Share

Surat panggilan

Author: Itha Sulfiana
last update Last Updated: 2024-04-12 23:50:49

"Jam segini kok udah pulang, Mas?" tanya Salma yang heran melihat kedatangan Bian.

"Kenapa kamu tanya-tanya?" ketus Bian sambil menatap Salma.

Dia masih kesal karena sang istri yang kemarin mengajaknya bertengkar. Wanita yang tak mau hidup susah itu, benar-benar membuat Bian merasa kecewa.

"Memangnya, salah?" tanya Salma balik. Ia perlahan mendekati Bian lalu memeluk lengan pria itu. "Mas, aku minta maaf. Kemarin... aku cuma lagi pusing aja. Aku cuma nggak siap dengan perubahan hidup kita yang tiba-tiba."

Bian masih bergeming.

"Mas... aku percaya kalau kamu pasti mampu bikin hidup kita jadi enak lagi, kan?"

"Mau enak gimana, Salma? Sekarang... aku sudah dipecat!" sahut Bian yang seketika membuat wajah Salma jadi pias. "Siap-siap saja! Setelah ini, mungkin hidup kita akan semakin blangsak!"

"M-Mas? Kamu bercanda, kan?" Reflek, Salma melepaskan tangannya dari lengan Bian.

"Apa aku keliatan bercanda?" balas Bian sambil menatap tajam Salma.

Seluruh persendian Salma terasa sangat lemah. Se
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Pertengkaran Bian dan Salma

    "Wa, jangan bilang begitu, Sayang! Tolong maafkan aku! Aku menyesal sudah menyakiti hati kamu.""Simpan penyesalan itu untuk diri kamu sendiri, Mas!" balas Najwa datar.Najwa berbalik. Hendak masuk ke rumah, namun Bian menahan pergelangan tangannya."Apa lagi?" tanya Najwa jengah dengan gangguan yang terus diberikan Bian."Ehmm... mobil itu, punya siapa?" Bian menunjuk Pajero putih yang terparkir manis di depan rumah."Oh, itu mobilku," jawab Najwa sambil melipat kedua tangannya didepan dada."Kamu beli cash atau kredit, Wa?""Alhamdulillah, cash."Degh!Bola mata Bian nyaris menggelinding keluar saat mendengar jawaban Najwa. Cash? Benarkah? Jadi, sebenarnya, berapa banyak uang yang dimiliki Najwa?"Ka-kamu serius, Wa?"Najwa memutar bola matanya malas. "Apa menurut kamu, aku bercanda, Mas?""Dapat uang darimana, kamu?""Tentu saja dari hasil panen sawah dan kebun peninggalan Kakekku."Lelaki itu tertegun. Ditatapnya Najwa dan mobil Pajero itu secara bergantian. Dia masih tak percaya,

    Last Updated : 2024-04-13
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Menantu kesayangan?

    "Kamu berubah, Mas!" desis Salma penuh rasa kecewa.Kemana Bian yang dulu sangat memanjakannya?Kemana Bian yang dulu sangat mencintainya?Kenapa, semakin hari, Salma merasa semakin kehilangan sosok Bian yang dulu begitu hangat dan penuh kasih."Cepat, sana, belanja! Aku juga udah laper, ini!" ketus Bian tanpa peduli pada kekecewaan Salma.Salma mengusap air matanya. Gegas, wanita itu berjalan keluar dari rumah untuk membeli bahan makanan agar bisa dia olah hari ini demi menyenangkan sang suami.Setidaknya, ada uang pesangon yang masih harus Salma incar jika ingin meninggalkan Bian secepatnya."Pweh!" Bian memuntahkan makanan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. "Ini ikan goreng atau garam beku sih, Salma?""Memangnya, kenapa, Mas?" tanya Salma heran."Cobain aja sendiri!" titah Bian kesal.Ragu, Salma pun mulai mencicipi ikan goreng buatannya sendiri. Dan, benar saja! Ikan gorengnya memang keasinan."Kenapa asin banget?" lirih Salma."Kok tanya aku? Kan, kamu yang masak!""Padahal

    Last Updated : 2024-04-14
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Permintaan gila

    Mediasi yang dijadwalkan oleh pengadilan agama, berlangsung cukup alot. Najwa tetap keukeuh dengan pendiriannya untuk bercerai sementara Bian keukeuh untuk mempertahankan pernikahan mereka."Saya tidak mau bercerai, Pak Hakim!" kata Bian dengan tegas."Saya tetap mau bercerai, Pak Hakim!" timpal Najwa dengan suara tak kalah tegas."Wa... tolonglah!" mohon Bian di ruangan sidang.Najwa tak menggubris permintaan memelas calon mantan suaminya. Dia memilih fokus untuk meraih apa yang sedang dia upayakan saat ini yaitu menyandang gelar menjadi janda.Akibat tak mendapati titik temu, sidang pun akhirnya ditunda dan akan dilanjutkan dua minggu lagi.****"Pokoknya, aku nggak mau cerai, Wa!" tukas Bian dengan rahang mengerat.Ia sengaja mencegat langkah Najwa didepan kantor pengadilan agama sebelum wanita itu pergi dan menghilang dari pandangannya."Dan aku, tetap ingin bercerai, Mas!" balas Najwa anggun dan lebih santai."Apa susahnya sih, untuk kita rujuk kembali?""Jelas susah. Karena, aku

    Last Updated : 2024-04-16
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Minta nafkah

    "M-Mas Bian?"Salma begitu kaget saat menjumpai Bian yang ternyata sudah berdiri didepan kamar. Rasa takut mulai menghinggapi. Bagaimana, jika lelaki itu mendengar semua percakapannya sedari tadi?"Mas udah lama di sini?" lanjut Salma lagi.Bian berusaha mengontrol emosinya. Tidak! Belum saatnya Bian harus melampiaskan emosinya. Dia harus mencari tahu terlebih dulu, siapa lelaki yang menjadi selingkuhan Salma."Baru aja," jawab Bian singkat."Apa Mas tadi dengar apa yang aku ucapin di telfon?""Nggak," geleng Bian berbohong. "Memangnya, apa yang kamu ucapin?""Ah, nggak ada," geleng Salma. Dalam hati, dia merasa sangat lega setelah mendengar jawaban Bian."Memangnya, kamu lagi bicara sama siapa?" tanya Bian, berpura-pura ingin tahu."Ehm, sama temenku, Mas!""Cewek apa cowok?""Jelas cewek, dong! Masa' cowok, sih? Nanti, kamu malah cemburu, lagi."Bian menarik napas panjang. Saat salma hendak memeluk lengannya seperti biasa, lelaki itu langsung mencari alasan untuk pergi."Aku mau mas

    Last Updated : 2024-04-17
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Menjemput Ibu

    "Darimana kamu?" tanya Bian saat Salma baru saja memasuki rumah."Dari rumah Najwa," jawab Salma dengan wajah cemberut."Ngapain?""Minta nafkah.""Hah?" Bian terkejut dengan jawaban Salma. "Ngapain kamu minta nafkah sama dia?" tanyanya keheranan."Ya, karena kamu udah nggak mau nafkahi aku lah, Mas! Jadi, otomatis yang harus menggantikan tugas kamu ya Mbak Najwa.""Dikasih?""Nggak," jawab Salma ketus. "Istri pertama kamu itu beneran pelit banget deh, Mas! Padahal, apa salahnya dia membantu kita yang lagi kesulitan? Kan, kita ini keluarganya juga.""Sudahlah, Salma! Nggak usah memperkeruh suasana. Kalau kamu terus bersikap begini, yang ada Najwa malah makin ilfeel sama kita."Salma menatap Bian dengan tatapan kesal. Bagaimana tidak? Lelaki itu hanya pintar memberi nasehat tapi lupa menjalankan kewajiban."Ini semua juga salah kamu, Mas! Kenapa kamu nggak mau kasih aku uang lagi, hah?"Bian mengusap wajahnya kasar. "Kan, udah kubilang! Aku lagi mengalami kesulitan, Salma! Aku dipecat

    Last Updated : 2024-04-18
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Memergoki

    Bian meringis setelah selesai membayar biaya tambahan saat mengurus kepulangan sang Ibu. Kini, uang yang tersisa di ATM-nya benar-benar tinggal sedikit. Dia harus putar otak supaya bisa mencukupi kebutuhan hingga akhir bulan."Kamu kenapa, Bian?" tanya Bu Jannah."Nggak apa-apa, Bu," jawab Bian berbohong.Tak mungkin dia jujur pada sang Ibu bahwa saat ini dia sedang dalam kesulitan."Kalau gitu, yuk kita pulang sekarang! Ibu udah nggak sabar pengen nyampe rumah," ajak Bu Jannah sumringah."I-iya, Bu!" angguk Bian.*****"Loh, kamu kok malah pesan taksi online sih, Nak? Memangnya, mobil kamu kemana?" tanya Bu Jannah heran."Mobilnya sudah Bian jual, Bu," jawab Bian jujur."Dijual? Kenapa?" pekik Bu Jannah tak percaya."Untuk bayar biaya operasi Ibu waktu itu.""Loh, memangnya Najwa nggak kasih uang ke kamu? Kenapa malah mobil kamu yang harus dikorbankan? Dia kan punya uang banyak.""Nanti Bian jelasin ya, Bu!" ucap Bian menenangkan sang Ibu.Setelah itu, dia pun membantu sang Ibu untuk

    Last Updated : 2024-04-19
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Mengingat

    "Kamu ngapain ngajakin aku kemari, sih?" tanya pria itu dengan gusar."Aku kangen sama kamu, Sayang!" rengek Salma manja sembari memeluk sang kekasih dengan erat."Kamu apa-apaan, sih? Kalau suamimu tiba-tiba pulang, gimana?" Sang pria berusaha terbebas dari pelukan Salma."Kok, kamu sekarang jadi gini sih, sama aku? Mentang-mentang aku udah nggak pernah kasih kamu uang lagi, kamu malah jadi sejahat ini sama aku!" sungut Salma kesal.Bibir yang sudah ia poles dengan lipstik merah menyala tampak mengerucut. Tali lingerie yang sedikit melorot di bahunya, dia benarkan kembali.Padahal, Salma sengaja berdandan cetar dan seksi hanya demi menggoda sang kekasih. Namun, respon pria itu justru malah begitu dingin dan ketus."Bukannya gitu, Sayang! Tapi kan, kamu tahu sendiri kalau akhir-akhir ini aku lagi butuh uang banget. Aku terpaksa harus kerja banting tulang demi bayar uang kontrakan dan beli makanan. Belum lagi, aku juga harus bayar cicilan motor. Aku pusing, Sayang!" Pria itu menjambak

    Last Updated : 2024-04-19
  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Konsekuensi

    "Ada apa ini, Mas Bian?" tanya salah seorang warga yang berdiri tepat didepan pintu rumah kontrakan Bian."Tolong tangkap perempuan itu, Pak! Dia sudah berzina dengan adik ipar saya sendiri. Dia juga telah mencelakai Ibu saya," pinta Bian pada Bapak-bapak tersebut."Minggir!" seru Salma panik. Dia berusaha mendorong pria paruh baya yang berdiri menghalangi pintu.Akan tetapi, dia tak lagi bisa berkutik ketika warga lain ikut datang dan menangkap dirinya yang berusaha untuk kabur."Ibu nggak apa-apa?" tanya Bian pada sang Ibu. Sigap, dia membantu sang Ibu untuk duduk kembali diatas kursi rodanya."Ibu nggak apa-apa," jawab Bu Jannah. "Kamu harus hukum perempuan jahanam itu, Nak! Gara-gara dia, kondisi Ibu jadi seperti ini."Tak berselang lama, Dika pun turut diseret paksa oleh para warga untuk keluar dari dalam kamar. Kondisi pria itu hanya mengenakan celana dalam. Wajahnya yang babak belur, tampak dia sembunyikan dibalik baju yang belum sempat ia kenakan."Mas, lebih baik mereka kita

    Last Updated : 2024-04-22

Latest chapter

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Extra Part

    "Sialan!! Kenapa jadi begini? Kenapa Najwa malah bahagia dengan lelaki lain? Seharusnya, dia itu kembali sama aku. Bukan malah melupakan aku dan menikah dengan pria lain!!"Bian berteriak kesal yang membuat teman-teman satu selnya menjadi ikut-ikutan kesal."Hei, bisa diam, nggak lu?" hardik seorang pria berbadan besar."Apa?" tantang Bian. "Kalau gue nggak mau diem, lu mau apa, hah?" Ia berkacak pinggang dengan begitu angkuh."Oh, lu berani sama gua?" Pria berbadan besar itu berdiri dari duduknya.Sontak, tahanan lain langsung mendadak riuh. Mereka memanas-manasi keadaan supaya terjadi pertengkaran seru."Emangnya, kenapa gua mesti takut sama lu, hah? Modal badan gede doang, udah sombong lu!""Sialan!"Bugh!Satu pukulan keras menghantam dagu Bian. Lelaki itu langsung mundur ke belakang dengan sedikit kehilangan keseimbangan."Lu berani mukul gua?" Bian mulai naik pitam.Disiapkannya tinju, lalu ia layangkan dengan cepat ke arah pria berbadan besar itu. Sayangnya, tangan Bian justru

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Ending

    Satu tahun kemudian... "Hoekkk!! Hoek!!" "Wa, kamu masih mual?" tanya Halimah seraya menghampiri sang sekretaris yang sedang muntah di toilet yang ada di ruangannya. "Iya, Kak," jawab Najwa. Dia menekan tombol flush pada closet kemudian berbalik menatap Halimah. "Ini sudah lebih seminggu loh, Wa." Halimah mengingatkan. "Paling cuma masuk angin aja, Mbak. Beberapa hari lagi pasti sembuh, kok. Atau, mungkin magh-ku kambuh. Soalnya, akhir-akhir ini aku malas banget buat makan. Kayak nggak nafsu gitu tiap kali lihat makanan." "Bulan ini, kamu sudah haid?" selidik Halimah. "Belum, Kak," geleng Najwa. "Bulan kemarin juga belum. Kenapa, ya?" Plak! Halimah menampar bahu Najwa saking gemasnya. "Kamu nggak nyadar sesuatu, Wa?" tanya Halimah. "Maksud Kak Halimah, apa?" "Jangan-jangan, kamu hamil, Wa?" tebak Halimah.

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Pamit

    "Urusan apa lagi, Tante Sephia? Apa Tante masih belum jera juga, mencari masalah dengan kami?" Deva menatap wajah wanita tua itu dengan tajam. Geliginya bergemelatuk dengan keras. Ia sudah sangat siap andai Bu Sephia ingin kembali memulai masalah baru dengannya dan keluarganya. Bruk! Namun, dugaan Deva rupanya salah. Bukan hendak mencari masalah, tetap wanita tua itu justru malah menjatuhkan diri dihadapan Najwa dan Deva. Kedua tangannya saling menyatu didepan dada. Ia meneteskan air mata seraya mendongak menatap Deva dan Najwa seraya bergantian. "Maafkan saya dan keluarga saya! Saya mohon..." pinta Bu Sephia mengiba. "Tante, jangan begini! Ayo, bangun!" Najwa berusaha membuat wanita tua itu berdiri. Akan tetapi, Bu Sephia menolak dan tetap bersikukuh untuk berlutut dihadapan Najwa dan juga Deva. "Suami dan putri saya sudah meninggal karena kesalahan kami sendiri. Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Indra. Dan, saya tidak ingin terkena karma lagi. Saya tidak mau keh

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Wanita tua

    Deva menghentikan langkahnya. Ia menengok kebelakang untuk sesaat kemudian kembali melangkah. "Tidak usah. Apapun yang terjadi pada mereka, sama sekali bukan tanggung jawab kita." Teddy mengangguk tanda mengerti. Raungan Bu Sephia adalah hal terakhir yang Deva dengar sebelum benar-benar pergi meninggalkan tempat itu. "Mas..," sambut Najwa saat Deva telah kembali. "Tangan kamu, gimana?" tanya Deva seraya menghampiri sang istri. "Alhamdulillah, sudah agak mendingan." "Maaf, karena aku baru sempat menanyakan keadaan kamu, Sayang!" "Nggak apa-apa, Mas. Ngomong-ngomong, gimana kondisi keluarga Mbak Intan?" "Mereka semua baik-baik aja. Cuma... Tante Sephia sepertinya belum menerima kenyataan bahwa putrinya sudah berpulang." Najwa meneguk ludahnya. Dia turut prihatin akan kepergian Intan yang begitu tragis. Namun, bukankah Intan sendiri yang menentukan akhirnya hidupnya? Wanita itu sendiri yang telah nekat menghancurkan dirinya. "Nak Deva...," panggil Bi Tin. Deva tersenyum hanga

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Salah didik

    "Galih... kamu dimana, Nak?"Teriakan seorang Ibu yang mengkhawatirkan putranya terdengar begitu menyayat hati. Najwa langsung menyambut wanita tua yang datang bersama beberapa tetangga lain dari kampung dengan langkah tergesa."Bi Tin," sapa Najwa.Bi Tin dengan wajah sembap, langsung menggenggam kedua telapak tangan Najwa."Galih dimana? Bagaimana kondisinya? Dia selamat, kan?" cecar Bi Tin dengan suara bergetar."Masih ditangani dokter, Bi. Galih kekurangan banyak darah.""Ya Allah...," Bi Tin merasakan persendiannya terasa lemas.Dia hampir jatuh bersimpuh. Namun, Najwa dan yang lain berusaha menahan tubuhnya agar tetap berdiri tegak."Duduk dulu, Bi!" ucap Najwa sambil membantu wanita tua itu untuk duduk di kursi besi."Galih...," racau Bi Tin sambil terus menangis."Maafkan Najwa, Bi! Semuanya karena Najwa," lirih Najwa yang ikut duduk disebelah Bi Tin.Bi Tin menghela napas panjang. Dia berusaha mengusir sesak yang menghimpit dadanya.Pasalnya, putra satu-satunya yang ia miliki

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Menyerah

    "Lepas!!!" teriak Intan membabi-buta. Dia ingin terbebas dari kuncian dua orang tim keamanan yang memeganginya."Aku akan bunuh kamu, Najwa!!!" teriaknya saat melihat kehadiran Najwa diantara banyaknya tamu di pesta ulangtahun Iqbal.Tak Intan hiraukan tatapan-tatapan takut sekaligus geram yang diberikan oleh para hadirin. Wanita itu hanya terus fokus pada Najwa yang saat ini sedang dipeluk oleh Halimah. "Aku akan bunuh perempuan itu! Lepas, Pak! Lepaskan saya!""Tunggu, Pak!" teriak Deva dari belakang.Para tim keamanan itu pun berhenti. Mereka memberi hormat kepada Deva sebelum membuka jalan untuk pria itu agar bisa mendekati Intan.Plak!Semua orang tercengang melihat kejadian barusan. Seorang Deva, yang selama ini pantang memukul wanita... dengan penuh kesadaran justru menampar Intan dengan sangat keras."Deva...," lirih Intan serak. Air matanya jatuh membasahi pipinya."Apa?" tanya Deva dingin. "Apa kamu sudah puas?""Aku begini karena kamu...," timpal Intan."Karena aku?" Deva

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Detik-detik

    "Tolong!!!" teriak Najwa lebih keras.Atensi para hadirin yang datang langsung tertuju ke arahnya. Wajahnya sudah bersimbah air mata. Tubuhnya gemetaran.Deva yang mendengar teriakan istrinya pun turut menoleh. Matanya langsung melebar sempurna saat melihat tangan sang istri yang bercucuran darah.Prang!Gelas yang dipegang Deva langsung pecah tak berbentuk saat lelaki itu tanpa sadar melepasnya begitu saja dari genggaman.Deva berlari begitu cepat menghampiri sang istri yang saat ini seperti hampir kehabisan napas."Najwa! Sayang... kamu kenapa?" tanya Deva panik. "Dokter!!! Saya butuh dokter!" teriaknya begitu keras.Halimah dan Iqbal turut menghampiri Najwa."Ada apa?" tanya Halimah."Bal, panggil dokter! Istriku butuh dokter!" titah Deva panik sambil memegang tangan Najwa yang berdarah."Panggil Ivanna!" kata Iqbal pada seorang pria yang berdiri dibelakangnya."Oke," angguk pria itu.Tak lama kemudian, seorang wanita dengan gaun malam berwarna hitam datang mendekat. Wanita itu men

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Nasib Galih

    Di dalam kamar yang begitu gelap, Intan sengaja mengurung diri. Ponsel yang terus menerus berdenting diatas kasur berusaha ia abaikan.Rentetan notifikasi yang menyesaki layar ponselnya tak ingin ia lihat sedikitpun. Mengintip pun, tidak."Diam!!!" teriak Intan memaki ponselnya.Telinga ia tutup rapat-rapat dengan kedua telapak tangannya. Dia duduk di pojok, dekat jendela yang tertutup rapat tirai berwarna abu-abu."Berhenti menghakimi aku!!! Aku nggak salah!!" teriaknya lagi.Intan benar-benar tak tahan dengan cacian dari warganet. Apalagi, beberapa bahkan sengaja menerornya melalui DM Ig dan FB."Intan!!! Kamu kenapa, Nak?" teriak Bu Sephia dari luar kamar.Digedor-gedornya kamar sang putri namun tak ada respon sedikit pun dari si pemilik kamar. Hanya racauan Intan saja yang terus terdengar sedari tadi."Ma, sudah! Biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau," tukas Indra sambil menarik sang Ibu menjauh dari kamar sang adik."Ndra, kamu nggak kasihan sama adik kamu, hah?" tanya Bu S

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Terancam

    "Jadi, kamu sekarang kerja di catering?" tanya Halimah pada lelaki yang usianya terpaut agak jauh dibawahnya itu.Galih menghela napas dalam-dalam. Dia mengangguk tanpa berani menatap langsung ke arah mata mantan atasannya itu."Najwa juga akan datang ke pesta ini. Saya harap, kamu tidak akan berbuat nekat lagi seperti dulu!" peringat Halimah.Lelaki itu hanya diam saja. Sejujurnya, dia teramat bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan Najwa lagi.Akan tetapi, disudut hati yang lain, Galih justru merasa malu. Bagaimana tidak? Pekerjaannya sekarang hanya seorang karyawan catering. Pelayan, yang derajatnya bahkan dipandang sangat rendah oleh sebagian kalangan berada."Saya harus pergi sekarang, Bu! Permisi!" pamit Galih."Galih, tunggu!"Namun, pria itu tak mau menggubris panggilan Halimah sedikitpun. Baginya, Halimah hanya sekadar mantan atasan. Tak ada kewajiban Galih lagi untuk menghormati apalagi menuruti perintah da

DMCA.com Protection Status