Bab 2
Tok tok tok"Assalamualaikum!"Siti mengetuk pelan pintu sebuah rumah yang berada di kompleks perumahan mewah. Beberapa orang yang menangkap keberadaan wanita itu beserta anaknya mengernyitkan dahi, terlebih karena penampilan kotor dan basah kuyup Siti.Beberapa menit menunggu tak juga ada jawaban, Siti pun kembali mengetuk dan berucap salam, "Assalamualaikum!""Bu, ini rumah siapa?" Putri yang sudah terlihat sangat capek pun bertanya dengan lirih pada sang ibu."Ini rumah Tante Eva, Sayang?" jawab Siti sambil tersenyum.Eva merupakan sepupu Siti, keponakan dari mendiang ibu Siti yang telah wafat. Karena di kota hanya ada Eva yang merupakan sanak saudara Siti, maka dia hanya bisa menghubungi wanita tersebut."Waalaikumsalam!" seru seseorang dari dalam rumah yang diikuti langkah kaki mendekat.Pintu rumah berwarna coklat tua itu dibuka. Seorang perempuan dengan dandanan yang sangat cantik pun keluar. Terlihat di belakang perempuan tersebut ada lelaki berkacamata yang mengikuti.Awalnya, ekspresi perempuan yang membuka pintu itu terlihat ramah dan senang. Akan tetapi, begitu melihat siapa yang datang, raut wajahnya pun berubah. "Siti?" panggil perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah Eva. "Kamu sama siapa?" tanya Eva sambil celingukan seperti mencari sesuatu di belakang Siti."Hanya sama Putri saja, Mbak," jawab Siti dengan sebuah senyuman tak berdaya.Jujur saja, Siti tahu kenapa ekspresi Eva langsung berubah masam ketika melihat dirinya. Walau mereka memiliki hubungan keluarga, tapi sebenarnya hubungan Eva dan Siti tidak terlalu baik.Setelah ayah dan ibu Siti meninggal karena kecelakaan, dia berakhir tinggal bersama keluarga Eva. Walau tumbuh besar bersama, tapi Siti selalu mendapatkan pencapaian lebih di sekolah dibandingkan Eva. Hal itu berakhir membuat Eva selalu menjadi yang kedua apabila dibandingkan dengan Siti."Kamu tuh nggak bisa apa kayak Siti? Udah baik, pinter, manis! Nggak kayak kamu, cuma bisa bikin malu Ibu!" tegur ibu Eva dulu saat putrinya mendapatkan ranking paling akhir di sekolah.Selalu menjadi yang kedua membuat Eva sangat membenci Siti. Wanita itu bahkan lebih memilih untuk berpura-pura tidak mengenal Siti kalau bertemu."Lalu suami kamu mana?" Eva menyelidiki lebih lanjut dengan kedua tangannya dilipat di dada.Siti pun kemudian menceritakan semua yang terjadi antara dia dan Adi. Berharap sekali jika sepupunya itu akan simpati dan mau memberikan tumpangan untuk sementara waktu. Saat itu Dirga, suami Eva, yang ikut mendengarkan semuanya dengan sedikit cemas."Jadi, bolehkah untuk sementara saya dan Putri tinggal disini, Mbak?" tanya Siti dengan takut-takut, karena sebenarnya dia sudah tahu bagaimana sifat Eva."Eh ... enak aja! Kamu kira rumah aku ini penampungan ya? Nggak deh nggak! Sudah pergi saja kamu dari sini!" ucap Eva sambil mengibaskan tangannya. Benar sekali ternyata Eva pun tak mau menerima Siti."Tolong Mbak. Hanya untuk sementara saja. Saya sudah tak punya uang lagi ini. Jika tidak di sini lalu saya harus kemana lagi, Mbak?" pinta Siti."Emang aku pikirin?! Yang jelas aku nggak akan nerima kamu di rumah ini. Sekarang juga pergi dari sini!" Eva masih terus meradang.Mendengar suara Eva yang amat lantang itu, Putri pun menjadi takut dan langsung memeluk ibunya. Gadis kecil itu trauma dengan pertengkaran antara orang tuanya tadi. Siti yang mengerti hal itu pun berusaha untuk menenangkan anaknya.Tak sedikit pun ada rasa iba dari Eva melihat keponakannya itu. "Aku nggak mau ya nampung orang miskin dan nggak berguna seperti kamu! Hanya akan mengotori rumahku saja! Kalau mau makan gratis sana pergi ke panti!" geram Eva, merasa baru kali ini dia memiliki kesempatan merendahkan Siti. Puas sekali rasanya."Ma ... jangan begitu dong. Biar bagaimana pun Siti ini saudara sepupu kamu loh. Hari juga sudah mulai beranjak malam, kasihan kan itu si Putri juga. Biarkan mereka tinggal disini untuk sementara waktu," ucap Dirga, suami Eva, dengan lembut.Dirga yang sejak tadi hanya terdiam pun akhirnya ikut bicara juga. Lelaki berwajah teduh itu pun tak tega melihat Siti dan juga Putri. Dia yang dari dulu ingin memiliki anak merasa iba dengan sosok gadis kecil di sisi Siti."Kamu nggak usah ikut campur deh, Pa! Aku nggak mau ya ada saudara miskin tinggal di rumah ini. Karena yang ada hanya akan membuatku malu saja. Gimana nanti jika teman-temanku tahu aku punya saudara macam dia? Jijik tahu nggak sih!" Eva berucap sambil menatap Siti dengan pandangan merendahkan.Setelah menikahi Dirga, Eva memang telah merasa menang. Dirga merupakan seorang pengusaha, penghasilan per bulanannya jauh lebih besar dibandingkan dengan Adi, suami Siti. Demikian, tidak ada orang yang bisa membanding-bandingkan Eva dengan Siti lagi!"Ma, kamu jangan ngomong gitu dong. Menolong orang disaat kesusahan itu kan banyak sekali pahalanya. Mereka itu wanita, jika keluyuran di luar malam-malam, apa kamu nggak takut terjadi sesuatu? Aku pun yakin semua teman kamu akan memuji kebaikan kamu nanti, karena kamu sudah nolong orang yang kesusahan." Dirga terus saja berusaha membujuk Eva.Beberapa saat wanita berambut merah itu pun terdiam sembari masih menatap pada Siti dan Putri secara bergantian. Dia sangat enggan menampung keduanya, terlebih karena Dirga semakin membela Siti. Akan tetapi, sebuah ide pun masuk ke benak Eva."Oke! Aku akan menerima mereka tinggal di rumah ini," ucap Eva dengan wajah arogan."Terima kasih banyak, Mbak Eva! Terima kas--""Eits, tapi ada satu syarat," imbuh Eva dengan sebuah senyuman licik terpasang di wajahnya.Tanpa berpikir dua kali, Siti langsung membalas, "Katakan saja apa syarat itu, Mbak. Saya akan melakukan semua asalkan saya dan anak saya punya tempat berlindung untuk sementara waktu." Dirinya sudah terpojok, tidak lagi memiliki pilihan.Di dalam hatinya, Siti terus saja berdoa agar Tuhan melembutkan hati Eva. Begitu pula dengan Putri yang masih memeluk ibunya. Mereka menatap khawatir ke arah Eva yang saat ini menjadi satu-satunya harapan mereka.Mendengar hal itu, Eva tertawa dalam hati. Dia akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menang sepenuhnya dari Siti."Selama kamu tinggal di rumah ini, kamu harus melakukan semua pekerjaan rumah. Mencuci, mengepel, memasak, setrika, ya ... pokoknya semua deh! Tetapi itu tanpa ada gaji loh. Karena kamu kan numpang dan makan gratis di sini. Gimana? Mau?" Eva mengatakan syaratnya dengan enteng."Ma ... kamu ini apaan sih? Dia itu saudara kamu loh, jangan ngomong kayak gitu dong!" Dirga sontak tak setuju dengan apa yang dikatakan oleh istrinya itu."Diam, ih!" balas Eva seraya menepiskan tangan Dirga yang sempat menahan lengannya. "Di dunia ini nggak ada yang gratis! Kalau nggak mau sih lebih baik sekarang juga kamu langsung angkat kaki dari rumah ini!" Eva mengabaikan tatapan tak suka suaminya itu, dia malah makin menatap sinis pada Siti dan Putri. "Gimana? Mau nggak? ""Mau Mbak ... mau! Saya akan melakukan apa saja yang penting Mbak Eva memperbolehkan saya tinggal di sini." Siti berkata dengan penuh harap tanpa memikirkan apa pun."Oke, deal ya! Ingat, tapi ini pun tidak untuk waktu yang lama ya! Sudah cepat masuk sana!"Akhirnya, mulai dari hari itu, Siti pun tinggal bersama dengan Eva. Hari-harinya dilalui dengan sang sepupu yang memperlakukan dirinya sebagai pembantu. Eva bahkan dengan sengaja meliburkan pembantunya untuk beberapa waktu karena ada Siti yang menggantikannya."Heh Siti! Kamu itu bisa kerja bener nggak sih? Masak jam segini sarapan belum juga siap? Jika kamu tidak bisa kerja, lebih baik segera pergi dari sini dan bawa juga anak kamu itu! Jangan hanya ingin gratisan saja!"Masih juga pukul setengah tujuh pagi, tetapi Eva sudah mengomel untuk yang ke sekian kalinya. Sejak Siti datang memang wanita itu terus saja berusaha membuat masalah, tujuannya sih tentu saja agar Siti tak betah dan pergi dari rumah ini segera. Sudah berhari-hari wanita itu tinggal, tapi tidak juga menunjukkan tanda akan pergi. Perasaan kemenangan Eva telah lama buyar digantikan rasa kesal."Maaf, Mbak. Sebentar lagi semua pasti akan beres. Saya sudah mengerjakan sebaik mungkin." Siti menjawab dengan lirih sembari tangannya terus mengaduk sayur di panci."Ma ... kamu ini apaan sih, kok ngomel terus? Ini loh masih pagi, kenapa sudah bingung mau sarapan? Bukannya kamu juga tahu sejak pagi Siti itu sudah terus bekerja tanpa lelah, Putri pun juga membantu ibunya. Jangan keterlaluan deh, Ma!" Dirga menarik nafas dalam-dalam dengan kelakuan Eva.Ini yang membuat hati Eva semakin hari semakin panas, suaminya terus-menerus membela Siti setiap kali dia menyuruh wanita itu melakukan sesuatu. Eva mendekati suaminya dengan tatapan penuh arti, "Bentar deh, kamu kenapa sih Pa selalu membela Siti? Jangan-jangan kamu sudah dipengaruhi oleh Siti ya?" Mata wanita itu pun membesar ketika menyadari suatu kemungkinan mengerikan. "Kalian berdua jangan-jangan main api di belakangku?!"Bab 3Perlu waktu setidaknya beberapa jam bagi Dirga untukmenenangkan Eva. Kemudian, wanita itu pun akhirnya memutuskan untuk pergibersama temannya untuk menenangkan diri setelah diberikan uang jajan lebih olehsang suami. Untuk saat ini memang aman, tetapi Dirga pun takut jikananti hal seperti ini akan kembali mencuat."Siti, tolong jangan masukkan ke hati semua yangdikatakan Eva ya? Kamu sudah tahu kan bagaimana sifat sepupumu itu? Jadi harapmaklum ya," Dirga berkata dengan hati-hati.Karena Eva sedang pergi arisan dengan teman-temannya, jadiDirga pun berani mendekat pada Siti. Bukan untuk hal kurang ajar seperti yangsudah disangkakan oleh Eva, tetapi lebih pada simpati sesama manusia."Nggak apa-apa kok Mas Dirga, saya sudah paham dengansifat Mbak Eva. Dibolehin tinggal di sini saja saya sudah sangat senang kok,Mas. Jadi semua ini seperti balas budi. Insyaallah saya ikhlas," Sitiberucap lirih.Dirga menarik nafas dalam-dalam demi mendengar ucapan Sitiitu, "Aku nggak bis
Bab 4"Kamu kok kayaknya tegang banget gitu?" tanya seorang wanita paruh baya yang sekarang sedang berjalan masuk menunjukkan rumah bak istana itu. “S-sedikit grogi, Bi Yati,” jawab Siti jujur. Pertama kali menjadi seorang pembantu rumah tangga, ada rasa takut yang menderanya. Biasanya di sinetron, majikan yang mempunyai rumah semegah dan semewah ini jelas bukan orang biasa, dan mereka selalu memiliki sikap angkuh dan jahat!Melihat ekspresi Siti, wanita yang lebih sering dipanggil Bi Yati pun berujar, “Santai aja di sini. Pak Handi orangnya baik, dan di sini kamu juga nggak sendiri.” Wanita itu bak bisa membaca pikiran Siti dan hal itu justru membuat Siti semakin takut. Rasanya langkah kaki Siti begitu berat untuk melangkah masuk ke dalam rumah megah itu. Setelah masuk dan dipersilakan duduk, Bi Yati menanyakan beberapa hal kepada Siti. Mulai dari pengalaman kerja, latar belakang, dan juga rencana ke depannya.“Oh, kamu janda anak satu. Anakmu sekarang di mana? Ditinggal di rumah?”
Bab 5“Pagi, Pak Handi,” sapa Bi Yati yang langsung berdiri dari kursinya dan membungkuk sopan.Melihat respons Bi Yati atas kedatangan pria tersebut, Siti pun langsung tahu bahwa yang turun itu adalah majikannya. Siti bergegas mengikuti Bi Yati dan menunduk ke arah pria tersebut dengan hormat.“Pagi,” balas pria bernama Handi itu singkat, masih dengan tatapan dingin menelisik sosok Siti yang tertunduk.“Ini pembantu baru, Pak. Namanya Siti,” jawab Bi Yati, memperkenalkan Siti kepada Handi. Wanita paruh baya itu pun memberi kode kepada Siti untuk memperkenalkan dirinya.“Pagi, Pak Handi. Nama saya Siti, saya pembantu baru di rumah ini!” ujar Siti dengan suara yang begitu lantang karena terlalu gugup.Suara lantang Siti mengejutkan tak hanya Bi Yati, melainkan juga Handi. Hal tersebut membuat Siti memaki dirinya sendiri dalam hati karena sudah bertindak sangat memalukan.“He he ….”Suara terkekeh itu membuat Siti mengerjapkan mata dan mengangkat kepalanya, melihat sosok Handi yang tadi
Bab 6Masih dengan tatapan dinginnya, Handi berkata, “Bawa anakkamu dan tinggal di sini mulai sekarang. Besok kamu kerja." Tanpa menunggureaksi Siti, pria itu berdiri dari kursi dan berseru, “Bi Yati!”Tak perlu waktu lama bagi Bi Yati untuk muncul dari ruangbelakang. “Ya, Pak?” tanyanya, siap menerima perintah.“Siti dan putrinya akan tinggal di sini mulai hari ini,tolong bantu siapkan semuanya. Nanti minta Mang Tatang untuk bantu Siti jemputputrinya juga.” Handi kemudian melanjutkan, “Sumi mana? Saya mau ke kantor,tolong minta dia bukain pintu.”*“Ibu, rumahnya gede banget,” celetuk Putri yang baru sajadijemput Siti dengan bantuan Mang Tatang, salah satu pengurus rumah pria dirumah Handi. “Kita tinggal di sini sekarang, Bu?” tanya Putri, merasa tidakyakin.Sebelum Siti sempat menjawab, Bi Yati yang langsung menyahut,“Iya, Putri. Mulai hari ini, Putri tinggal di sini bareng Ibu, Bibi, dan MbakSumi.” Wanita paruh baya itu tersenyum lembut, mungkin merasa rindu denganmasa-
"Pak Handi?!" Siti membelalak.Ya, pria itu tak lain adalah majikan Siti.Kedua asisten rumah tangga yang berada di situ pun tak kalah kagetnya. Mereka tak menyangka jika sang majikan mengatakan hal seperti itu. Sumi langsung menyikut lengan Bi Yati, tetapi mereka berdua hanya saling diam saja tanpa ada yang berani mengatakan apapun.Pandangan Siti dan Handi tak sengaja bertabrakan. Ekspresi Siti menunjukan bahwa wanita itu saat ini tengah bertanya-tanya. Siti tak pernah berpikir kalau majikannya akan datang dan mengatakan hal yang cukup ambigu itu. Di sisi lain, Handi tetap dengan wajah datarnya. Di dalam hati, pria itu juga merasa sedikit menyesali kalimat yang terlontar dari bibirnya. Ucapan itu membuat semua orang bisa salah paham. Akan tetapi, entah kenapa rasanya Handi tak mampu menahan diri saat melihat Eva hendak menampar Siti. Tidak kunjung mendapatkan jawaban, Eva menatap tajam seraya menelisik sosok pria di hadapannya. Dia berusaha melepaskan diri dari Handi seraya berter
Bab 8Setelah Eva pergi dari tempat tersebut, Handi langsung menoleh kepada Siti. "Sebagai bagian dari rumah ini, kamu harus tahu cara mempertahankan martabat kamu. Aku nggak suka melihat milikku dihina oleh orang lain!”Siti hanya melongo saja mendengarkan apa yang dikatakan oleh Handi itu. Dia sungguh tak mengerti apa maksudnya. Saat Siti ingin menanyakan hal itu, si majikan pun telah berlalu dengan wajah dinginnya. Membuat wanita itu pun mengurungkan niatnya. Sumi dan Bi Yati menghampiri Siti dan mengajaknya masuk ke dalam. "Saudara kamu itu memang keterlaluan sekali ya, Ti. Nanti kalau dia datang lagi, kita usir saja bareng-bareng. Karena Pak Handi itu sangat tak suka dengan keributan loh, bisa-bisa nanti beliau akan marah dan akhirnya memecat kamu," ucap Bi Yati yang semakin membuat hati Siti ketar-ketir."Oh iya, Mbak Siti. Tadi itu sepupu kamu kan bilang jika kamu dibuang oleh suami ya? Kenapa sih itu memangnya Mbak?" celetuk Sumi yang memang orangnya terlalu kepo dengan urusa
Bab 9Eva yang baru saja sampai rumah pun terlihat amat kesal. Saat itu kebetulan Dirga sedang menonton tv di ruang keluarga. Eva menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa sambil cemberut."Kamu ini kenapa sih, Ma? Baru datang kok sudah cemberut gitu? Memangnya kamu itu tadi dari mana sih?" Dirga bertanya dengan lembut pada sang istri.Eva melirik tajam pada sang suami dan mendengus kesal. "Gimana aku nggak kesal? Itu si Siti! Meski sudah nggak ada di rumah ini tetapi dia terus saja membuat aku kesal! Apes sekali deh aku memiliki saudara seperti dia itu!" gerutu Eva.Dirga tertawa kecil spontan saat itu melihat tingkah sang istri yang seperti anak kecil itu. "Siti? Kenapa masih ngomongin dia sih? Dia kan sudah nggak ada disini lagi. Nggak usah dengan diomongin lagi ya," ucap Dirga berusaha menenangkan Eva.Bukan karena tak suka Dirga tak mau membicarakan tentang Siti, tetapi lebih karena tak ingin percekcokan kembali karena Eva cemburu dengan Siti. Jadi, Dirga memilih aman saja."Ya karena a
Bab 10Sembari merapikan kemeja kerjanya, Handi terlihat sedang menuruni tangga. Dirinya telah siap untuk pergi ke kantor. Akan tetapi, setelah kurang-lebih lima belas menit menunggu sarapannya di meja makan, pria itu mengerutkan keningnya."Bi Yati, kenapa sarapan saya belum—"Sebelum ucapannya berhasil diselesaikan, seorang gadis kecil tiba-tiba muncul di hadapannya sambil membawa baki. Baki berisi sepiring nasi goreng dan secangkir teh hangat itu terlihat lebih besar dibandingkan wajah sang gadis kecil, membuat kemunculannya terlihat sangat menggemaskan."Ini sarapannya, Pak Handi," cicit gadis yang tak lain adalah Putri. Mata bulatnya menatap nasi goreng dan cangkir teh dengan serius, seakan sedang bertelepati pada kedua hal tersebut untuk jangan terjatuh.Melihat Putri berusaha menyajikan sarapannya, sebuah niatan untuk membantu sang ibu, Handi merasa hatinya terenyuh. Benaknya berputar kepada masa berpuluh tahun yang lalu, ketika ekonominya tidak sebaik ini. Bagaimana dirinya ba
EndingAdi berlari sejauh mungkin ketika pria itu menyadari ada sebuah mobil yang sejak tadi mengikutinya dari belakang."Sial! Masa aku gagal lagi?!"Putri terlihat sangat ketakutan dan gadis kecil itu juga kelelahan karena sejak tadi ditarik dengan paksa oleh Adi. Mereka berdua terus berlari tanpa memperhatikan apapun.Handi menginjak pedal gasnya dan mengemudikan mobilnya jauh lebih cepat dari biasanya ketika melihat sosok Adi. Kemarahan yang ada di dalam hatinya itu semakin memuncak ketika melihat pria itu menarik anaknya."Aku nggak akan pernah melepaskanmu Adi!" Dengan cepat, dia langsung mengerem mobilnya ketika berada tepat di hadapan Adi dan berhasil menghadangnya.Adi terjatuh karena terkejut. Begitu juga dengan Putri. Handi tanpa basa-basi langsung keluar dari mobilnya, dia berjalan mendekat dengan perasaan yang begitu marah."Kamu sudah sangat keterlaluan dan melewati batas dari kesabaranku, Adi. Kamu sudah berani mengusik keluargaku!"Adi tercengang dan merasakan nyalinya
Bab 326Setelah Eva berhasil diamankan oleh polisi, Siti berlalu pergi untuk menemui mantan ibu mertuanya. Wanita itu telah mendapatkan kabar dan juga bukti begitu banyak dari sang suami bahwa sebenarnya orang-orang terdekatnya terlibat soal anaknya yang menghilang.Siti tak ingin diam saja. Selama suaminya kini berjuang untuk menemukan anaknya, dia akan menangkap orang-orang yang terlibat dari masalah ini.Sumi dan Bi Yati yang ikut menemani juga merasa kaget karena Siti terlihat begitu berubah seolah menjadi wanita lain."Mbak," panggil Sumi dengan perasaan yang sedikit takut.Siti tampak menoleh sekilas dan wanita itu tersenyum tipis seolah memberikan kode bahwa dia baik-baik saja."Ti, Bibi harap masalah ini segera selesai dan Putri bisa ditemukan dalam keadaan yang baik-baik saja."Siti menganggukkan kepalanya perlahan. "Aku juga berharap begitu, Bi. Aku tidak akan diam saja jika ada satu luka di kulit Putri."Hanya butuh waktu sekitar 10 menit saja hingga wanita itu sampai tepat
Bab 325Handi dan Selina telah masuk ke rumah dan mendapati keadaan yang begitu berantakan. Mereka lantas berkeliling untuk mencari bukti lebih banyak.Handi menemukan seragam sekolah anaknya dan pria itu bisa yakin bahwa wanita yang sempat memberikan informasi itu tak berbohong sama sekali.Selina menghela napas perlahan. "Maaf, Pak. Sepertinya karena tindakan saya yang terlalu ceroboh, Adi jadi kabur begitu saja dan membawa semua bukti-buktinya."Handi terdiam. Tiba-tiba saja dia mendengar suara ponsel yang berdering.Dua orang yang tengah ada di dalam ruang tamu itu tampak menoleh dengan terkejut. Mereka kini berusaha untuk menemukan ponsel yang berdering karena sadar itu bukan milik dari mereka masing-masing.Selina menyingkirkan salah satu bantal dan menemukan ponsel. Dia sadar kalau ini adalah milik Adi."Pak, saya menemukannya! Ini ponsel milik Adi dan sepertinya karena terburu-buru dia jadi meninggalkannya."Handi dengan cepat langsung merebutnya. "Ini ... darimana dia bisa me
Bab 324Handi telah sampai di tempat yang baru saja dikatakan oleh sosok wanita misterius. Dia juga telah menghubungi pihak kepolisian untuk ikut datang.Pria itu bergegas turun sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar. Padahal sosok wanita itu mengajaknya bertemu di tempat ini, tapi dia tak melihat sosoknya sama sekali."Apa jangan-jangan wanita itu hanya berbohong dan mencoba untuk mengecohku?"Dia merasa takut kalau informasi yang sempat didengarnya itu hanyalah palsu dan membuatnya jadi terkecoh hingga tak jadi pergi ke kantor polisi.Handi mengusap wajahnya dengan kasar. Dia merasa kesal dan berniat untuk kembali masuk ke dalam mobilnya. Tapi sayup-sayup telinganya mendengar suara rintihan seorang perempuan. Dia lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling lagi dan memicingkan matanya ketika melihat sosok wanita yang ada di kejauhan tergeletak di jalanan."Itu ... Hah? Jangan-jangan itu dia!"Tanpa basa-basi sedikit pun dia langsung berlari mendekat. Dilihatnya sosok wanita ya
Bab 323Selina dengan cepat langsung pergi keluar meski rencana awalnya tak berhasil. Tapi wanita itu akan tetap berusaha untuk menyelamatkan Putri.Wanita itu bergegas pergi ke salah satu tempat yang cukup sepi agar bisa menelepon dengan nyaman.Wanita itu meraih salah satu ponsel rahasia miliknya dan langsung mencoba untuk menelepon seseorang. Cukup lama hingga panggilannya itu akhirnya diangkat."Halo, siapa ini?""Pak, saya yakin anda tahu. Beberapa kali saya mencoba untuk mengirimkan bukti-bukti mengenai kejahatan Adi dan Yayuk.""Kamu ...""Ya, benar. Tapi ada hal lain yang jauh lebih penting. Putri, anak anda diculik."Mata pria yang ada di ujung telepon sana tampak terbelalak kaget. Dia yang tengah mengemudikan mobilnya itu sontak langsung mengerem secara mendadak."Bagaimana kau tahu soal anakku yang diculik?" Tak bisa dipungkiri saat ini dia merasa sangat curiga.Selina menghela napas berat. "Ini tak penting sama sekali. Tapi saya tahu di mana keberadaan Putri dan jika Bapa
Bab 322Handi bergegas meraih jaketnya setelah pria itu mendapatkan panggilan penting dari pihak kepolisian.Siti yang tengah duduk itu sontak langsung menatap suaminya dengan tatapan heran."Mas, kamu mau pergi ke mana?"Pria itu tampak menoleh dan diam sejenak. "Mas akan pergi ke kantor polisi karena tadi baru saja mendapatkan panggilan dan katanya ada sedikit titik terang mengenai keberadaan Putri."Mata Siti seketika terbelalak lebar setelah mendengar penjelasan suaminya. "Apa benar, Mas? Kalau begitu aku juga ikut denganmu."Pria itu dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. "Kamu di rumah aja, Ti. Biar Mas yang akan menyelesaikan semua masalah ini."Pri itu tahu dengan jelas kalau kondisi tubuh istrinya sedang tak baik-baik saja sebab wanita itu terus saja memikirkan berbagai kemungkinan buruk mengenai Putri. Dia tak ingin membuat suasana jadi jauh lebih buruk.Siti merasa sedikit kecewa karena takut ijinkan untuk ikut pergi ke kantor polisi. Namun wanita itu juga tak bisa
Bab 321Siti menoleh ke arah suaminya dengan cepat. "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang, Mas?""Tenang dulu." Pria itu lantas mengulurkan segelas air putih pada istrinya. Siti dengan cepat langsung meminumnya, namun dia tetap saja merasa khawatir."Mas, kita nggak mungkin diam saja seperti ini. Apa yang diinginkan oleh penculik? Uang? Berapa banyak? A-aku punya uang jadi--""Stop, Siti!" Wanita itu langsung diam. Dia yang tadinya tengah merasa sangat kebingungan itu kini perlahan mulai menangis. Dia benar-benar hampir gila karena masalah ini.Handi dengan cepat langsung memeluk agar bisa menenangkannya."Ti, tenang ... kita akan cari solusinya sama-sama."Baik Sumi, Bi Yati, Tatang dan Dadang bisa merasakan kesedihan yang begitu mendalam di sepasang suami istri ini.Padahal mereka belum lama menikah namun telah dipertemukan oleh banyak masalah yang berat dan juga rumit.Setelah merasa istrinya sedikit tenang, pria itu langsung melepaskan pelukannya. Dia kembali beralih menatap
Bab 320Siti melipat mungkin ada juga sajadahnya setelah wanita itu selesai menunaikan salat. Matanya terlihat begitu sembab karena sampai sore ini pun masih belum ada kabar mengenai keberadaan anaknya.Namun dia tak ingin larut dalam kesedihan dan wanita itu akhirnya memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Dia tak mungkin membuat orang-orang di rumah ini merasa khawatir terus menerus padanya.Perlahan wanita itu mulai menapaki tangga setelah keluar dari kamarnya. Tapi entah mengapa dia merasakan atmosfer yang cukup berbeda seolah-olah semua orang yang ada di rumah ini tengah merasa tegang.Siti mengerikan pening ketika melihat sosok suaminya kini berada tepat di ruang tamu. Sumi dan Bi Yati juga ada di sana. Bahkan Tatang dan Dadang juga secara kebetulan berada tepat di dalam rumah."Ada apa ini?"Suara Siti telah berhasilkan mengejutkan semua orang dan mereka kini terlihat sangat kikuk.Siti semakin merasa heran, dia mendekat sambil mengerutkan keningnya."Kok malah pada diem aja? A
Bab 319Selina membuka pintu kamarnya dan benar saja, pria yang tak lebih dari benalu itu kini masih tertidur lelap seolah dia tak pernah melakukan kesalahan apapun.Selina menghela napas berat. Apa dia tak sadar kalau belum memberi makan anaknya sendiri?Dia masih tak menyangka karena ada sosok ayah yang begitu tega seperti Adi.Namun marah-marah seperti ini juga tak ada gunanya sama sekali karena pria itu tak mungkin mau mendengarkannya. Dibandingkan harus meluangkan waktu untuk marah-marah, dia memutuskan untuk segera pergi ke lemari bajunya dan mencari pakaian yang pas dikenakan Putri.Cukup lama dia berkutat untuk mencari pakaian, namun tiba-tiba saja ada seseorang yang memeluknya dari belakang dan berhasil membuatnya terpekik kaget."Kamu kaget, ya?" suara berat seorang pria telah berhasil menggetarkan gendang Selina.Wanita itu kini tampak tersenyum kikuk. "Ah, Mas ... kamu kenapa malah ngagetin aku, sih?"Adi hanya diam. Pria itu merasa seolah-olah berada di awan karena memili