aris, Sarah kembali keluar dari kamarnya. "Sore-sore gini udah rapih aja, mau keluar sama Aris ya?" tanya Pak Bambang. Sarah menggeleng dengan cepat, "enggak kok, Pak. Ibu dimana?" "Ibu ada di kamar, baru selesai mandi." "Wah kebetulan dong ibu sudah mandi. Sarah mau ajak ibu keluar jalan-jalan, Bapak mau ikut gak?" "Enggak, Nak. Bapak di rumah aja. Pergilah sama ibu mu saja, hati-hati di jalan ya!" "Siap, Pak! Kalo gitu, Sarah ke kamar ibu ya." Setelah mendapatkan anggukan dari bapak mertuanya, Sarah pun segera melangkahkan kakinya menuju ke kamar Bu Susi. "Bu.. Ibu.. sudah selesai belum Bu?" tanya Sarah sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mertuanya. "Sudah Sarah, ada apa?" tanya Bu Susi yang membukakan pintu. "Bu, kita jalan-jalan ke mall yuk! Belanja, Sarah bayarin deh! Suntuk kan di rumah terus?" ajak Sarah dengan wajahnya yang terlihat begitu bahagia. "Seriusan Sarah?" tanya Bu Susi memastikan. Sarah mengangguk, "ya serius dong, Bu. Mas
Di posisi lain, Sarah dan Bu Susi dengan semangat menelusuri setiap sudut mall. Mereka mencari barang-barang yang ingin mereka beli, yang mereka suka dan yang cocok untuk mereka, tentunya. "Sarah lihat itu, kalung itu cocok untuk kamu. Ayo kita lihat-lihat dulu!" seru Bu Susi saat ia akan melewati toko perhiasan. Sarah mengangguk, mereka pun berhenti di toko tersebut dan melihat semua perhiasan yang di pajang. Saat melihat perhiasaan yang cantik-cantik, perasaan Sarah campur aduk. Antara senang dan sedih. "Sudah satu tahun menikah, Mas Aris gak pernah kepikiran beliin aku perhiasaan. Jangankan kasih kejutan, ajak aku ke toko perhiasan aja gak pernah," batin Sarah. "Ah.. apaan sih Sarah? Ngapain juga aku sedih lagi gara-gara suami yang gak pernah mau mengerti perasaan aku? Aku punya uang, aku suka perhiasan di sini, aku kan bisa tinggal beli," sambungnya mengingatkan diri sendiri agar tidak bersedih untuk Aris. "Yang ini juga bagus untuk kamu, Sarah!" seru Bu Susi membuyark
Meskipun memiliki suami yang kurang perhatian kepadanya, namun Sarah bersyukur karena memiliki mertua yang baik dan menyayanginya."Oh iya, Nak, tadi Aris mencari mu. Katanya sih dia lagi kurang enak badan, minta di kerok dan di pijit. Lebih baik kamu segera temui dia ya!" "Baik, Pak. Kalau begitu Sarah permisi dulu ya.""Iya Sarah sayang. Sekali lagi makasih banyak ya, Nak!" Saking bahagianya hari ini, Bu Susi sampai tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. "Iya Bu, sama-sama." Sarah menyahuti dengan senyuman manisnya.Wanita cantik itu melenggang menaiki deretan anak tangga menuju ke kamar dengan membawa beberapa bingkisan di kedua tangannya.Ceklek..Sarah membuka pintu kamarnya, di atas tempat tidur tidak ada siapapun."Mas.. kamu dimana?" Setelah menutup kembali pintu kamar, wanita itu melangkah kan kakinya mendekati ranjang.Menaruh barang bawaannya di atas meja sembari terus mencari keberadaan suaminya."Ngapain cari aku? Udah happy-happy nya?!" ujar Aris yang baru saja
Di sisi lain, Sinta dan Aris merasa bahagia, tetapi juga kesal karena melihat Sarah datang bersama Azof. Apalagi saat melihat mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sama sembari bercanda. Hal itu sungguh membuat Aris merasa cemburu. Melihat raut wajah Aris yang tidak bahagia seperti yang seharusnya, membuat Sinta semakin merasa dongkol. "Mas, kamu kok dari tadi diem aja sih? Kenapa muka kamu kayak bt begitu? Kamu gak bahagia menikah sama aku?" cecar Sinta dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya. "Bahagia lah, masa enggak," sahut Aris. "Kamu cemburu ya ngeliat istri pertama kamu itu datang dengan Mas Azof? Iya?!" omelnya. "Apaan sih, gak jelas banget kamu ini! Ayo kita pulang!" Aris menarik tangan Sinta dan mengajaknya untuk pulang. Karena jarak antara masjid dan rumah Aris tidak terlalu jauh, mereka pun hanya perlu berjalan kaki saja untuk sampai ke rumah. Aris masuk ke dalam kamarnya dan Sarah, yang kemudian di ikuti oleh Sinta. "Kamu ngapain masuk ke sini, Sinta?" tany
Hari ini adalah hari minggu, karena Sarah libur kerja, ia pun membantu Bu Susi beberes rumah dan memasak untuk makan siang. Saat mereka sedang sibuk memasak di dapur, Bu Susi yang merasa penasaran dengan kemajuan hubungan anak dan menantunya, akhirnya membuka obrolan mengenai hal itu. "Sarah.. Ibu denger dari Aris, katanya kamu sudah memaafkan dia. Apa itu benar, Nak?" tanya Bu Susi. Sarah hanya mengangguk dan tersenyum tipis saat mendapatkan pertanyaan seperti itu dari ibu mertuanya. "Apa kamu sudah benar-benar memaafkan Aris dengan tulus? Lalu, beneran siap menerima Sinta untuk menjadi madu kamu?" tanya Bu Susi lagi. Di satu sisi, mana mungkin Sarah mau berkata jujur kepada mertuanya? Sedangkan, di sisi lain ia juga tidak ingin membuat Bu Susi terlalu berharap dan membuat sang mertua kecewa pada akhirnya. "Aku memang sudah berusaha untuk memaafkan Mas Aris, Bu. Dan siap gak siap, aku juga akan tetap terima Sinta sebagai maduku. Aku akan menjalaninya apa adanya, biarkan semuany
Sinta selalu menunggu Azof pulang. Setiap hari ia selalu menanyakan kepada Bi Lasmi, apakah Azof akan pulang atau tidak. Sekitar pukul sebelas siang, wanita itu terbangun dari tidurnya. Merasa gerah, ia memutuskan untuk langsung mandi di kamar mandi yang berada tidak jauh dari kamarnya. "Panas-panas begini enak kali ya kalo berenang? Apa aku berenang aja ya? Toh, Mas Azof juga belum pulang. Peduli apa dengan larangan Bi Lasmi?!" gumam Sinta saat ia sedang mencuci wajahnya. Sebenarnya sejak kemarin, Sinta sudah gatal ingin menceburkan dirinya dan berendam sepuasnya di dalam air kolam renang yang segar itu. Namun sayangnya Bi Lasmi melarangnya. Dengan alasan, Azof mengizinkan dia tinggal di sini tetapi tidak boleh menggunakan barang-barang yang ada di dalam rumah, tidak boleh memasuki area rumah (ruangan utama, hanya boleh di dapur saja), termasuk tidak boleh menggunakan kolam renangnya. Tetapi cuaca hari ini sangat terik, membuat Sinta tidak bisa menahan diri untuk tidak berenang.
"Aku harus memikirkan cara bagaimana aku bisa menolak ajakan Mas Aris nanti malam!" batin nya. "Sekarang, aku pura-pura tidak tahu saja!" imbuhnya. Sarah melangkahkan kakinya mendekat ke arah ruang keluarga, "assalamualaikum.." ucapnya dengan senyuman manisnya. "Wa'alaikumussalam." Bu Susi dan Aris menyahut dengan kompak. "Sarah, kamu sudah pulang, Sayang!" jawab Aris dengan wajah yang sumringah. "Iya, Mas." "Kok gak kasih kabar? Kan aku bisa jemput kamu ke kantor." "Gak perlu, Mas. Aku bisa pulang sendiri kok." "Kamu pasti capek kan, Nak? Ibu sudah memasak makanan kesukaan kamu, sekarang kamu bersih-bersih dulu setelah itu makan ya!" ucap Bu Susi dengan hangat. "Iya, Bu, terimakasih. Maaf ya karena Sarah sibuk kerja, jadi Sarah jarang bantuin Ibu masak." "Ah gak papa, Sayang. Masak kan bukan perkara besar, hanya pekerjaan kecil yang menyenangkan." Sarah tersenyum, "kalau begitu, Sarah ke kamar dulu ya, Bu!" "Iya, Sarah." "Sayang, aku siapkan makanannya untuk kamu ya. Nan
Aris mendekati ibunya, ia tahu jika ia belum bisa menjadi anak yang membanggakan. Justru sebaliknya, ia malah membuat orang tuanya merasa malu. "Bu.. maafin aku ya, karena sudah bikin masalah dan membuat Ibu juga bapak malu," ucap Aris. "Yasudah lah, Ris. Percuma kamu menyesal sekarang, nasi sudah menjadi bubur. Ibu juga sudah menjadi bahan gibah para tetangga, kamu tau? Tadi waktu Ibu belanja di tukang sayur, mereka semua bisik-bisik dan menyindir Ibu. Di mata mereka, Ibu adalah Ibu yang gagal mendidik kamu!" ujar Bu Susi. Aris langsung meraih kedua tangan ibunya, menangis memohon maaf. "Tolong maafkan aku, Bu. Karena tanpa maaf dan ridho Ibu, aku gak akan bisa menjalani hidup aku dengan mudah." "Maka nya kamu itu jangan banyak tingkah dong, Ris. Hidup lagi enak-enaknya malah kamu hancurkan hanya demi memenuhi nafsu kamu." "Iya, Bu. Aku janji, aku gak akan mengulangi nya lagi. Sekali lagi, tolong maafkan aku." Aris terus memohon sembari menangis. Sudah beberapa hari ini di dia
"Padahal aku dan Sinta sudah mengkhianati dia, tapi Sarah justru masih memikirkan nasib Sinta? Ya ampun Sarah... Hati kamu itu terbuat dari apa sih? Sudah aku duga, sebenarnya Sarah itu memiliki hati yang lembut dan tidak tegaan. Aku hanya perlu merendah dan memperlakukannya dengan lembut, dia pasti mau menurut," gumam Aris dalam hati. "Tapi, Sayang.. aku gak mau peduli lagi sama perempuan itu. Yang aku pedulikan sekarang hanya perasaan kamu. Aku gak mau menyakiti kamu lagi." Aris terus berakting dengan baik, ia terus meyakinkan Sarah agar istrinya itu tidak merasa ragu dan mau percaya kepadanya lagi. "Mas, mau bagaimanapun juga, Sinta itu kan pernah menjadi sahabat aku. Jadi, mana mungkin aku tega kamu membuangnya begitu saja? Ingat, kamu sudah merenggut kehormatannya, jadi aku mohon, kamu harus tetap menikahi dia ya! Aku rela kok berbagi suami dengan sahabatku sendiri. Yang terpenting adalah kamu bisa adil kepada kami," sahut Sarah. "Kamu yakin?" tanya Aris memastikan. Sarah
Aris yang egois, merasa ingin memiliki Sarah dan Sinta sekaligus. Dengan begitu, ia berpikir bahwa hidupnya pasti akan terasa semakin indah dan bahagia. "Aku masih menganggur, aku memang harus bisa berusaha untuk mendapatkan maaf dan hati Sarah lagi. Dengan begitu, dia pasti bisa membantu aku untuk bangkit dari kesusahan ini." "Aku jelas gak mau rugi berpisah dengan dia dan kemudian hidup menjadi seperti sampah. Aku harus tetap hidup bersama Sarah sekarang dan selamanya. Semoga saja, Sarah mau membuka hatinya untuk memaafkan aku, menerima Sinta dan mau akur dengan madunya. Kapan lagi, aku punya istri dua?!" ujarnya sembari tersenyum senang. ** Setelah selesai mandi, Sarah menemui Aris kembali. Pria itu masih menunggunya di ruang keluarga. "Sudah selesai, Sayang?" tanya Aris sembari melemparkan senyuman manisnya menyambut kedatangan Sarah. Entah mengapa, sekarang di matanya Sarah selalu terlihat sangat cantik dan menarik. Meskipun istrinya itu hanya mengenakan daster modern
"Berani kamu mengancam saya?!" teriak Sinta. "Kenapa saya gak berani? Posisi kita sekarang itu sama. Sama-sama menumpang tinggal di rumah Tuan Azof, cuma beda nya saya bekerja di sini dan saya tahu diri. Sementara Ibu? Ibu hanya maunya enak-enakan aja udah gitu ngelunjak lagi! Ngeselin banget deh! Ibu harusnya sadar dong, Bu. Sekarang itu Ibu udah bukan majikan saya lagi. Jadi, Ibu gak berhak mengatur-atur saya! Lepas!" teriak Bi Lasmi sembari melepaskan tangan Sinta yang masih menggenggam tangannya, dengan kasar. Setelah sudah puas beradu mulut dengan Sinta, Bi Lasmi pun menahan gelak tawanya. Baru kali ini ia bisa memarahi mantan majikannya dan melihat Sinta hanya bisa diam saja, tidak bisa berkutik apapun. "Ingat, jangan bersikap seenaknya di sini. Jangan mengambil apapun atau berlaku sebagai bos, di setiap sudut rumah ada cctv. Kalo Ibu tidak bisa di atur dan membuat Tuan marah, siap-siap saja di usir dari sini!" ucap Bi Lasmi memperingati Sinta, sebelum ia pergi. "Enak saja
Di kantor, Sarah menghampiri meja teman-temannya. Melihat Sarah datang, mereka tersenyum lebar. "Gimana dengan berita yang sekarang beredar? Kamu pasti puas kan?" ucap Linda. "Sekarang pelakor dan suami kamu viral dan banyak dihujat netizen Indonesia. Apa itu udah sedikit membantu membalas rasa sakit hati kamu, Sarah?" tanya Monika. "Sebelumnya makasih banyak karena kalian udah membela aku begini. Aku juga tau niat kalian mem-viralkan mereka itu dengan tujuan memberi mereka pelajaran. Tapi ...." "Tapi apa, Sarah? Apa mereka semakin berbuat tidak baik ke kamu?" tanya Linda khawatir. Sarah menggelengkan kepalanya pelan, "tapi karena hal itu, Sinta sempat depresi. Dia sampai nekat mau mengakhiri hidupnya dan sekarang dia keguguran," jelas Sarah. "Oh ya? Bagus dong kalau begitu! Kenapa dia gak mati beneran aja? Lagian, siapa sih yang mau peduli sama pelakor gak punya hati seperti dia itu?!" ujar Monika gemas. "Aku tau dia salah, tapi kalau kita membalas semua perbuatannya