"Kalau pake cream itu prosesnya lama, aku maunya cepat. Jalan satu-satunya adalah dengan operasi. Lagian masalah kerja itu 'kan kewajiban suami, masa aku yang harus jadi tulang punggung?!""Iya, tapi sabar dulu. Saat ini aku nggak ada uang. Belum lagi pengobatanku juga masih berjalan.""Pokoknya aku nggak mau keluar rumah, sebelum mukaku mulus kembali. Mas Riko pikirkan saja caranya!!" Setelah itu Alin bangkit dan keluar kamar. Aku lihat jalannya sudah normal, padahal tadi ketika masuk kamar dia masih berjalan perlahan-lahan dan seolah limbung. Jangan-jangan Alin berpura-pura dan barusan lupa saking kesalnya kepadaku.Sekarang aku harus memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan uang untuk biaya operasi, kalau tidak dituruti bisa-bisa Alin terus ngambek. Aku tidak bisa sendirian di saat seperti ini, aku butuh seseorang yang mendampingi dan menghiburku. Ini gara-gara Lisa yang menguras semua saldo di rekeningku. Untuk apa sebenarnya dia melakukan itu, bukankah Lisa sendiri sudah b
"Tolong antarkan saja ke atas makanannya, Bi.""Baik, Pak."Setelah Bi Yati berlalu, aku kembali membuang nafas kasar. Kenapa di saat aku masih tidak bisa beraktifitas seperti ini, Alin bukannya mengurusku malah dia menambah-nambah beban pikiranku saja dengan terus merajuk seperti itu.Aku tahu Alin tidak akan berhenti merajuk sebelum keinginannya terlaksana. Jalan satu-satunya adalah menjual apartemen itu. Toh sekarang Alin sudah kubawa ke rumah ini. Dulu aku membeli apartemen itu supaya aku bisa bebas menemuinya kapan saja. Bahkan bisa berhari-hari dengan alasan dinas luar pada Lisa. Perempuan itu selalu percaya padaku hingga aku bisa dengan mudah membodohinya. Makanya aku heran ketika sekarang mendapati Lisa sudah lebih cerdas. Bahkan licik.Lima belas menit kemudian aku mendengar suara gaduh dari lantai atas. Segera kugerakan kursi roda menuju ruang tengah. Bersamaan dengan itu Bi Yati turun tergopoh-gopoh sambil membawa baki yang berisi peralatan makan yang sudah hancur."Apa yan
Pov Lisa"Bu Lisa! Ada kabar baik, nih!" Siang ini aku dikejutkan oleh suara teriakan Gina dari lantai bawah. Aku yang sedang beristirahat di lantai atas setelah selesai melaksanakan salat zuhur, buru-buru turun untuk menemui orang kepercayaanku itu."Kamu kalau gak teriak bisa gak, sih?""Hehe, maaf Bu. Tadi saking senengnya." Seperti biasa, gadis itu hanya tertawa kecil menyadari kesalahannya."Memangnya ada kabar baik apa, Gin? Sepertinya kamu senang banget?""Ini Bu, ada email dari salah satu perusahaan garmen terbesar di kota ini. PT Sadewa Group." Gina menggeser layar laptopnya lalu menunjukkan sebuah pesan padaku. Pesan itu berisi pernyataan bahwa mereka tertarik pada salah satu produk butik ini."Mereka tahu dari mana tentang butik ini?""Sepertinya mereka ikut terlibat dalam ajang fashion show di hotel Berlian beberapa bulan yang lalu. Pasalnya mereka menyebut tentang rancangan busana muslimah untuk bersantai. Bukankah tema di hotel berlian itu tentang busana muslimah untuk
"Sudah Mbak, kemarin Ibu telepon. Setelah menjual apartemennya, Mas Riko dipecat dari pekerjaannya karena ketahuan menggunakan uang perusahaan. Itu terjadi sewaktu masih berstatus sebagai suamiku. Tapi aku tidak tahu kemana uang itu perginya. Soalnya jatah bulananku sangat minim.""Kamu harus hati-hati, jika Riko menghubungimu. Jangan sampai tergoda lagi oleh rayuannya.""Mbak Tika tenang saja, aku juga tidak sebodoh itu.""Ya sudah, lain kali Mbak tidak mau mendengar alasan kamu untuk menunda-nunda perkenalan dengan saudaranya Mas Ardan. Semoga sukses, ya.""Iya Mbak, iya .... "Aku segera mengakhiri panggilan dengan Mbak Tika, pasalnya Gina sudah berdiri di pintu dan memberikan isyarat bahwa kami harus segera pergi. Setelah meletakkan ponsel aku segera melanjutkan memantaskan diri di depan cermin."Bu Lisa makin cantik dan elegan saja. Seandainya mantan suami Ibu bertemu Ibu sekarang, pasti dia akan klepek-klepek.""Masa sih, Gin?""Bener, Bu. Siapa yang tidak akan jatuh hati pada w
Pembicaraan berlanjut, rupanya Tuan Sadewa termasuk salah satu pengusaha yang hadir saat event di hotel Berlian tiga bulan yang lalu. Saat itu aku tidak menyadari kehadirannya, selain aku memang tidak mengenalnya, aku juga terlalu fokus pada berlangsungnya acara."Oh ya, supaya lebih akrab, panggil saja saya Nathan. Nathan Sadewa," tuturnya sambil tersenyum.Mataku sedikit membola mendengar nama itu disebut. Jadi benar ini orang yang sama yang fotonya Mbak Tika kirimkan tiga bulan yang lalu. Saat mengirimkan foto itu, Mbak Tika hanya menyebutkan pria itu bernama Nathan. Lalu tadi aku tahu kalau pria yang mirip dengan Nathan ini bernama Sadewa. Akan tetapi baru saja pria ini mengaku bernama Nathan Sadewa. Itu artinya ...."Apa Anda mengenal saya, Bu Elisa?" pertanyaan Tuan Nathan membuatku terkejut."Ah ya, tentu saja tidak. Saya hanya tidak menyangka saja bisa mengenal pengusaha sukses seperti Tuan Sadewa ... eh Tuan Nathan. Apalagi mengetahui Tuan menyukai rancangan saya." Ya ampun,
Pov AlinWajahku sekarang sudah kembali cantik, bahkan lebih cantik dari sebelumnya. Bodo amat meskipun Mas Riko harus kehilangan apartemennya. Wajahku terluka juga gara-gara dia dan Mbak Lisa. Lagi pula, apartemen itu dulu dibelikan Mas Riko untukku. Jadi wajar saja kalau sekarang dijual lagi untuk kepentinganku. Selain itu, aku tidak mau gigit jari sementara Mbak Lisa sudah berhasil menguras isi rekening suamiku. Katanya sih itu dilakukan lantaran selama dia menjadi istri Mas Riko tidak mendapatkan nafkah yang cukup. Salah sendiri kenapa dia menjadi wanita yang bodoh dan lemah, jadi bisa seenaknya ditindas oleh Mas Riko. Terlebih dulu Mbak Lisa lusuh tak terawat, jadi wajar kalau suaminya berpindah hati padaku yang lebih cantik dan menarik.Dengan wajah baru ini aku sudah kembali percaya diri untuk mulai bekerja di kantor. Sementara Mas Riko masih harus menghabiskan hari-harinya di atas kursi roda. Entah sampai kapan ini terjadi, yang jelas aku tidak mungkin terus-menerus hidup ber
Siang ini aku mendapat kejutan lantaran dipanggil oleh ketua divisi tempat Mas Riko selama ini bekerja. "Bu Alin tahu kenapa saya panggil ke sini?" tanya Pak Hendra, pria seumuran Mas Riko namun sudah punya jabatan yang cukup bagus."Apa terkait suami saya yang belum bisa bekerja? Saya harap Bapak dapat mempertimbangkan kondisinya. Saya tahu ini sudah hampir mendekati tiga bulan, namun .... ""Bukan, ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kondisi Pak Riko sekarang.""Lalu apa, ya, Pak?""Tapi ini .... " Pak Hendra menggeser sebuah kertas yang yang ditanda tangani oleh Mas Riko di atas materai. Kertas yang menyatakan bahwa Mas Riko meminjam sejumlah uang dari kantor beberapa bulan yang lalu."Maksudnya apa ini?""Ini adalah surat bukti kalau Pak Riko menggunakan uang perusahaan. Dulu dia berjanji akan segera melunasinya karena saat itu Pak Riko beralasan sedang kepepet untuk biaya berobat istrinya."Ini pasti ulah Mas Riko ketika masih bersama Mbak Lisa. Tertera tanggalnya mema
"Sekarang dia udah nggak ganteng lagi. Tiga bulan yang lalu kami mengalami kecelakaan. Mobilnya rusak parah dan dia juga mengalami patah tulang yang cukup serius, beruntung aku hanya luka ringan saja." Aku membuang nafas berat. Bayangan hidup berumah tangga bahagia dengan Mas Riko, sirna sudah."Oh, jadi ceritanya lu lagi bete karena tidak bisa jalan-jalan dengan suami ganteng lo itu. Kalau dia nggak bisa ngajak jalan, minimal dia masih bisa nyuruh lu buat shopping 'kan. Nggak apa-apa tidak ganteng lagi, yang penting dia masih tajir.""Tajir dari mana? Mobil sudah punah, uang tabungan dikuras istri pertamanya. Apartemen sudah dijual untuk biaya berobat, terus sekarang rumah satu-satunya terancam raib. Tadi siang gue mendapat kabar dari kepala divisi Mas Riko kalau ternyata laki gue itu menggunakan uang perusahaan dalam jumlah banyak. Gimana gue gak pusing?""Terus lu mau bertahan dengan pria seperti itu?" Angel menyeringai."Kayaknya gue nyerah.""Gue setuju, buat apa pria seperti itu