"Kenapa mas Marvin menikah lagi? Apa kurangku mas? Kenapa nggak kita bicarakan dulu?"Seperti dugaanku, Isyani Giandra adalah wanita yang akan menjadi istri kedua suamiku. Isyani beserta keluarga sudah datang di rumah kami, sementara penghulu masih dalam perjalanan.Isyani memutuskan melangsungkan akad nikah di rumah mas Marvin dan seminggu kemudian diboyong ke kota untuk resepsi di rumah orangtuanya. Begitu adat di sini.Mas Marvin hanya memandangku dengan muka tak nafsu, malah sibuk menata kerah baju.Padahal sejak tadi aku menangis maraung - raung, namun tak diindahkan."Mas jawab pertanyaanku!" Sedikit kutinggikan suaraku karena aku semakin gemas.Ingin sekali aku mengacak - ngacak muka pria tak tahu malu sepertinya, sayangnya gerakku terbatas karena sedang menggendong Aghis."Apaan sih dek, berisik tauk!""Apa katamu berisik? Kamu mau aku berteriak lebih kencang lagi?" ancamku sambil terisak."Furika! Ini bukan hutan, pelankan suaramu!" Ibu mertua memasuki kamar tanpa diundang, l
"Apa?""Aku ingin mengajarimu menjadi istri yang baik, biar mas Marvin makin cinta sama kamu.""Maksudnya mbak?"Kuseret Isyani yang kebetulan tengah bangkit berdiri dari meja makan. Wanita itu begitu pasrah saat kutarik tangannya.Kemudian, kami memasuki kamar mas Marvin. Isyani nampak kebingungan dengan tingkahku."Masukkan dompet, hp dan buku catatan ke dalam tas ini."Suruhku menyodorkan tas berwarna coklat kepada Isyani. Wanita itu manut aja tanpa keberatan."Cek apa ada barang penting yang belum masuk di tas kerja mas Marvin, kalau sudah. Bawa dasi, jaket, kaus kaki dan sepati serta tas ini ke ruang tengah. Kasihkan ke mas Marvin.""Cuma gini aja mbak?""Tidak, masih banyak hal -hal yang bisa bikin mas Marvin tambah cuinta sama kamu, ntar mbak ajarin.""Ribet banget mau kerja barang mas banyak banget sih," keluh Isyani sambil memunguti barang - barang yang kumaksud."Nggak papa ribet, nanti lama - lama akan terbiasa kok sayang, makasih yah sudah merawat mas." Mas Marvin menyungg
"Benar - benar kelewatan Marvin, sudah menelantarkanmu menduakanmu juga? Astaga, manusia berhati jahat ternyata."Terlihat wajah marah Irzam setelah mendengsrkan panjang ceritaku. Ah, kenapa dia yang emosi ya? Aku jadi heran."Kamu jangan diam saja Furi, mendingan kamu balas dia, bikin dia menyesal.""Makannya, aku ingin kerja dan buktikan bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa uluran tangannya, aku lelah ibunya terus merendahkanku seolah aku hanya beban untuk anaknya.""Oke, aku ada bisnis yang bisa kamu jalankan, kebetulan aku biuh tim marketing, kalau kamu berhadil 80% keuntungan bisa kamu ambil.""80% itu banyak Irzam, kebanyakan!""Nggak masalah, kalau perlu bikin mereka bersujud kepadamu lagi," ujar Irzham tersenyum jahat, namun akupun mengikuti tingkahnya."Iya, benar katamu.""Oke kita bahas di telepon saja, dan sembunyikan pekerjaanmu dari suami dan keluarganya sampaii waktu yang telat bisa kamu tunjukan..""Lah? emang kenapa harus disembunyiin? bukannya aku harus tunjukan kala
" Apa syaratnya?"Bukannya langsung menjawab pertanyaanku, Irzam malah memandangku genit dengan mengedipkan sebelah matanya. Sehat tidak nih orang?"Irzham! kok malah gitu ih, nggak jelas," proteskuIrzham tertawa melihat gelagatku yang tak nyaman karena sikapnya. "Iya - iya, maaf Furi. Aku cuma bercanda.""Aku akan beri kamu bonus kalau kamu mau memenuhi syarat dariku.""Ih, to the point kan bisa Zam! malah bikin penasaran!" protesku" kamu lucu pas marah.""Jadi syaratnya, kamu bakal dapat bonus semakin banyak kalau kamu berhasil jual produkku 2x lipat dari ini.""Hemm, itu mah bukan bonus Zam!" lirikku kesal. Menurutku yang namanya bonus tuh ngasih banyak tanpa banyak embel - embel syarat. Sementara, syarat yang diajukan Irzam sedikit memberatkan untukku."Jadi gimana? merasa tertantang nggak tuh?" ucapnya menanting. Karena aku paling suka tantangan, akhirnya tanpa berpikir panjang kujawab."Ehm, boleh dicoba.""Aku suka gayamu Furi! Kamu selalu percaya diri dan optimis. Oke seman
"Apa benar kata Isyani kamu nggak mau masak hari in?""Iya mas, kenapa?" jawabku sekenanya. Sepertinya pelan - pelan memang harus sedikit kutunjukan taringku kepada Mas Marvin dan Isyani serta ibu mertua, biar mereka nggak seenaknya kepadaku."Iya? berani - beraninya kamu jawab aku sesantai itu."Mas Marvin sangat kaget melihat caraku menjawab pertanyaannya. Seumur - umur aku tidak pernah erani kepadanya, aku selalu menurut bahkan terkesan takut saat melihat wajah marahnya."Lah? emang salah mas?" tanyaku tertawa miring. Mas Marvin semakin kesal melihat mukaku dan merasa kuejek."Furika - Furika, kuamat - amati akhir - akhir ini kamu mulai belagu, susah di suruh dan males ngerjain pekerjaan rumah, kamu kira aku menikahi Isyani untuk dijadikan pembantu untukmu? hah?" ucapnya dengan suara ditinggikan.Pulang - pulang kerja nggak bikin rumah tambah tenang, malah memancing keributan. Hemm, bagaimana sih suamiku ini?"Apaan sih mas ngomel - ngomel terus, kasihan Aghis dia baru aja tidur.""
POV Marvin "Mas, uang belanja sudah habis, susu dan keperluan dapur juga habis, maaf aku nggak sempet masak hari ini mas capek banget, Aghis seharian rewel mas." "Alah, kebanyakan alesan! ya udah, aku beli makan di luar saja!"Pemandangan yang semakin membuatku muak dan semakin tidak betah di rumah. Semenjak Furika hamil kerjaannya hanya sambat dan mengeluh saja. Semua pekerjaan rumah tak terurus bahkan dia malas melayaniku. Membuatkan kopi saja tidak! Apalagi semenjak melahirkan, kerjaannya cuma rebahan terus sambil sambat minta makan. Makin hari makin dienak - enakin malesnya.Penampilannya juga semakin kumal saja. Setiap hari dia selalu memakai daster kelelawar dengan motif itu - itu saja, apalagi mukanya juga nggak seglowing dulu. Aku semakin tak berselera kepadanya. Sampai aku tergoda dengan kehadiran mantan kekasihku yang sudah lama menjalin kedekatan denganku meski aku sudah menikah. Namanya Isyani. Dia sangat cantik dengan bodi lencir, putih mulus dan terawat. Memang speak
" Penjualan terus bertambah, malahan berhadil tembus 4 kali lipat, pakai dukun kamu?"" Enak banget kalau ngomong, pastilah aku pakai trik."Enak saja Irzham kalau ngomong, mentang - mentang hasil penjualanku meningkat dia menuduhku memakai jasa dukun. Ada - ada saja anak muda satu ini.Tapi, aku senang melihat muka konyolnya. Aku tahu bahwa dia hanya bercanda. Yah, itung - itung refreshibg setelah terkena banyak tekanan di rumah sendiri."Hahaha, iya - iya yang jago marketing."Anak muda ini memang tampan saat tertawa, bercanfanya ringan tapi lumayan lucu. Aku pun brrhasil dibuat tertawa berkali -kali olehnya."Ini gaji pokok dan bonus bulan ini," ucapnya memberikan sebuah amplop putih kepadaku. Cukup tebal amplopnya "Alhamdulillah, bisa buat susu sama pempers si kecil," ucapku senang sambil meraihnya."Cukup mah kalau buat pempers sama susu doang, malahan bisa buat beli setokonya.""Eh iya! Masya Allah, ini serius Irzham? Banyak bener? kebanyakan ini," ucapku kaget.Kukira Irzham a
"Ternyata kamu memang menantangku Furika! sudah berapa kali kubilang jangan bikin ulah!" "Bikin ulah apa sih mas maksudnya? aku nggak macem - macem kok." Bukannya pulang-pulang bikin hati adem malah selalu mancing esmosi. Duh, semakin hari makin ngadi-ngadi saja suamiku ini. Selalu saja bikin pusing."Ibu sudah cerita semuanya tentang kamu, dan ini? dapat uang dari mana sampai kamu bisa membeli popok dan susu sebanyak ini? Hah? nyuri kamu?" Oh, ternyata ini bakal perkara yan membuat Mas Marvin langsung marah kepadaku? Karena popok! Apa salahnya aku membeli popok? Toh untuk kebutuhan anak kita. Bukan untuk kubuat foya-foya.Lagian aku beli popok pakai uangku sendiri tapi mengapa mereka yang repot?"Atau jangan - jangan," ucap Mas Marvin menaruh curiga sambil memincingkan mata ke arahku."Selama ini kamu sering keluar rumah karena punya simpanan? selingkuh kamu?" bentaknya sambil meninggikan suara."Selingkuh?" Astoge, ingin sekali aku tertawa lepas di depan suamiku. Sudah tidak pern
Sudah menjelang magrib, tapi toko baju masih ramai pengunjung. Furika sudah Lelah mengurus banyak hal hari ini, dan akhirnya menyerahkan semua pelayanan toko kepada karyawannya.Ia ingin bergegas pulang, Kembali ke rumah dan berjumpa dengan putra kesayangan. Namun ternyata, Aghis sudah diantar pengasuhnya ke toko karena pengasuhnya harus segera pulang karena sebuah urusan.“Sayang, kangen bunda ya?” tanya Furika sembari menciumi kedua pipi bayi yang baru genap delapan bulan.Bayi mungil itu hanya meringis sejurus kemudian memeluk Furika dengan sangat manja.Tidak terasa, bayinya tumbuh besar sangat cepat dan tumbuh menjadi anak yang sehat. Aghis tidak pernah rewel saat diasuh. Menjadi anak penurut dan tidak merepotkan selama Furika merawatnya seorang diri.Meski hari-hari Furika pahit dan sepi karena statusnya menjadi orangtua tunggal. Senyum Aghis selalu berhasil membenamkan semua perih yang Furika pendam selama ini.Luka pengkhianatan, direndahkan bahkan sampai perceraian, semua suda
Selepas mengirim semua paket orderan online, Furika masih disibukkan mengurus toko online untuk laporan penjualan dan setelah itu menemui salah satu selebgram yang ia sewa untuk mempromosikan toko bajunya. Toko baju yang ia Kelola memang toko baju biasa yang tidak mempunyai brand khusus. Namun bagi seorang Furika, wajib hukumnya merawat usaha yang ia geluti dengan maksimal untuk mendapatkan keuntungan maksimal juga.Apalagi di era serba modern seperti ini, Furika ingin memaksimalkan promosi online agar calon pembelinya tertarik.“Ibu owner makin hari makin sibuk aja,” goda Irzham sambal mengapit kedua mukanya dengan menelungkupkan dua tangan. Pria itu memang tak bosan-bosannya menggodai sang pujaan, meski Furika kerap ngambek karena ocehan Irzham berhasil merusak fokusnya.“Ibu owner jangan sibuk terus, dong. Sini temenin saya ngeteh,” ocehnya lagi mencari perhatian.Usahanya yang kedua, berhasil membuat Furika berdecak dan melengos ke arahnya.“Apa’an sih, dari tadi gangguin terus,”
"Kamu nggak papa, kan?"Seorang pria berjalan sedikit terburu mendekati Furika dengan wajah dipenuhi raut khawatir. Kehadirannya memang terlambat, tidak bersamaan dengan keluarga Marvin yang kebetulan menginjakkan kaki di toko Furika.Dia amat menyesal dan berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana Nasib Wanita pujaanya? Apakah dia sakit hati usai dihina mantan mertua dan suaminya? Begitulah yang terlintas di otak Irzham setelah mendengar kabar bahwa Santika beserta sang mantan suami berkunjung ke toko Furika."Si Marvin sama keluarganya emang keterlaluan, ya? untung kamu sabar." Irzham semakin dirundung kesal usai Furika menjelaskan kronologi keluarga mantan suaminya saat berjumpa dengan Furika.Furika tidak begitu sedih, tidak pula kesal. Setelah memutuskan berpisah dengan Marvin, Furika sudah siap menanggung semua resiko yang akan ia temui dikemudian hari. Termasuk, semakin dibenci laki-laki yang amat ia cintai. Marvin.Bagi Furika, mengenyam hinaan dan cacian Santika adalah hal biasa.
"Izham, kayaknya ini terlalu berlebihan deh," serat Furika dengan terus mengedarkan pandang ke seluruh ruangan.Furika memang sangat senang, senang sekali dan tidak menyangka dirinya akan menjadi owner toko baju dengan ukuran toko sebesar ini.Bayangan Furika, toko baju yang akan dibeli Irzham tidak sebesar toko baju yang ia singgahi sekarang. Tempatnya sangat luas, mewah dan dipenuhi aneka baju berjejer rapi di seluruh sudut yang ada.Matanya tidak bisa berkedip semenjak tadi."Aku nggak berlebihan kok Furi, ini adalah ganjaran untuk hasil kerasmu selama ini," kilah Irzhan dengan senyumnya yang bersahaja."Jadi, jangan anggap aku membelikan kamu toko ini secara cuma-cuma, ini nggak gratis, kok," imbuhnya lagi."Aku jadi terharu, makasih Zam. Aku janji akan urus toko ini biar terus berkembang," sirah Furika sungguh-sungguh. Netranya berkaca haru, ingin menangis namun berusaha tidak menangis."Aku suka gayamu, hehe."Setelah berpisah dari Marvin, Furika benar-benar mengatur strategi un
Sebenarnya Marvin cukup kesal dengan kejadian yang mengusiknya pagi-pagi buta. Tempat nyaman yang ia tinggali, akhirnya harus ia relakan diambil alih orang lain. Marvin sadar diri, memang tidak seharusnya ia menguasai rumah itu, karena memang rumah yang ia inggali dengan Isyani tidak lain adalah hak milik Furika."Tidak perlu sedih bu, aku tinggal di rumah ibu tidak akan lama," ujar Marvin berusaha menenangkan sang ibu.Sejak mengetahui putranya terancam jadi gelandangan, jelaslah sang ibu sedih dan tidak tega. Sedangkan, tidak mungkin Marvin dan Isyani tinggal di rumahnya. Sebab, rumah yang ia tinggali sekarang bakal di waris oleh adik terakhir Marvin."Nggak sedih gimana toh, kamu bakal jadi gelandangan nak! Memang Furika keterlaluan, bisa-bisanya jual rumah kamu!" omelnya kian kesal."Ibu lupa sesuatu?" celetuk Marvin memelankan ucapannya.Marvin sedang berada di kamar sang ibu, sementara Isyani tengah sibuk menata barang di kamar Marvin."Lupa? lupa apa lagi?" oceh sang Ibu tambah
POV Marvin Pagi-pagi buta, ketenangan Marvin dan Isyani terusik ketika ada dua tamu yang menginjakkan kaki di rumah mereka. Tepatnya, pukul 07.00 saat Marvin siap-siap berangkat ke kantor. "Kalian ini ngaco? tidak mungkin saya menjual rumah yang masih saya tempati. Aneh kalian." Ketus Marvin kesal. Sejak tadi ia menjelaskan bahwa ia tidak merasa menawarkan rumahnya kepada siapapun, namun dua tamu yang berkunjung ke rumahnya masih saja kekeuh. "Memang bukan anda yang menawarkan, karena anda bukan pemilik sah rumah ini," balas Jovi tidak mau kalah. Jovi adalah Asisten kepercayaan Irzham yang dikirim untuk mengurus perkara jual rumah Isyani. Dan pak Somad adalah saudagar kaya yang berniat membeli rumah Isyani secepatnya. Marvin geleng-geleng tertawa, dia ngeri sendiri jika benar rumah ini dijual oleh Isyani. Namun seingatnya, Isyani tidak pernah membahas surat tanah dan rumah yang selama ini ia sembunyikan. "Ah, nggak mungkin Isyani yang menjual rumah ini, surat-suratnya sudah kusem
"Mas mau usir saya?" kutinggikan suaraku dengan menatap nanar Mas Marvin. Nyasir aku tak percaya mas Marvin dengan entengnya menyuruhku pindah ke kios reyotnya malam ini juga. Apa dia tidak waras? "Iya! kamu makin keterlaluan saja Furika!" ucapnya dengan membuang nafas kasar. Aku geleng-geleng kepala usai mendengarnya sambil sejenak menyeringai tipis."Tapi mas, malam ini hujan," kucoba menawar mas Marvin sebentar, barangkali dia masih punya hati. Mana tega ia mengusirku keluar rumah sementara hujan deras mengguyur di luar sana. "Aku nggak peduli. Kemasi barangmu sekarang atau aku paksa kamu angkat kaki dari rumah ini." "Dan mulai sekarang, kujatuhkan talak satu kepadamu Furika! aku tidak akan menyentuhmu lagi!" Hati mas Marvin sudah tertutup rapat untukku. Malam ini juga aku diusir dari istana yang kubangun dengan hasil kerja kerasku sendiri. Yang semakin membuatku ngenes. Mereka tidak mau memberi belas kasihan kepadaku dan bayi kecilku. Di luar hujan deras mengguyur disertai an
"Orang pintar dikibulin, nendang lah!" Aku tertawa puas setelah berhasil menemukan surat rumah dan tanah di dalam almari penyimpanan. Mas Marvin memang licik tapi tidak secerdas aku. Setelah seisi rumah sepi, seharian aku sibuk mencari surat tanah dan rumah yang disembunyikan mas Marvin. Untunglah mas Marvin belum sempat memindahkannya di tempat lain, sehingga tidak sulit bagiku mengorak-arik laci maupun lemari rumah untuk mendapatkan surat berharga ini. *** "Aku bingung jual rumah di mana, di markletplace bisa?" ucapku bertanya-tanya sambil mengaduk sedotan yang berada pada gelas teh. "Ngawur kamu! jual tanah kayak jual kacang aja!" "Hehehe, makannya bantuin aku Irzham!" kekehku menertawai diri sendiri. "Oke, biar aku urus semuanya, beri aku nomor rekeningmu jika transaksi sudah deal. Kamu jual berapa rumah ini?""Pantesnya berapa? pokoknya bisa kubuat beli rumah baru lagi deh," ucapku putus asa. Karena memang aku kurang paham masalah jual beli tanah. Dan lebih baik kuserahkan
"Ternyata kamu memang menantangku Furika! sudah berapa kali kubilang jangan bikin ulah!" "Bikin ulah apa sih mas maksudnya? aku nggak macem - macem kok." Bukannya pulang-pulang bikin hati adem malah selalu mancing esmosi. Duh, semakin hari makin ngadi-ngadi saja suamiku ini. Selalu saja bikin pusing."Ibu sudah cerita semuanya tentang kamu, dan ini? dapat uang dari mana sampai kamu bisa membeli popok dan susu sebanyak ini? Hah? nyuri kamu?" Oh, ternyata ini bakal perkara yan membuat Mas Marvin langsung marah kepadaku? Karena popok! Apa salahnya aku membeli popok? Toh untuk kebutuhan anak kita. Bukan untuk kubuat foya-foya.Lagian aku beli popok pakai uangku sendiri tapi mengapa mereka yang repot?"Atau jangan - jangan," ucap Mas Marvin menaruh curiga sambil memincingkan mata ke arahku."Selama ini kamu sering keluar rumah karena punya simpanan? selingkuh kamu?" bentaknya sambil meninggikan suara."Selingkuh?" Astoge, ingin sekali aku tertawa lepas di depan suamiku. Sudah tidak pern