Aku melangkah perlahan mendekati ranjang Alin. Seketika raut wajahnya berubah menjadi resah, dalam kondisi seperti ini ia tidak bisa berbuat apa-apa jika aku menyakitinya."Jika aku mau, sekarang aku bisa saja membuangmu ke sungai. Supaya kamu tidak datang lagi mengganggu rumah tanggaku." Setelah itu aku berbalik sambil mengeluarkan ponsel lalu pura-pura menghubungi seseorang. Sesaat kemudian aku juga pura-pura berbicara dengan Mas Riko."Ya halo, Mas. Aku mau pulang, Mas mau dibawain makanan apa?"" .... ""Oh ya, kalau begitu aku segera pulang. Memang beda ya, Mas kalau makanan yang dibeli sama yang dibuat oleh orang yang disayang."Setelah berkata seperti itu, aku pura-pura mendengarkan jawaban di seberang telepon."Tentu saja, kalau Mas Riko mau disuapin, kenapa nggak? Lagian sudah lama kita nggak suap-suapan.""Iya Mas, aku segera meluncur. Mas tunggu, ya.""Love you too."Setelah berkata seperti itu, aku kembali memasukkan ponsel ke dalam tas, kita lihat saja apa yang akan terja
Malam ini akhirnya aku jadi menginap di rumah Mas Riko. Sayangnya Alin berada di rumah sakit, jadi aku tidak bisa banyak berakting untuk memanas-manasi dia. Tapi akting pura-pura menelepon tadi itu sudah cukup membuatku puas. Pasalnya aku berhasil membuat wanita itu kegerahan. Mas Riko seperti menggunakan kesempatan untuk terus mencari perhatianku. Aku pun beralasan menemani Kayla, jadi Ibu lah yang banyak mengurus Mas Riko. Rencananya malam ini aku kembali ke rumah sakit untuk membawakan baju ganti untuk mereka, tapi Ibu bilang ini sudah malam, besok saja. Akhirnya aku menurut, toh tadi sebelum pulang aku sudah memberikan sejumlah uang pada Bi Yati agar wanita itu bisa membeli makanan. Selepas melaksanakan salat isya, Ibu mendatangi kamar Kayla, tempat aku akan tidur malam ini. Katanya Mas Riko memintaku untuk turun menemuinya."Mas Riko kenapa lagi, Bu?""Tidak tahu, Ibu cuma diminta untuk memanggilmu.""Ya Bu, nanti Lisa ke sana setelah membereskan peralatan salat.""Ibu tunggu
"Ibu bukannya mendukung perceraian kalian. Tapi Lisa juga berhak bahagia. Selama dia menjadi istrimu, Lisa tidak pernah bahagia. Ibu tahu itu, hanya saja Lisa pandai menyembunyikan kesedihannya. Tak pernah sekalipun dia mengadu pada Ibu."Mendengar serangan dari ibu yang bertubi-tubi, Mas Riko seperti tidak bersemangat lagi makan."Sudahlah Bu, Aku sudah memaafkan Mas Riko dan melupakan semuanya." Aku menyentuh tangan Ibu, berharap wanita itu berhenti menghujat anaknya.Bersamaan dengan itu, ponsel Mas Riko berbunyi. Sepertinya ada yang melakukan panggilan video, lantaran terlihat dari cara Mas Riko memegang benda itu."Mas sedang apa?" Itu suara Alin, rupanya wanita itu was-was jika suaminya sedang berbuat yang tidak-tidak denganku."Aku sedang makan bersama Kayla, Ibu dan Lisa.""Kalian makan satu meja, Mas?""Memangnya kenapa kalau makan satu meja?" Mas Riko meninggikan suaranya. Luar biasa, ya, Mas. Punya istri seperti Alin, apa-apa dikomentari, apa-apa dilarang. Padahal waktu ber
"Kamu nyindir aku, Lis?""Jadi Mas Riko tersindir?""Ini daftar barang-barang yang harus dibawa ke rumah sakit. Barusan Alin mengirim pesan." Mas Riko mengalihkan pembicaraan dengan menyodorkan ponselnya dan menunjukkan pesan dari Alin tentang sejumlah barang untuk dibawa ke rumah sakit.Aku menyerahkan ponsel setelah melihatnya dan menyalin pesan dari Alin tersebut."Barang-barang Alin ada di lemari bekas .... ""Lemari bekas pakaianku? Kasihan sekali Alin, dibawa ke sini hanya menikmati barang-barang bekas aku. Suami bekas aku, lemari bekas aku, tempat tidur juga bagus aku." Puas sekali aku mengatakan itu.Setelah itu aku bergerak menuju ke kamar yang dulu menjadi tempat peristirahatanku. Memasuki kamar, awalnya aku hanya berdiri mematung, mengingat bagaimana lima tahun aku menghuni kamar ini. Tapi setelah membuka lemari dan melihat barang-barang Alin yang tertata rapi di sana, akhirnya aku mendapatkan ide. Aku pun pergi ke kamar mandi untuk mengambil botol bertuliskan shampo, lalu
"Jangan suka memutar balikan fakta!""Aku cuma mau ngasih tahu, bagaimana perasaan seorang istri yang selama pernikahannya hampir tidak dianggap. Tidak dinafkahi dan tidak diberi kasih sayang, lalu diam-diam diselingkuhi. Masih untung sekarang aku mau berbaik hati pada kalian. Seharusnya aku biarkan saja Alin kesakitan tanpa harus mengantarnya ke rumah sakit. Apalagi ini, aku harus membawa baju salin untuk wanita yang merebut suamiku. Memilihnya sendiri di lemari lalu memegang barang-barang pribadi dia. Di mana harga diriku, Mas?! Kalau bukan atas nama kemanusiaan aku akan menutup mata untuk kejadian ini!!"Setelah itu aku melangkah menuju mobil lalu bergerak menuju rumah sakit. Awalnya aku akan langsung membawa Kayla dan kemudian pulang. Tapi Ibu melarangku membawa Kayla ke rumah sakit. Katanya anak kecil jangan dibawa ke rumah sakit, karena khawatir bertemu dengan virus-virus. Akhirnya untuk sementara aku menitipkan Kayla bersama Ibu. Setelah dari rumah sakit aku pulang lagi untuk m
"Kamu pikir dulu aku rela suamiku berjalan berpegangan tangan di mall dengan wanita lain. Bahkan mungkin melakukan hal yang lebih dari itu tanpa sepengetahuanku. Kamu pikir aku rela ketika uang yang seharusnya digunakan untuk menafkahi anak dan istrinya malah diberikan pada wanita gatal perebut suami orang? Kalau aku mau, sekarang aku bisa merebutnya lagi dengan mudah. Sayangnya aku sudah tidak berminat lagi pada laki-laki seperti itu. Silakan kamu nikmati sendiri, toh sebentar lagi dia akan bangkrut. Allah mulai mengambil hartanya satu persatu. Dan aku tidak yakin Mas Riko masih mau bertahan dengan istri yang wajahnya penuh dengan luka. Aku saja yang wajahnya mulus, dulu diduakan, apalagi wajah bopeng seperti ini."Setelah itu aku berbalik, tidak berniat mendengar ataupun bertanya kabar mengenai keadaannya saat ini. Salah dia sendiri, begitu aku datang langsung menyerang dengan pertanyaan tidak berbobot. Juga cenderung menuduhku.Sebelum pergi aku menyempatkan menepuk pundaknya yang
Kutatap Mas Riko yang sedari tadi hanya diam. Sejak aku masuk ruangan ini dan duduk di dekatnya, tidak terdengar suaranya. Pria itu hanya menunduk seperti bingung. "Apa Mas Riko tahu soal utang ini?"Beberapa saat dia masih terdiam, aku pun sabar menunggu jawaban dari bibir pria ini."Tahu, tapi aku tidak tahu nominalnya sebesar ini.""Berarti hubungan kalian sudah lama, dong." Aku mencibir."Tolong jangan bahas yang lain, Lis.""Aku nggak bahas yang lain, karena ini ada sangkutannya dengan utang Alin. Setahun yang lalu Alin meminjam uang dan Mas Riko memberikan alamat rumah ini dalam perjanjian utang piutangnya. Berarti saat itu kalian sudah menjalin hubungan.""Maaf Pak Riko, saya tidak bisa menunggu lama. Dalam surat perjanjian ini memang tertulis beberapa nama barang yang ada di rumah ini sebagai jaminan. Jadi kalau Bapak tidak bisa membayar tagihan ini, terpaksa saya membawa barang-barang tersebut." Salah seorang dari depkolektor itu angkat bicara, mungkin risih mendengar percek
"Upah apa?""Upah dana talang untuk setoran utang istri mudamu itu.""Jangan becanda, Lis. Itu namanya perhitungan.""Mau ditolong, gak? kalau Enggak, aku mau pamit sekarang. Kebetulan aku sudah ditunggu di butik. Mas Riko ambil saja sendiri uangnya ke ATM." Aku berbalik berlagak menuju lantai dua."Ambil saja! Kamu minta berapa?" Aku berhenti ketika mendengar kesanggupannya. Seperti mimpi memang mendengar pria itu mau menuruti permintaanku. Tapi aku tidak boleh senang dulu, ini dia lakukan demi istri barunya. Bukan demi aku."Lima juta mungkin cukup, itu juga kalau Mas Riko mau, kalau tidak berarti aku pamit sekarang." Setelah itu aku beranjak menuju lantai atas untuk mengambil barang-barang Kayla yang sudah aku pak semalam. Juga barang-barangku yang masih tertinggal di rumah ini. Sambil menaiki anak tangga, aku menunggu Mas Riko menghentikanku. Akan tetapi, namanya orang pelit, uang lima juta saja untuk anaknya dia masih mikir-mikir. Aku sih, terserah. Paling juga sofa atau televis