Share

Bab 21

Author: Fatimah humaira
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sejak kejadian itu, tak pernah lagi kami berhubungan dengan Bang Gagas dan keluarga barunya, biarlah mereka bahagia dengan jalan yang dipilihnya.

Kini kami hidup bertiga masih dirumah Aisyah, sebetulnya aku merasa tidak enak terus-terusan menumpang dirumahnya, karena kini aku sudah bisa menyewa kamar kost jika hanya untuk hidup berdua dengan Ibu dan membayar biaya kuliahku sendiri insyaAllah aku sudah sanggup, tapi Aisyah bersikeras jika sekarang kami adalah keluarganya dan tidak diperbolehkan pindah dari rumahnya kemanapun sampaikapanpun.

Sekarang aku kerja paruh waktu di dua tempat, kegiatanku padat dari mulai bangun pagi hingga pulang malam hari, bagiku kini rumah hanyalah tempat persinggahan untuk sekedar merebahkan badan dari rasa lelah.

"Jangan terlalu di forsir kerjanya, Din. Nanti malah drop, badanmu juga harus dirawat, diajak istirahat, diajak jalan-jalan sesekali, ini kok kamu tuh sibuknya melebihi pekerja kantoran." Seloroh Ibu yang tengah sibuk membuat kue pesanan tetangg
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 22

    "Tunggu ! Ada apa ini, kenapa wanita ini kalian seret seenaknya, apakah kalian tidak tahu cara menghormati seorang wanita?" Bentak Pak Bimo anak bosku di apotek."Wanita ini maling, dia sudah mencuri ponsel milik ibu hamil itu, Pak!" Jawab salah satu laki-laki yang sedari tadi memegangi erat lenganku lalu menunjuk ke arah Kak Inggit."Benarkah? apakah ada buktinya kalau wanita ini seorang pencuri? apakah kalian melihat sendiri dia mencuri ponsel wanita itu? kenapa harus main hakim sendiri, kalian tidak tahu kah kalau negara kita ini negara hukum?!"Mereka semua mendadak terdiam membisu, tak ada lagi suara lantang yang mereka ucapkan seperti tadi, sebelum pak Bimo datang membelaku."Kenapa kalian semua diam, padahal tadi kudengar kalian begitu rusuh untuk menghakimi wanita ini. Dan Anda Nyonya, apakah benar ponsel ini, milik Anda?" Pak Bimo menunjukan ponsel yang kini berada ditangannya, dan orang-orang yang tadi terlihat garang padaku kini hanya bisa menatap apa yang Pak Bimo tunjuka

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 23

    Tak kuhiraukan lagi tatapan nyalang Kak Inggit yang seolah hendak menerkam ku, langsung kubalikkan badan bergegas pergi dari tempat itu, tak sabar rasanya membongkar kelicikan serta pengkhianatnya selama ini pada Abangku."Din, Dina tunggu!" Teriaknya tak lagi kugubris. "Dina jangan gegabah, Din! Tunggu! Awww ...."Tiba-tiba suara teriakan Kak Dina yang memanggil-manggil namaku, berubah jadi pekikkan kesakitan yang kudengar dari mulutnya bersamaan dengan bunyi gedebum yang sangat kencang.Suasana di belakangku kudengar menjadi ricuh, dan terdengar juga semakin gaduh. Kulihat orang-orang berlarian kembali mengerumuni wanita hamil yang terjatuh entah karena apa aku tak tahu pasti, karena tak menyaksikannya sendiri. Lamat-lamat masih kudengar suara rintihan Kak Inggit, sambil sesekali menyebut namaku keluar dari mulutnya. Sontak saja aku kembali membalikkan badan, menoleh ke arah belakang dimana suara Kak Inggit kini terdengar lirih mengaduh. Sejenak aku diam terpaku menyaksikan apa yan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 24

    "Hentikan Gagas! Kenapa kamu malah menampar adikmu, Nak? seharusnya kamu berterima kasih karena Dina mau membawa Inggit ke rumah sakit." Kata Ibu mencoba menjelaskan pada Bang Gagas, Ibu juga terlihat menangis kemudian menyusut air matanya itu dengan ujung jilbab instan lusuhnya"Apa harus, ku ucapkan terima kasih kepada anak tak tahu di*i, yang sudah membuat nyawa istri dan anakku dalam bahaya, Bu? jangan harap aku akan tinggal diam. Jika sampai terjadi apa-apa pada anak dan istriku, akan kupastikan kamu masuk penjara, Dina!" Bentaknya menunjuk wajahku dengan ujung telunjuknya penuh penekanan."Tenanglah, ini di rumah sakit, jangan bertindak anarkis! Lagipula Anda belum mengetahui titik permasalahannya seperti apa, kenapa Anda bisa menuduh adik Anda yang telah mencelakakan istri Anda, Pak Gagas!"Bang Gagas menatap nyalang pada Pak Bimo yang memberikan pembelaannya padaku. "Diamlah, tutup mulutmu, jangan ikut campur dalam permasalahan keluargku! Kamu hanya orang luar yang tidak tahu

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 25

    "Ini, obati luka pada bibirmu," sebuah tangan mengulurkan obat merah serta salep padakuAku mendongak sejenak menatap manik coklat yang kini menatapku dengan sinar matanya yang sempurna, "Ini cepat ambilah, dan obati lukamu! Jangan malah terkesima dengan ketampananku."Ku putar bola mata jengah mendengar ocehannya, geer sekali dia mengatakan kalau aku terkesima dengan ketampanannya yang memang kuakui dia selalu terlihat tampan hi hi hi. Duh sakit sekali bibirku ketika tidak terasa aku malah menyunggingkan senyum dari sudut bibir ini.Ku ambil obat yang diasongkannya barusan, lalu kuminta Ibu untuk membantu mengobati lukaku."Bu, Din, ini makanlah dulu kubelikan roti di minimarket sebrang rumah sakit, aku tahu pasti kamu lapar, Din. Dan kasihan Ibu juga tadi belum sempat makan dan istirahat, karena hari ini pesanan kue sedang banyak." Aisyah mengulurkan tangannya memberikan sekantung plastik makanan serta minuman, untuk aku dan Ibu."Ayok Bu makanlah dulu, jangan sampai ibu malah jatuh

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 26

    "Sudah diamlah, Bu. Jangan berpura-pura lagi bersedih dihadapanku, air mata Ibu tak akan pernah mengembalikan keadaan menjadi seperti sebelumnya. Air matamu juga tak akan menjadikan anak dan istriku kembali sehat sekejap mata, lebih baik kalian pergi saja dari sini, aku tak butuh simpatik palsu dari kalian semua!""Bang, jaga bicaramu! Apakah kamu sudah tidak waras, Bang? kamu tidak sadar berbicara kasar seperti itu pada siapa?" Bentak Ku emosi, mendengar cercaan Bang Gagas pada Ibu."Justru kamu yang harus diam, Dina! Bawa ibumu pergi dari sini, aku tak sudi melihat kalian ada di sini, aku muak melihat kalian semua!" Cetus Bang Gagas tambah emosi, sorot manik hitam itu tak pernah kulihat sebelumnya. Sorot penuh kebencian dan dendam mendalam padaku juga Ibu.Sebetulnya apa yang sudah terjadi pada hatimu, Bang? hasutan apa yang telah mereka bisikan di telingamu sehingga sebenci itu kamu melihatku dan ibu saat ini, kesalahan terbesar apa yang telah kami lakukan padamu sehingga kamu men

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 27

    Sudah kurang lebih satu minggu sejak kejadian itu, aku belum kembali mendapat kabar bagaimana keadaan kak inggit dan bayi yang dilahirkannya. Rasanya malas mau bertanya pada Bang Gagas pasti jawabannya tidak akan seperti apa yang diharapkan.Bukan aku tak perduli dengan musibah yang menimpa saudaraku, namun kesibukan kuliah serta kerja part time ku pun begitu menyita waktu akhir-akhir ini, jadi memang belum sempat juga untuk kembali berkunjung ke rumah sakit.Sebenarnya Ibu juga sudah seringkali memintaku untuk menanyakan keadaan kakak ipar, hanya saja belum sempat ku turuti permintaan beliau, entahlah rasanya malas juga mau bertanya macam-macam lewat saluran telpon dengan abangku yang perangainya tak seramah dulu.Ponselku msih belum kuambil ditempat service karena rusak saat jatuh tempo hari, padahal didalamnya ada bukti kuat perselingkuhan kak Inggit dan laki-laki bernama Denis yang katanya hanya teman itu."Loh ini kue pesanan siapa, Bu, kok masih di meja? biar Dina saja yang anta

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 28

    Kami berbalik berniat untuk meninggalkan ruang rawat Kak Inggit tanpa menggubris perkataan Bu Arum yang meminta kami membawa kembali dua boks makanan yang kami bawa dari rumah tadi."Apa kalian tidak mendengar perkataanku, tadi. Nih bawa lagi makanan murahan ini, tak sudi kami memakan makanan murahan seperti ini!"Bu Arum beranjak dari duduknya lalu mengambil dua boks kue di paperbag yang ibu simpan diatas meja tadi lalu melemparkannya kebawah kaki kami.Kudengar ibu menghela nafas kasar kemudian berjongkok untuk memunguti kue-kue yang kini sudah tak ditempatnya lagi karena dilempar Bu Arum tadi.Aisyah membantu ibu membereskan makanan yang jatuh tercecer di lantai, sedangkan aku kembali berbalik menghampiri Bu Arum yang sudah kurang kurang ajar dengan tidak sopannya melempar makanan yang ibuku bawakan, setidaknya jika dia tidak menyukainya tidak perlu dilempar seperti itu, dia bisa membiarkannya atau memberikannya kepada orang yang membutuhkan ketimbang harus dilempar seperti itu mak

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 29

    Brak ...Kubuka pintu ruang rawat kak Inggit, seketika mereka menoleh padaku.Kuambil sandal yang kulihat tergeletak di dekat sofa, lalu buk ....Ku lempar sebelah sandalku ke punggung gempal Bu Arum, wanita itu terkejut sampai berjingkat, matanya nyalang menatapku penuh kebencian. "Kamu itu apa tidak pernah diajari sopan santun oleh ibumu yang penyakitan itu, hah! Berani sekali kamu melemparkan sandal butut mu ini padaku, Dina!""Jangn membahas tentang sopan santun dengan saya jika kelakuan Anda saja tidak patut di contoh, Bu Arum! Ibu saya tak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk kurang ajar terhadap orang lain, terlebih itu adalah orang tua. Berbeda dengan Anda yang melihat tingkah buruk anak saja hanya membiarkan tanpa mau menegurnya, bahkan malah mendukung perbuatan buruk yang dilakukannya!" Tunjukku penuh emosi."Dan kamu, Bang! Dimana hati nurani mu melihat ibu terluka karena dia, kamu hanya diam saja bahkan tak ada sedikitpun terlihat kekhawatiran dalam wajahmu!" Bentak ku k

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 103

    "Dek ijinkan aku menjadi lelaki yang akan menggantikan Zaidan di hatimu, ijinkan aku menjadi ayah dari anakmu. Aku berjanji akan selalu membahagiakan kalian selama hidupku." Ucap lelaki itu sambil menatap padaku lekat.Lain sekali dengan Mas Zaidan, jangankan menatapku seperti itu hanya sekadar melirik pun ia begitu takut sepertinya. Ah memang keduanya begitu berbeda, laki-laki itu begitu soleh juga taat pada perintah agamanya, namun kini beliau telah tiada hanya menyisakan sesak di dada karena aku ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya.Lain lagi dengan laki-laki petakilan yang kini berada didepanku, walaupun di mataku dia seolah begitu slebor dan tak bisa menjaga pandangannya dari lawan jenis, namun aku tak tahu kedalaman hatinya seperti apa. Aku tak bisa menilai orang hanya dari covernya saja, asal kulihat jelek, berarti dia jelek. Tidak seperti itu juga, setiap manusia itu punya kekurangan dan kelebihannya tersendiri termasuk juga Mas Yaseer, namun entah kenapa hati ini tak bisa

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 102

    "Sudah ya, biarkan Zaidan istirahat dengan tenang di sana, agar langkahnya tidak berat untuk pulang menuju dunia keabadian."Aku akhirnya mengangguk mengiyakan kata-kata Bang Gagas, memang benar yang ia katakan, walau bagaimanapun aku harus mengikhlaskan kepergiannya suka ataupun tidak, semua kenyataan itu tak bisa lagi dipungkiri kebenarannya."Lalu bagaimana keadaan Uti saat ini, Bang?""Keadaan adiknya masih kritis saat ini, Dek. Kecelakaan itu begitu parah, bersyukurlah Allah masih menjaga dan melindungi mu. Entah amalan apa yng telah kamu lakukan sampai Allah begitu menyayangimu, Dek."Aku hanya terdiam mendengar penuturan Bang Gagas, dalam pikiranku hanya ada mereka berdua saat ini laki-laki yang telah pergi meninggalkanku untuk selamanya dan juga sahabatku Uti yang kini tengah kritis. Bagaimana aku akan mengatakan padanya nanti jika Mas Zaidan telah pergi lebih dulu meninggalkan kami saat ini."Bang, antar aku melihat Uti sekarang!" Pintaku pada Bang Gagas.Tanpa membantah Bang

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 101

    Ketika baru saja hendak terlelap kulirik Ibu terburu-buru keluar dari kamar, tapi kulihat Jingga masih di kereta bayinya terlelap tak merasa terganggu, sekali pun berada di rumah sakit dengan keadaan yang kurang nyaman. Mau kemana Ibu, kenapa beliau begitu terburu-buru? kulihat juga wajahnya begitu sendu seolah menyimpan sesuatu dariku saat ini.Ah ingin rasanya aku mengejarnya keluar, tapi bagaimana caranya kakiku saat ini sulit untuk sekedar ku geser saja. Lalu jika pun aku bisa keluar memakai kursi roda, bagaimana dengan Jingga siapa yang akan menjaganya di sini, sementara aku pergi mengejar Ibuku keluar."Suster bisa bantu saya keluar, saya ingin melihat keadaan calon suami saya suster. Saya mohon bantu saya kali ini saja." Mohon Ku, ketika ada suster datang hendak memeriksa keadaanku saat ini."Tapi, saya harus iz—""Jangan meminta izin pada siapapun, Sus! Saya yang akan bertanggung jawab jika ada apa-apa nanti, saya mohon bantu saya sus."Akhirnya dengan sedikit terpaksa suster

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 100

    "Dek, kamu sudah sadar? bagaimana keadaanmu sekarang?""Bagaimana keadaan Uti juga Mas Zaidan, Bang?" tanpa menjawab pertanyaan kakak ku, aku malah lebih ingin tahu bagaimana keadaan calon suami juga sahabatku Uti.Apakah mereka baik-baik saja sama sepertiku saat ini, atau malah sebaliknya?Bang Zaidan malah diam saja tanpa menjawab pertanyaanku, dia malah saling bertatapan dengan Ibu, seolah mengisyaratkan sesuatu."Bang ...! Kenapa tidak menjawab pertanyaanku, bagaimana keadaan Mas Zaidan juga Uti sekarang, apakah mereka baik-baik saja? jawablah jangan membuatku penasaran, Bang!" Bentakku kesal. "Bu ...! Apakah Ibu tahu bagaimana keadaan mereka sekarang?"Kembali kutanyakan pada Ibu, karena Abangku malah terus saja diam tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya, untuk menjawab pertanyaanku.Karena mereka tetap saja diam membisu tak juga menjawab pertanyaanku, kupaksakan bangun walaupun kepala terasa berdenyut nyeri, namun saat hendak mengangkat kedua kakiku aku merasakan hal yan

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 99

    Kubuka mata perlahan, mengerjap-ngerjapkan kelopaknya karena silau oleh cahaya yang masuk kedalam iris mataku.Terbangun di hamparan padang rumput berwarna hijau, terasa teduh walaupun sinar mentari menyinari bumi.Kumpulan bunga liar kulihat begitu indah dengan warna-warni yang rupawan, membuat siapa pun betah berlama-lama menatapnya.Kutolehkan kepala kekiri dan kanan mencari siapa saja yang berada didekat sana, namun nihil tak kutemukan seorang pun dipadang rumput itu selain diriku sendiri.Beranjak bangun lalu melangkah pergi mencari, barang kali ada satu manusia yang bisa kutemui. Setelah berjalan beberapa waktu, akhirnya kulihat siluet orang yang tidak begitu asing dipenglihatanku, ya itu Mas zaidan calon suamiku. Namun mau kemana dia? berjalan maju tanpa menoleh sedikit pun padaku."Mas ... Mas Zaidan ...! Tunggu Dina, Mas!" Teriakku penuh harap.Akhirnya Mas Zaidan menoleh juga, wajahnya terlihat teduh seulas senyum hangat ia berikan padaku. Namun tak sepatah kata pun keluar d

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 98

    Tiga Hari Jingga di rawat di rumah sakit, setelah memastikan tubuhnya benar-benar sehat akhirnya kami bisa membawanya pulang, Alhamdulillah dibalik ujian itu ada hikmah yang terselip begitu indah. Perlakuan Bang Gagas pada anakku itu kembali hangat. Terlihat sekali rasa sayangnya bertambah berkali-kali lipat, tak terpikir lagi dikepalanya untuk menyerahkan Jingga kepanti asuhan, atau pikiran buruk lainnya apapun itu dan itu teramat sangat ku syukuri.Segala doa dan harapanku telah Allah kabulkan, betapa besar kasih sayang-Mu pada umat mu ini ya Rabb. Karena Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia, maka mudah baginya untuk melakukan hal itu jika memang Allah berkehendak.Kini setiap pagi sebelum ke kantor Bang Gagas selalu menyempatkan diri bermain dulu dengan Jingga walau sebentar saja. Pulang dari kantor pun tak pernah telat, katanya dia selalu rindu dengan anak gadisnya ini, MasyaAllah sungguh kuasa Allah begitu besar.Tok ...Tok ...Tok ..."Assalamualaikum."Hari minggu

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 97

    "Ayok jalan lagi! Kalau enggak, jawab pertanyaanku yang tadi siapa sebetulnya yang sakit, Dek? Kamu ataukah salah satu keluargamu?""Itu bukan ur—""Yas, sedang apa kamu dengan wanita itu ...?"Aku menatap sekilas ke arah suara yang rasanya tidak begitu asing, suara wanita paruh baya yang tadi membuat energiku terkuras, karena harus menahan emosi tingkat dewa menanggapi sikap absurdnya padaku."Ibu ... kenalkan ini Dina, Bu. Adik partner kerja, Yas di kantor."'Ibu ...? Jadi wanita setengah baya, yang bermulut pedas itu Ibunya Mas Yaseer, pantas saja anaknya tengil gak karuan ternyata ibunya saja memiliki tingkah yang tak kalah ajaib, dari putranya.' pikirku kesal.Ingin sebetulnya segera lari dari tempat itu, menghindari manusia-manusia yang hanya akan merusak moodku seharian. Ibu yang bermulut pedas juga julidh, lalu anak laki-lakinya yang tengil, slengean gak jelas. Sudah pasti hariku akan terus runyam, jika terus bersinggungan dengan manusia-manusia ajaib macam mereka ini."Jadi d

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 96

    "Apa kamu tidak melihat jalan pakai mata? kamu pikir jalanan ini punya nenek moyangmu, sampai seenaknya saja berjalan tidak memperhatikan jalanan didepanmu!" Bentaknya keras, menatap nyalang sambil menunjuk-nunjuk kearah wajahku."Maafkan say—""Ah awas minggir! Dasar wanita tidak berguna, tidak punya atittude baik. Pasti kamu sengaja menabrak ku untuk mengalihkan perhatianku, kan? kamu ini berniat mencuri dariku ya, heh?"Astagfirullah ... betapa terkejutnya aku mendengar bentakan wanita setengah baya yang kutabrak barusan, padahal aku sudah meminta maaf padanya, sudah berniat mau membantunya untuk kembali berdiri. Tapi tuduhannya padaku tidak main-main, bagaimana mungkin dia bilang aku tidak punya attitude jika dirinya saja berlaku seperti itu, lagipula jika aku berniat mencuri untuk apa aku berniat membantunya berdiri, kenapa tidak kuambil saja barangnya, lalu pergi kabur begitu saja dengan barang yang kucuri darinya. Benar-benar ibu-ibu yang sangat ajaib memang, perangainya sung

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 95

    "Din, aku akan menceraikan Aisyah setelah pengobatannya selesai, tolong tunggu aku sebentar lagi Din, ku mohon!""Apa maksudmu, Mas ...?"Tanya Aisyah menatap kearah kami, dua orang yang kini berada di depannya. Aku yang tidak mau kembali mendapatkan kesalahpahaman dari Aisyah, secepatnya menghampiri sahabatku kemudian mengusap bahunya lembut."Selesaikanlah masalah kalian, maaf aku tidak ingin ikut campur dan kembali terseret di dalamnya, Aish!"Tanpa menunggu jawaban Aisyah, aku segera kembali ke ruang tamu meninggalkan pasangan suami istri itu agar menyelesaikan berdua masalah mereka, aku tidak ingin lagi jika harus sampai terseret kedalam masalah besar diantara keduanya. "Kemana, Nak Aisyah sama suaminya, Nduk? apakah mereka sudah pulang?""Belum, Bu. Mereka ada di taman belakang." Jawabku sambil tetap menimang Jingga yang masih saja terdengar rewel."Jingga kenapa to, Nduk? nenek dengarkan dari tadi kok kamu tuh rewel terus, Nduk." Ucap ibuku terdengar khawatir.Ibu menghampiri

DMCA.com Protection Status