"Apa yang kamu katakan, apa kamu yakin dengan perkataanmu itu?" tanya mas Abi pada Dania. "Aku mengatakan hal yang sebenarnya dan apa yang aku lihat kala itu," sahut Dania mantap."Kamu yakin tidak ingin meralat perkataanmu?" tanya mas Abi lagi. "Tentu saja tidak karena aku yakin jika istrimu itu hendak berbuat serong dengan mantan suaminya. Aku hanya tidak ingin lelaki sebaik dirimu di tipu oleh wanita sok polos seperti dirinya," sahut Dania dengan menudingkan jarinya padaku. Aku hanya diam saja melihat kelakuan wanita menyebalkan itu. Sudah tidak mau lagi membuang-buang energi untuk meladeninya.Mas Abi berbalik ke arah pintu masuk dan berteriak memanggil satpam. Tidak lama berselang, pak jaya, satpam rumah kami itu dengan tergesa-gesa datang memenuhi panggilan mas Abi. "Pak, lihat baik-baik wajah wanita ini dan pastikan dia tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah ini," ucap mas Abi memberikan perintah pada pak Jaya. "Apa-apaan kamu mas, aku sudah berbaik hati ingin men
POV GALIH_____&&____"Selamat ya pak istri anda sedang hamil," ucap seorang dokter yang sedang memeriksa Safa.Dadaku berdetak kencang mendengar perkataan dokter dengan pakaian serba putih tersebut. Safa hamil, akhirnya mantan istriku itu bisa hamil dan itu dengan laki-laki lain. Jadi selama ini bukan dirinya yang bermasalah mungkin saat itu kami memang belum diberi kepercayaan untuk bisa memiliki momongan."Pak?" sapa dokter itu lagi"Ah iya," jawabku tergagap."Setelah ibu siuman bisa di bawa pulang, tidak perlu ada yang di khawatir," ucap dokter itu lagi sebelum akhirnya meninggalkanku dan Safa. Aku menatap kearah tubuh yang tergeletak di atas ranjang pasien disampingku saat ini. Matanya terpejam, wajahnya nampak tenang, dadanya naik turun seiring hembusan nafasnya. Wajah itu sekarang begitu cantik dan terawat tidak seperti saat bersamaku dulu. Lelaki yang menikahinya saat ini, sepertinya menjadikannya seorang Ratu. Bukan seperti diriku dahulu, aku begitu banyak memberinya kesib
Kuayunkan tanganku pada wajah seseorang yang berani mencium keningku saat aku tidak sadarkan diri. Tadi aku pingsan di pusat grosir dan saat tersadar aku merasakan sebuah kecupan di keningku. Kupikir itu adalah ulah mas Galih yang sejak awal sudah berbuat macam-macam padaku. "Aduh!" Segera kubuka mataku begitu mendengar suara mengaduh itu bukan suara mas Galih tapi suara mas Abi, suamiku. "Kenapa kamu tampar aku? apa kamu tidak suka aku cium," ucapnya sambil meraba-raba pipinya. "Maaf mas, aku kira itu bukan dirimu.""Kamu pikir siapa yang berani mencium dirimu selain aku?" Mas Abi balik bertanya."Tadi aku bertemu dengan mantan suamiku, lalu tiba-tiba pingsan. Aku takut dia melakukan hal yang tidak-tidak padaku," jawabku apa adanya. Mas Abi terlihat mengerutkan keningnya, "Jadi yang membawamu kesini lelaki itu?" gumamnya. "Aku tidak tahu mas. Bagaimana kamu bisa ada disini?" Aku balik bertanya. "Tadi ada perawatan yang menelponku dan mengatakan jika kamu berada disini. Apa kam
"Silahkan duduk mbak, ada apa mencari suami saya?" tanyaku tanpa basa-basi lagi. "Saya di suruh pak Abi datang kesini karena kata beliau, ibu memerlukannya seorang karyawan yang bisa di percaya," ucap gadis itu memberikan jawaban. Ya, wanita di depanku ini terlihat sangat muda seperti halnya gadis belia. Oh jadi dia yang di rekomendasikan mas Abi untuk bekerja denganku menjadi orang kepercayaan di toko. Apa-apaan mas Abi ini, kenapa dia memilih gadis mulus seperti ini. Apa suamiku itu ada maksud lain. "Silahkan perkenalkan dirimu," ucapku sambil menatap kearahnya yang sudah duduk di seberang meja kerjaku."Nama saya Monalisa, biasa di panggil Lisa. Saya baru saja lulus SMK jurusan akuntansi di yayasan yang masih ada naungannya dengan yayasan keluarga pak Abi. Saya adalah salah satu siswa yang menerima beasiswa disana, saya dari keluarga kurang mampu dan setelah lulus saya ingin bekerja dan berharap bisa sambil kuliah nantinya. Saya siswa berprestasi dan saya yakin bisa menghandle p
"Pak Abi kenapa, Bu Safa?" tanya Lisa begitu kami masuk ke dalam toko dengan keadaan mas Abi aku tuntun. "Oh ini, mata bapak lagi sakit jadi pakai kacamata hitam biar tidak pada ketularan," jawabku asal. Mas Abi hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar perkataanku tanpa bisa menolak keinginanku. Aku segera menyuruh suamiku itu duduk dan menunggu aku memeriksa segalanya di tempat itu. Mencocokkan laporan yang dibuat oleh Lisa dengan semua data keuangan yang dia setor setiap harinya. Saat sedang asyik bekerja, ada beberapa orang yang datang masuk ke toko untuk berbelanja. Mereka terlihat masih muda-muda dan cantik. Dengan cekatan karyawanku langsung melayani mereka semua. Tidak lama kemudian datang lagi beberapa pelanggan yang masuk dan melihat-lihat koleksi baju di tokoku. "Mas, ini ukurannya ada yang lain tidak?" tanya seorang wanita yang berbaju seksi sambil mendekati mas Abi yang sedang duduk bersandar di kursi tidak jauh dari tempatku duduk. Karena aku tidak mengijinkanny
Kuhabiskan waktuku untuk bermuram durja selama satu Minggu ini. Penyesalan datang kepadaku tanpa bisa aku tahan lagi, seharusnya aku datang menemui ibu. Seharusnya aku bisa mengajak suamiku untuk menemaniku. Setelah dipikir-pikir, permintaan ibu yang terus menerus itu menjadikan tanda jika hidupnya sudah tidak lama lagi. Keinginan terakhirnya untuk bertemu denganku tidak bisa terwujud hanya karena rasa khawatir dalam diriku saat bertemu dengan keluarga mantan mertuaku itu. Lalu akhirnya aku menyesal saat beliau pergi untuk selamanya tanpa aku bertemu dengannya untuk terakhir kalinya. Sudah satu minggu lamanya aku malas melakukan apapun, sesekali aku menangis jika teringat akan mantan mertuaku itu. Ditambah lagi kehamilan yang mulai membuatku mengalami mual-mual membuat kemalasan semakin menguasai diriku. "Apa yang bisa membuatmu ceria dan tersenyum kembali?" Mas Abi berkata sambil merapikan anak-anak rambutku yang meriap menutupi sebagian wajahku. Tadi setelah salat subuh aku kemb
Perlahan aku mendekati putri sambungku itu, tidak ingin menganggu dirinya, aku tetap menjaga jarak. Berharap dia tidak menyadari kehadiranku. Aku ingin tahu apa yang ada dalam hatinya, kenapa dia ingin mengunjungi makam mamanya. Lalu tadi mama mertuaku juga mengatakan hal seperti itu padaku. Apa Qia begitu merasa kuabaikan dan sedih hingga ingin curhat disamping nisan mamanya seperti yang dulu pernah aku lakukan jika aku rindu pada ibuku."Mama, sebentar lagi aku punya adik bayi. Mama Safa sedang hamil adik bayi di perutnya, awalnya mama Safa sayang banget sama Qia tapi sekarang dia tidak sayang lagi. Apa nanti aku makin tidak akan di sayangi olehnya jika adik bayiku lahir. Temanku bilang, ibu yang tidak melahirkan diriku tidak akan pernah menyayangiku tapi mama Safa selama ini selalu menyayangiku. Hanya saja sekarang dia tidak sayang lagi," ucap Qia sambil terisak. Hatiku bergetar mendengar perkataannya, anak itu menganggap aku tidak menyayanginya lagi begitu aku hamil. "Apa benar
"Istri bapak hanya perlu beristirahat, sepertinya hari ini dia terlalu capek." Itu adalah perkataan yang dikatakan oleh dokter saat tadi kami pergi ke rumah sakit. Aku sudah mengatakan pada mas Abi jika aku hanya butuh istirahat akan tetapi sepertinya Suamiku itu begitu khawatir dengan keadaanku.Dalam perjalanan menuju rumah sakit dia terus menggenggam tanganku dengan erat dan berkendara dengan sangat cepat padahal aku sudah mengatakan jika perutku sudah tidak terlalu sakit lagi. Bahkan kami saat sampai di rumah setelah pulang dari rumah sakit, lagi-lagi mas Abi kembali menggendongku dan tidak membiarkanku jalan sendiri menuju ke kamar kami. "Sudahlah kamu tidur dulu dan beristirahatlah biar aku yang menemani Qia," ucap mas Abi sambil menyelimuti tubuhku. "Mama istirahat saja aku akan bermain bersama Papa. Lagi pula hari ini kita sudah puas bermain Qia juga ingin istirahat," ucap gadis kecil itu padaku.Gara-gara mas Abi begitu heboh akhirnya putrinya juga mengkhawatirkan diriku.
Mobil yang dikendarai Mas Abi bergerak menjauhi rumah kami. Hari ini lelakiku itu mengajakku jalan-jalan tanpa anak-anak bersama kami. Dia ingin mengajakku refreshing, menyenangkan diri, merilekskan tubuh dan otot-otot setelah beberapa waktu yang lalu berjuang melahirkan putra kami. Awalnya aku menolak karena kasian anak-anak, ditambah lagi bayi kami baru dua bulan. Gimana jika nanti rewel kalau ditinggal. Setelah meyakinkan diriku, akhirnya aku mengikuti kemauan Mas Abi. Qia dan Albi pergi ke rumah Omanya. Keduanya di jemput pagi-pagi sekali, sedangkan Azam di rumah dengan pengasuhnya. Aku sudah menyediakan ASIP yang cukup banyak, cukup hingga sore atau bahkan malam nanti. "Kemana kita, Mas?" Tanyaku pada lelaki yang duduk di sampingku.Fokus menyetir kendaraan roda empat yang kami tumpangi. "Bersenang-senang. Mencari hiburan, kamu pasti penat terus berada dirumah. Sejak melahirkan, kamu belum pergi kemanapun." Perkataan Mas Abi memang benar, sejak melahirkan aku menghabiskan ba
Rumah sudah mulai sepi kembali, tinggal Mama dan Papa, juga kedua teman yang selalu ada untukku, Kaira dan Lili.Hari ini kami mengadakan acara aqiqah untuk anak ke tiga kami. Bayi laki-laki yang kami beri nama Khairul Azzam itu, saat ini sudah berusia dua minggu. Kami sengaja melakukan acara aqiqah setelah dua minggu kelahirannya agar keadaanku sudah pulih saat kami mengadakan acara tersebut. Bahkan Kaira dan Lili juga tidak aku izinkan untuk datang menengok saat aku masih dalam keadaan belum sehat. Hari ini adalah hari pertama mereka datang setelah aku melahirkan. Saat itu aku memang benar-benar ingin istirahat total tanpa ada yang menjenguk, hanya Mama dan Papa yang bolak-balik datang ke rumah kami. Kelahiran kali ini begitu sulit, penuh dengan perjuangan, sehingga aku tidak mau segera ditengok oleh siapapun agar bisa banyak beristirahat. Aku, Kaira, dan Lili, saat ini sedang berada di teras rumah. Tadi setelah acara memang keduanya sengaja tidak pulang dan ingin ngobrol dengank
"Apa maksudnya, Suster. Ini sudah sakit sekali bagaimana bisa masih belum," erangku menahan rasa sakit yang kembali datang. "Sabar yaa, Bu." Perawat itu membantuku tidur miring kembali dan mengusap-usap pinggangku.Nyaman terasa saat tangan lembut itu mengusap pinggangku. Tak lama kemudian, Perawat itu kembali berjalan keluar kamar, aku berteriak memanggilnya. "Suster mau kemana, jangan pergi. Aku udah gak tahan lagi," pekikku kencang. "Mas, sakit Mas. Aku nggak mau lagi kalau kayak gini. Aku mau operasi saja." Aku berkata sembari menatap ke arah Mas Abi yang masih berdiri di samping ranjang. Wajahnya tampak khawatir melihatku. Pria itu kembali duduk di atas kursi yang berada di samping ranjangku."Iya udah, ayo gimana baiknya," sahutnya seraya meriah tanganku lagi. Tak lama berselang, masuk lagi dua orang perawat ke dalam kamarku."Mari Bu, ke ruang tindakan," ucap salah satu dari perawat tersebut. "Saya udah gak bisa bangun lagi, Sus." Rasanya aku memang sudah tidak sanggup b
POV SafaWaktu berlalu dengan cepat, tidak terasa usia kehamilanku sudah memasuki trimester ketiga. Setelah trimester kedua tidak ada drama lagi dalam kehamilanku, aku sudah bisa mulai memakan apa saja dan berat badanku serta bayi beserta naik secara signifikan. Pada pemeriksaan terakhir kali beberapa waktu lalu, dokter mengatakan semuanya baik-baik saja. Posisi bayi sudah sempurna, berat badannya cukup, air ketuban cukup, plasenta masih bagus. juga cukup insya Allah kan aku bisa melahirkan secara normal seperti saat aku melahirkan Albi dulu. Aku mulai rajin jalan-jalan begitu usia kandunganku memasuki trimester ketiga, makan buah-buahan yang bagus untuk ibu hamil yang sudah mendekati masa HPL. Diantaranya saja buah nanas.Buah nanas memiliki kandungan bromelain yang mampu membantu melunakkan leher rahim hingga memicu kontraksi pada ibu hamil. Namun buah ini tidak disarankan dikonsumsi secara berlebihan karena menyebabkan diare yang tidak menyamankan ibu hamil saat melahirkan. Ka
POV Abimanyu"Tega sekali kalian," terdengar suara Safa sedang berbicara dengan orang.Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi sangat jelas mendengar suara Safa, kami tadi bergantian ke kamar mandi setelah pulang dari rumah Mama. Meskipun sampai rumah sudah jam setengah sepuluh malam tapi aku memutuskan mandi dengan air hangat. Meskipun sudah jam sepuluh malam, tapi istriku itu tetap melakukan panggilan video dengan temannya. Sepertinya itu dengan Kaira dan juga Lili, mereka berdua memang membantuku untuk membawa Safa keluar dari rumah, sebelum akhirnya aku jemput untuk pergi ke rumah Mama. Pelan kuayunkan langkah mendekat pada istriku yang sedang duduk di depan meja riasnya. Bercermin sambil menelpon teman-temannya. Aku berdiri di sampingnya, bisa melihat layar smartphone milik Safa tapi Lili dan Kaira tidak bisa melihatku."Kalian sengaja membohongiku, kan? Jadi sebenarnya Lili itu mau beli baju beneran atau enggak sih? Atau cuma akal-akalan kamu saja, Li?" tanya sama pada te
POV Abimanyu"Mas, tega kamu melakukan ini padaku. Kamu yang salah, masa aku yang harus kena omelan mama," ucap Safa dengan wajah memelas. Sebenarnya aku tidak tega melakukan ini padanya, tapi ini adalah bagian dari skenario untuk memberinya kejutan. "Ya mau bagaimana lagi, Mama yang minta kamu kesana. Yang penting kita ke sana dulu saja.""Aku nggak mau pokoknya," tolak Safa. matanya mulai berembun.Antara mama dan Safa memang tidak pernah terjadi perseteruan. Hanya sekali waktu pertemuan kami sebelum menikah, dimana saat itu Mama melukai Safa dengan perkataannya. Dan swkali setelah menikah, saat Qia ngambek dan minta diantar ke rumah Omanya, lalu ke kuburan mending Mamanya. Mungkin momen itu begitu membekas di hati Safa hingga dia tidak mau juga mama kembali berkata buruk padanya. "Aku lagi hamil Mas, masa kamu tega melihat istrimu dimarahi oleh mamamu?" kali ini Safa mulai terisak.Hormon kehamilan membuatnya menjadi wanita yang mudah menangis. membuatku malah menjadi khawatir p
Sepeninggalnya Lili, aku dan Kaira kembali ke ruang kerja Kaira. Temanku itu mengajakku untuk berbicara dengan santai di ruang kerjanya. "Aku nggak nyangka kamu bakalan bisa akur dengan istri dari mantan suamimu. Ini sungguh sesuatu yang sangat langkah," ucap Kaira begitu kami sampai di dalam ruangannya."Jika Itu bukan Lili, mungkin aku tidak akan bisa juga akrab dengannya. Apalagi menjalin keakraban dengan segala yang berhubungan dengan mantan suamiku. Ditambah lagi perpisahan kami dulu sangat menyakitkan, tapi semuanya sudah berlalu aku sudah mendapatkan banyak kebahagiaan dan aku juga sudah move on dari segala masa laluku itu.""Termasuk dengan wanita yang menjadi penyebab hancurnya rumah tanggamu?"Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Kaira. "Bagaimana kabar wanita itu? Apa kamu masih mendengar tentangnya? Dia masih satu kampung dengan kamu kan.""Dia sudah mendapatkan balasannya, dan sekarang mungkin dia sudah menjadi orang yang lebih baik. Sudahlah, jangan
"Termasuk apa Lili?" tanyaku penasaran. "Termasuk dia yang dijadikan ibu pengganti. Aku tidak habis pikir dengan hal itu. Itu mungkin pukulan berat yang membuat wanita itu jadi insyaf.""Dia cerita apa lagi?""Tentang itu saja mbak yang bikin aku shock.""Dania cerita juga tentang aku?" Aku mencoba memancing Lili bercerita yang lain. "Enggak Mbak, memangnya Mbak Safa ketemu dengannya juga?""Enggak sih kalau di kota ini, tapi pas aku pulang kampung sempat bertemu dengannya dan seperti padamu, dia juga minta maaf padaku," jawabku apa adanya.Jadi Dania tidak menceritakan tentang aku, syukurlah. Wanita itu memang benar-benar sudah berubah. "Oh iya Mbak, bisa nggak Mbak Safa nemenin aku ke butik Mbak Kaira lagi," ucap lili mengubah topik pembicaraan. "Memangnya kamu mau memesan baju pernikahan?" tanyaku dengan penasaran.Pasalnya kerjasama antara Lili dan Kaira waktu itu tidak jadi. Lili bilang menjual baju pengantin tidak semudah menjual baju yang aku produksi maupun yang diproduksi
"Tadaaa ....," serunya sembari mengangkat sebuah rantang berwarna orange tepat di hadapanku. Aku masih memandangnya dengan tatapan tidak mengerti. Apakah kejutan yang dia maksud adalah dengan memberiku sebuah rantang kejutan, macam apa ini."Ini kejutannya, kamu memberiku rantang?"Ini bukan sekedar rantang, Mbak. Yang paling penting adalah isinya. Kata Mas Abi, kamu menginginkan masakan Ibuku, kan. Nah di dalam rantang ini ada masakan spesial yang Ibuku masakan buat kamu. Selain rantang ini ada juga yang di dalam itu, ucap Lili panjang lebar sambil menunjuk goodie bag. Wah jadi mas Abi benar-benar mengatakan keinginanku pada Lili. Kapan dia mengatakan, ternyata suamiku itu benar-benar memenuhi semua keinginanku bahkan hal ini pun tanpa sungkan ia lakukan."Kapan mas Abi bilang padamu?" Aku bertanya dengan penasaran"Bukan padaku sih, tapi suamimu itu bilang pada Mas Galih, kemudian Mas Galih bilang padaku, terus aku bilang pada ibu deh," tutur Lili jelaskan. Oh ternyata begitu cer