Share

Bab 38

Penulis: Fatimah humaira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tak terasa mataku terpejam, entah sudah berapa lama aku tertidur, aku terbangun ketika waktu kulihat sudah menunjukan pukul 8 malam.

Jerit tangis melengking, Jingga kudengar dari luar kamar, entah kenapa anak itu, biasanya jam segini dia sudah tertidur pulas di box bayi nya.

Bergegas aku keluar kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, Astagfirullah ku dapati anak perempuanku tergeletak di ruang televisi seorang diri, kemana Inggit juga kedua mertuaku? benar-benar kelewatan mereka, apakah mereka tidak mendengar jerit tangis bayi ini.

Segera kugendong Jingga, walaupun sudah ada keraguan dalam hatiku tentang siapa sebenarnya ayah boliologis anak ini, namun hatiku sudah terlanjur terpaut padanya. Bayi mungil yang begitu lucu, bayi mungil yang selama beberapa minggu ini sudah menjadi penyemangatku, bayi yang membuatku tak betah berlama-lama duduk di kantor, bawaannya ingin selalu pulang dan memeluk serta bermain dengannya. Bayi lucu ini yang kukira adalah anakku Jingga.

'Kemana seb
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Akleema Shanum
lanjutkan seru kali cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 39

    "Iya saat ini aku sedang terlilit hutang, bisnis yang kurintis menggunakan uang hasil berlayar kemarin merugi, menyebabkan aku harus berhutang untuk menutupi kerugian juga membayar karyawan."Inggit terlihat begitu terkejut mendengar penuturanku barusan, pasti dia tidak akan mengira jika bisnisku yang semula lancar dan baik-baik saja akan bisa merugi secepat ini."Ah, kamu pasti ngeprank aku kan, Mas? apa yang kamu katakan barusan bohong kan, mana mungkin dalam sekejap mata bisnismu bisa merugi? kemarin saja waktu aku berkunjung semua lancar tak ada kendala apa-apa, Mas,"Inggit masih tak percaya dengan apa yang kukatakan barusan, aku diam bergeming tak menggubrisnya sama sekali. Inggit duduk di sebelahku menatapku aneh, seolah tengah mencari kebenaran dari wajahku."Ya sudah kalau kamu tidak percaya padaku, lagipula buat apa juga aku berbohong padamu, Nggit tak ada untungnya sama sekali."Setelah berucap itu aku berlalu meninggalkannya termangu seorang diri diatas sofa, biarkan saja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 40

    "Apa ...? bangkrut, kamu bilang usaha menantu kita bangkrut, Bu?" tanya Pak wahyu berkali-kali seolah untuk meyakinkan apa yang didengar olehnya barusan tidak lah salah.Ibu mertuaku mengangguk lesu, Jingga yang tersu menjerit dalam pangkuannya ia berikan pada Inggit, yang kini berdiri mematung disebelahnya. Wajahnya kini mulai terlihat masam seolah tak menyukai keadaan saat ini."Ayok, Pak. Kita tidur lagi biarlah mereka membereskan urusan mereka sendiri. Ibu masih ngantuk banget, kepala tiba-tiba pusing, gara-gara tadi bangun mendadak karena suara tangisan cucumu itu!" Ketus Bu Arum mulai terlihat sifat aslinya.Tak ada bantahan dari mulut Pak Wahyu, lelaki tua itu mengekor mengikuti istrinya kembali ke kamar mereka, untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu tadi."Kamu bisa kan diamkan anakmu itu, Nggit! Beri dia susu agar tak menangis terus seperti itu!" Bentakku kesal. "Sana, cepatlah! Kamu diamkan dia Inggit, aku mau istirahat, badanku juga sangat lelah!" Inggit membawa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 41

    "Jaga bicaramu, Mas! Walau bagaimanapun dia itu ibuku, ibu mertuamu sendiri apa harus kamu bicara sekasar itu padanya?!"Aku tertawa sinis mendengar apa yang Inggit katakan barusan, apa dia tidak berpikir bagaimana kasarnya dia memperlakukan ibuku selama ini. "Kenapa kamu tertawa seperti itu, Mas? aku serius, aku tidak sedang bercanda atau melawak saat ini!" Bentaknya semakin emosi.Brak ...Ku gebrak meja makan yang ada di depanku, sampai nasi dalam piring itu tumpah, tak luput juga gelas kopiku menggelinding terkena imbasnya."Memangnya yang bilang kamu sedang bercanda atau melawak itu siapa? bukankah aku diam saja, apa salah jika aku ingin tersenyum? Ini mulutku, kupakai senyum atau pun membentak mu itu adalah hak ku bukan urusanmu, mengerti!"Inggit kembali terperanjat, mendengar aku membentaknya balik. Dia pikir aku akan diam saja, setelah dibentak-bentak olehnya seperti waktu kemarin? Oh tentu tidak akan semudah itu sekarang Inggit, hidupmu akan serasa di neraka, kamu akan mera

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 42

    "Gagas ...? kamu datang, Nak."Ibuku keluar diikuti Aisyah yang mengekor dibelakangnya. Wanita pemegang surgaku itu langsung menghampiri lalu memelukku erat, sangat erat seolah tengah menyalurkan kerinduan yang teramat sangat padaku.Kurasakan bahunya bergetar, kemejaku juga terasa basah oleh cairan bening yang keluar dari mata ibuku.Aisyah juga Dina hanya memandang kami dengan tatapan penuh haru. Ya Allah ya Rabb betapa mulianya hati ibuku, setelah ku sakiti beliau dengan sangat dalam tapi tak sedikitpun terucap kata buruk dari mulutnya, wanita ini malah memelukku erat merentangkan tangannya menyambutku kedatanganku. Ya Rabb ampuni segala dosaku, yang telah berani menyia-nyiakan kasih sayang serta ketulusan hati wanita yang bergelar ibu bagiku ini, maafkan segala dosa hamba ya Rabb. Hatiku tercubit mendapati sambutan ibu begitu hangat, jauh dengan apa yang kubayangkan sebelumnya, jika ibu akan menolak kedatanganku dan kemudian mengusir aku karena tak sudi memiliki anak durhaka sep

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 43

    Aisyah menggeleng, lalu memberikan senyum lebar untuk kedua wanita yang kini memeluknya. "Bukan aku tidak ingin ikut dengan kalian, tapi disinilah rumahku, rumah peninggalan kedua orang tuaku yang tidak akan pernah aku tinggalkan sampai kapanpun. Ibu dan Dina pulanglah jika kalian memang mau ikut dengan Bang Gagas, aku tidak akan melarang. Aku ikut bahagia jika kalian pun merasakan hal yang sama." jawab Aisyah tulus.Aku kagum mendengar kebesaran hati Aisyah, untuk mempersilahkan Ibu Dan juga Dina ikut, denganku jika memang mereka ingin kembali. Tidak ada raut masam kulihat dari wajahnya atau merasa diabaikan, setelah semua pertolongannya kepada adik dan Ibuku dengan menampung mereka di rumahnya selama ini.Aisyah benar-benar gadis yang baik, dia juga sangat cantik bukan hanya parasnya tapi juga hatinya. Seandainya istriku memiliki sifat setulus Aisyah, pasti keadaan dirumahku tidak akan pernah mengalami masalah berarti seperti sekarang ini."Terima kasih untuk semua pertolongamu sel

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 44

    "K-kamu ... kamu sudah berani memukulku, Mas?" Ucapnya dengan mata berkaca-kaca, sambil memegang pipinya yang tadi terkena tamparanku."Makanya kalau aku bicara didengar jangan dianggap hanya angin lalu, aku ini suamimu bukan benda tembus pandang yang bisa kamu lewati begitu saja, tanpa kamu hiraukan sama sekali!" Bentakku tak iba melihat air mata buaya nya yang mulai menetes."Ada apa ini, kenapa kalian malah berlanjut ribut-ribut? ya ampun, Nak, Pipimu memerah apakah ...," Bu Arum menghambur menghampiri kami, mungkin karena mendengar keributan antara aku dan Inggit yang malah semakin menjadi.Sebelah tangan wanita yang bergelar ibu mertuaku itu, mengelus pipi Inggit tanpa meneruskan perkataannya dan sebelah tangannya lagi menutup mulutnya yang terbuka, mungkin merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Aku yang biasanya terlihat begitu mencintai Inggit, aku yang begitu bucin terhadap anaknya ini, tidak ia duga berani melakukan hal kasar kepada putri kesayangannya."K-k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 45

    POV DinaBetapa terkejutnya aku ketika mendapati Bang Gagas lah yang ternyata sedang mengobrol dengan Aisyah, sejenak aku bergeming menatapnya penuh tanya, mau apa dia datang kesini, apakah masih belum puas menyakiti aku juga ibu, atau mungkin Abangku ini sudah sadar dari kesalahannya?Suara Bang Gagas yang menyapaku membuyarkan lamunanku seketika, dia memohon maaf untuk semua kesalahan yang pernah dia lakukan padaku dan juga ibu. Bang Gagas juga meminta kami untuk kembali pulang ke rumah, serasa tak percaya mendengarnya tapi itulah kuasa Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia. Akhirnya kakak laki-laki ku yang kemarin sempat tersesat itu kembali pulang, dia memohon ampun padaku juga pada ibu yang telah sedemikian rupa ia sakiti hatinya.Singkat kata ibu dan aku menyetujui untuk kembali pulang bersamanya, karena walau bagaimanapun kami tidak akan bisa terus-terusan tinggal dirumah Aisyah, apalagi minggu depan Aisyah akan melangsungkan pernikahan, setelah beberapa hari kedepan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 46

    "Kamu tega sama orang tuaku, Mas! Masa ibu sama bapak harus dempet-dempetan di kamar belkang? lagipula disana kasurnya tidak ada, hanya ada kasur lapuk yang waktu itu dipakai ibu. Nanti gimana kalau orang tuaku ketularan pemyakit gatal-gatal dari ibumu itu, Mas."Dengan lantang Kak Inggit memprotes keputusan Bang Gagas, rasanya dia tidak ingat apa yang sudah dia lakukan pada ibuku satu tahun yang lalu, ketika dia dengan masa bodohnya menempatkan kami di kamar belakang, dengan kasur lapuk yang dia mabil dari gudang untuk kami pakai, sampai ibuku akhirnya terkena penyakit kulit karena kasur itu yang sudah tidak layak pakai.Namun saat ini lantang sekali mulutnya tak menerima keputusan Bang Gagas, mentang-mentang menyangkut orang tuanya. Dia tak perduli dengan apa yang dilakukan pada ibuku dan juga aku dulu, tapi sangat perduli begitu itu menyangkut kehidupan kedua orang tuanya sendiri.Aku hanya menyunggingkan senyum mengejek ke arahnya, maaf ya Rabb jika aku berbahagia diatas penderita

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 103

    "Dek ijinkan aku menjadi lelaki yang akan menggantikan Zaidan di hatimu, ijinkan aku menjadi ayah dari anakmu. Aku berjanji akan selalu membahagiakan kalian selama hidupku." Ucap lelaki itu sambil menatap padaku lekat.Lain sekali dengan Mas Zaidan, jangankan menatapku seperti itu hanya sekadar melirik pun ia begitu takut sepertinya. Ah memang keduanya begitu berbeda, laki-laki itu begitu soleh juga taat pada perintah agamanya, namun kini beliau telah tiada hanya menyisakan sesak di dada karena aku ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya.Lain lagi dengan laki-laki petakilan yang kini berada didepanku, walaupun di mataku dia seolah begitu slebor dan tak bisa menjaga pandangannya dari lawan jenis, namun aku tak tahu kedalaman hatinya seperti apa. Aku tak bisa menilai orang hanya dari covernya saja, asal kulihat jelek, berarti dia jelek. Tidak seperti itu juga, setiap manusia itu punya kekurangan dan kelebihannya tersendiri termasuk juga Mas Yaseer, namun entah kenapa hati ini tak bisa

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 102

    "Sudah ya, biarkan Zaidan istirahat dengan tenang di sana, agar langkahnya tidak berat untuk pulang menuju dunia keabadian."Aku akhirnya mengangguk mengiyakan kata-kata Bang Gagas, memang benar yang ia katakan, walau bagaimanapun aku harus mengikhlaskan kepergiannya suka ataupun tidak, semua kenyataan itu tak bisa lagi dipungkiri kebenarannya."Lalu bagaimana keadaan Uti saat ini, Bang?""Keadaan adiknya masih kritis saat ini, Dek. Kecelakaan itu begitu parah, bersyukurlah Allah masih menjaga dan melindungi mu. Entah amalan apa yng telah kamu lakukan sampai Allah begitu menyayangimu, Dek."Aku hanya terdiam mendengar penuturan Bang Gagas, dalam pikiranku hanya ada mereka berdua saat ini laki-laki yang telah pergi meninggalkanku untuk selamanya dan juga sahabatku Uti yang kini tengah kritis. Bagaimana aku akan mengatakan padanya nanti jika Mas Zaidan telah pergi lebih dulu meninggalkan kami saat ini."Bang, antar aku melihat Uti sekarang!" Pintaku pada Bang Gagas.Tanpa membantah Bang

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 101

    Ketika baru saja hendak terlelap kulirik Ibu terburu-buru keluar dari kamar, tapi kulihat Jingga masih di kereta bayinya terlelap tak merasa terganggu, sekali pun berada di rumah sakit dengan keadaan yang kurang nyaman. Mau kemana Ibu, kenapa beliau begitu terburu-buru? kulihat juga wajahnya begitu sendu seolah menyimpan sesuatu dariku saat ini.Ah ingin rasanya aku mengejarnya keluar, tapi bagaimana caranya kakiku saat ini sulit untuk sekedar ku geser saja. Lalu jika pun aku bisa keluar memakai kursi roda, bagaimana dengan Jingga siapa yang akan menjaganya di sini, sementara aku pergi mengejar Ibuku keluar."Suster bisa bantu saya keluar, saya ingin melihat keadaan calon suami saya suster. Saya mohon bantu saya kali ini saja." Mohon Ku, ketika ada suster datang hendak memeriksa keadaanku saat ini."Tapi, saya harus iz—""Jangan meminta izin pada siapapun, Sus! Saya yang akan bertanggung jawab jika ada apa-apa nanti, saya mohon bantu saya sus."Akhirnya dengan sedikit terpaksa suster

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 100

    "Dek, kamu sudah sadar? bagaimana keadaanmu sekarang?""Bagaimana keadaan Uti juga Mas Zaidan, Bang?" tanpa menjawab pertanyaan kakak ku, aku malah lebih ingin tahu bagaimana keadaan calon suami juga sahabatku Uti.Apakah mereka baik-baik saja sama sepertiku saat ini, atau malah sebaliknya?Bang Zaidan malah diam saja tanpa menjawab pertanyaanku, dia malah saling bertatapan dengan Ibu, seolah mengisyaratkan sesuatu."Bang ...! Kenapa tidak menjawab pertanyaanku, bagaimana keadaan Mas Zaidan juga Uti sekarang, apakah mereka baik-baik saja? jawablah jangan membuatku penasaran, Bang!" Bentakku kesal. "Bu ...! Apakah Ibu tahu bagaimana keadaan mereka sekarang?"Kembali kutanyakan pada Ibu, karena Abangku malah terus saja diam tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya, untuk menjawab pertanyaanku.Karena mereka tetap saja diam membisu tak juga menjawab pertanyaanku, kupaksakan bangun walaupun kepala terasa berdenyut nyeri, namun saat hendak mengangkat kedua kakiku aku merasakan hal yan

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 99

    Kubuka mata perlahan, mengerjap-ngerjapkan kelopaknya karena silau oleh cahaya yang masuk kedalam iris mataku.Terbangun di hamparan padang rumput berwarna hijau, terasa teduh walaupun sinar mentari menyinari bumi.Kumpulan bunga liar kulihat begitu indah dengan warna-warni yang rupawan, membuat siapa pun betah berlama-lama menatapnya.Kutolehkan kepala kekiri dan kanan mencari siapa saja yang berada didekat sana, namun nihil tak kutemukan seorang pun dipadang rumput itu selain diriku sendiri.Beranjak bangun lalu melangkah pergi mencari, barang kali ada satu manusia yang bisa kutemui. Setelah berjalan beberapa waktu, akhirnya kulihat siluet orang yang tidak begitu asing dipenglihatanku, ya itu Mas zaidan calon suamiku. Namun mau kemana dia? berjalan maju tanpa menoleh sedikit pun padaku."Mas ... Mas Zaidan ...! Tunggu Dina, Mas!" Teriakku penuh harap.Akhirnya Mas Zaidan menoleh juga, wajahnya terlihat teduh seulas senyum hangat ia berikan padaku. Namun tak sepatah kata pun keluar d

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 98

    Tiga Hari Jingga di rawat di rumah sakit, setelah memastikan tubuhnya benar-benar sehat akhirnya kami bisa membawanya pulang, Alhamdulillah dibalik ujian itu ada hikmah yang terselip begitu indah. Perlakuan Bang Gagas pada anakku itu kembali hangat. Terlihat sekali rasa sayangnya bertambah berkali-kali lipat, tak terpikir lagi dikepalanya untuk menyerahkan Jingga kepanti asuhan, atau pikiran buruk lainnya apapun itu dan itu teramat sangat ku syukuri.Segala doa dan harapanku telah Allah kabulkan, betapa besar kasih sayang-Mu pada umat mu ini ya Rabb. Karena Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia, maka mudah baginya untuk melakukan hal itu jika memang Allah berkehendak.Kini setiap pagi sebelum ke kantor Bang Gagas selalu menyempatkan diri bermain dulu dengan Jingga walau sebentar saja. Pulang dari kantor pun tak pernah telat, katanya dia selalu rindu dengan anak gadisnya ini, MasyaAllah sungguh kuasa Allah begitu besar.Tok ...Tok ...Tok ..."Assalamualaikum."Hari minggu

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 97

    "Ayok jalan lagi! Kalau enggak, jawab pertanyaanku yang tadi siapa sebetulnya yang sakit, Dek? Kamu ataukah salah satu keluargamu?""Itu bukan ur—""Yas, sedang apa kamu dengan wanita itu ...?"Aku menatap sekilas ke arah suara yang rasanya tidak begitu asing, suara wanita paruh baya yang tadi membuat energiku terkuras, karena harus menahan emosi tingkat dewa menanggapi sikap absurdnya padaku."Ibu ... kenalkan ini Dina, Bu. Adik partner kerja, Yas di kantor."'Ibu ...? Jadi wanita setengah baya, yang bermulut pedas itu Ibunya Mas Yaseer, pantas saja anaknya tengil gak karuan ternyata ibunya saja memiliki tingkah yang tak kalah ajaib, dari putranya.' pikirku kesal.Ingin sebetulnya segera lari dari tempat itu, menghindari manusia-manusia yang hanya akan merusak moodku seharian. Ibu yang bermulut pedas juga julidh, lalu anak laki-lakinya yang tengil, slengean gak jelas. Sudah pasti hariku akan terus runyam, jika terus bersinggungan dengan manusia-manusia ajaib macam mereka ini."Jadi d

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 96

    "Apa kamu tidak melihat jalan pakai mata? kamu pikir jalanan ini punya nenek moyangmu, sampai seenaknya saja berjalan tidak memperhatikan jalanan didepanmu!" Bentaknya keras, menatap nyalang sambil menunjuk-nunjuk kearah wajahku."Maafkan say—""Ah awas minggir! Dasar wanita tidak berguna, tidak punya atittude baik. Pasti kamu sengaja menabrak ku untuk mengalihkan perhatianku, kan? kamu ini berniat mencuri dariku ya, heh?"Astagfirullah ... betapa terkejutnya aku mendengar bentakan wanita setengah baya yang kutabrak barusan, padahal aku sudah meminta maaf padanya, sudah berniat mau membantunya untuk kembali berdiri. Tapi tuduhannya padaku tidak main-main, bagaimana mungkin dia bilang aku tidak punya attitude jika dirinya saja berlaku seperti itu, lagipula jika aku berniat mencuri untuk apa aku berniat membantunya berdiri, kenapa tidak kuambil saja barangnya, lalu pergi kabur begitu saja dengan barang yang kucuri darinya. Benar-benar ibu-ibu yang sangat ajaib memang, perangainya sung

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 95

    "Din, aku akan menceraikan Aisyah setelah pengobatannya selesai, tolong tunggu aku sebentar lagi Din, ku mohon!""Apa maksudmu, Mas ...?"Tanya Aisyah menatap kearah kami, dua orang yang kini berada di depannya. Aku yang tidak mau kembali mendapatkan kesalahpahaman dari Aisyah, secepatnya menghampiri sahabatku kemudian mengusap bahunya lembut."Selesaikanlah masalah kalian, maaf aku tidak ingin ikut campur dan kembali terseret di dalamnya, Aish!"Tanpa menunggu jawaban Aisyah, aku segera kembali ke ruang tamu meninggalkan pasangan suami istri itu agar menyelesaikan berdua masalah mereka, aku tidak ingin lagi jika harus sampai terseret kedalam masalah besar diantara keduanya. "Kemana, Nak Aisyah sama suaminya, Nduk? apakah mereka sudah pulang?""Belum, Bu. Mereka ada di taman belakang." Jawabku sambil tetap menimang Jingga yang masih saja terdengar rewel."Jingga kenapa to, Nduk? nenek dengarkan dari tadi kok kamu tuh rewel terus, Nduk." Ucap ibuku terdengar khawatir.Ibu menghampiri

DMCA.com Protection Status