Sebulan setelah aku reign dari pekerjaan,tiba tiba perutku terasa sangat mual. Tidak biasanya aku merasa seperti ini. "Ndra, perutku tiba tiba sangat mual. Apa mungkin aku masuk angin." Ujarku pada Candra yang sedang meminum teh di teras. "Apa kita periksa ke dokter aja Re. Kamu telat datang bulan kan?" Tanya Candra."Iya Ndra. Udah telah sepuluh hari. Apa mungkin sudah ada janin di perutku?" Tanyaku kurang yakin. Sebulan yang lalu aku juga telat datang bulan. Namun ketika di cek ternyata belum ada kehamilan."Lebih baik kita periksa dulu aja, jika memang hanya masuk angin, ya biar diberi obat. Tapi mual banget kan? Libur dulu ya ke butiknya, kita ke dokter aja sekarang,” kata Candra khawatir."Ya udah kalau begitu,” Jawabku. Aku segera bersiap ke dokter agar lebih jelas tentang kondisiku. Candra segera menghidupkan mobilnya setelah melihatku selesai bersiap siap."Hati hati." Katanya ketika aku hendak masuk ke mobil."Iya Ndra." Jawabku.Pernikahan kami sudah berjalan tiga bulan
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kini kesibukanku paling hanya pergi ke butik sebentar diantar sopir pribadi ataupun kalau tidak juga diantar Mas Candra. Sekarang Mas Candra jadi lebih sibuk dan lebih menekuni dunia kepenulisan, setelah novel keduanya dijadikan Film beberapa bulan lalu, kini novel ketiga yang digarapnya juga hampir rampung. Tulisan Mas Candra memang bagus dan banyak diminati oleh produser produser untuk menjadikannya sebuah Film. Banyak Produser yang akhirnya menawarkan kerja sama dengan suamiku.Semakin hari perutku juga semakin membesar. Kini aku sudah tidak sesering dulu untuk pergi ke butik. Pada akhirnya Butik ku percayakan pada Diki.Hari ini, aku merasa sangat capek hingga memutuskan untuk dirumah saja. Pagi tadi Mas Candra mengajakku untuk menemani mengunjungi sebuah acara bedah bukunya, namun aku menolak. Semenjak hamil tua aku jadi enggan untuk pergi jauh jauh. Apalagi semenjak memasuki usia kandungan sekarang, tinggal menghitung hari lagi menuj
Hari ini rumah sakit sudah memperbolehkanku dan anakku untuk pulang. "Kita nunggu ibu dan bapak sebentar ya, Re. Mereka bilang mau menjemputmu dan Raiqa," kata mas Candra sembari mengemasi barang-barangku. "Iya, Mas. Apa mereka sudah berangkat?" tanyaku. "Sudah di jalan. Sebentar lagi pasti sampai," jawab mas Candra. Aku merasa sangat beruntung karena mendapatkan suami dan mertua sebaik mereka. Orang tua mas Candra bahkan jauh lebih baik dari pada mertuaku dahulu. "Hati-hati," kata mas Candra saat aku turun dari ranjang. "Iya, Mas. Aku mau ke toilet dulu ya sebentar," kataku. Mas Candra pun dengan sigap langsung membantuku. Dia tahu jika istrinya ini pasti sedang tidak baik fisiknya saat ini. "Apa perlu aku antar masuk ke kamar mandinya?" "Nggak usah, Mas. Aku bisa sendiri." Mas Candra kemudian menungguku di depan kamar mandi. Dia adalah sosok suami siaga yang selalu ada di saat aku membutuhkannya. Kedua orang tua mas Candra datang beberapa menit kemudian. Tante Eni lang
"Re, ada tamu," kata mas Candra saat aku sedang memberikan asi pada Raiqa."Siapa, Mas?""Pak Rendi dan Istrinya. Dari mana dia tahu jika kamu melahirkan ya?" tanya mas Candra "Entahlah. Dari Fida mungkin. Sebentar ya, Mas. Aku masih menyusui Raiqa nih," lanjutku."Iya," jawab mas Candra lagi kemudian keluar untuk menemani Rendi dan Istrinya.Belum juga aku keluar tiba-tiba istri Rendi masuk. Dia lalu mengucapkan selamat padaku."Selamat ya, Mbak. Cewek apa cowok nih?" tanya Dita, istri Rendi."Cewek, Mbak Dita. "Semoga aku bisa cepat menyusul ya," katanya kemudian.Aku paham dengan perkataan istri Rendi tanpa harus menanyakannya. Dia pasti belum hamil juga sampai sekarang."Amin. Oh ya, ngomong-ngomong kok bisa tahu jika aku melahirkan, Mbak?" tanyaku."Iya, mas Rendi yang memberitahuku. Dia tahu dari Fida katanya," jawab Dita.Ternyata Fida dalangnya. Dia memang selalu begitu, belum juga berubah sampai sekarang."Oh ya sudah dibikinin minum belum sama mbok Asih, Mbak?" "Sudah kok
Setelah Rendi dan pak Hisyam pulang datanglah kak Serli. Dia juga ingin melihat keponakan barunya."Selamat ya, Re. Semoga raiqa menjadi pribadi yang selehah berbudi pekerti luhur," kata kak Serli."Iya, Kak. Terimakasih doanya," jawabku. "Kak tolong temani Reina dulu ya. Aku mau pergi sebentar," kata mas Candra tiba-tiba."Mau kemana, Mas?" tanyaku."Ada produser tv yang mau bertemu, Re. Dia mau mengangkat cerita novelku menjadi film," kata mas Candra."Benarkah, Mas?""Iya, Re. Ini produser dari singapura. Dia tertarik dengan novelku. Dan novelku ini ingin di jadikan film fi singapura," lanjut mas Candra."Wah hebat sekali kamu, Ndra. Selamat ya," timpal kak serli."Makasih, Kak. Aku nitip Reina bentar ya. Kamu nggak papa kan aku tinggal sebentar?" tanya mas Candra. "Nggak papa kok, Mas. Kamu nggak usah khawatir. Lagian ada kak serli juga kok," jawabku.Mas Candra kemudian mengulurkan tangannya padaku. Aku segera mencium punggung tangannya. Dia lalu mengecup keningku. Tak lupa jug
"Permisi," terdengar suara seorang perempuan di depan rumah. Aku segera keluar dan melihat siapa yang datang. Dan betapa kagetnya saat aku melihat perempuan cantik berambut panjang telah berdiri di depan pintu. Perempuan yang datang ke acara lauching buku ke dua mas Candra. Siapa lagi kalau bukan Oliv mantannya mas Candra."Boleh saya masuk?" ujar Oliv selanjutnya.Aku masih sedikit kaget sehingga membuatku masih melongo. Ada apa dia datang kesini?"Maaf, apakah saya boleh masuk?" tanya Oliv lagi membuatku sadar."Em, bo_boleh. Silahkan masuk," jawabku.Olive kemudian masuk dan langsung duduk sebelum kupersilahkan. "Mau minum apa?" tanyaku."Nggak usah repot-repot. Aku cuma mau ngasih ini ke kamu," kata Oliv seraya memberiku sebuah kotak yang entah apa itu isinya."Apa ini?" tanyaku."Itu hadiah terakhir yang Candra berikan padaku. Aku berniat untuk mengembalikannya. Tolong sampaikan padanya jika aku sangat bahagia bisa mengenalnya," lanjut Oliv.Aku hanya diam dan melihat kotak ber
Setelah suasana mencair dan kecemburuanku sudah hilang, mas Candra kemudian mengajakku untuk melihat isi kotak yang Oliv berikan tadi."Buka ya biar bisa liat apa isinya. Dari pada kamu penasaran dan malah cemburu buta," kata mas Candra."Siapa juga yang cemburu. Buka aja, nggak papa kok. Siapa tahu kamu jadi nostalgia kan?" jawabku. "Tuh kan masih cemburu," sambung mas Candra."Nggak cemburu. Siapa bilang aku cemburu. Cemburu itu hanya untuk orang yang tidak percaya diri," jawabku menirukan perkataan Dilan.Mas Candra malah tertawa mendengar jawaban yang kulontarkan. Dia kemudian mulai membuka kotak putih dan mengeluarkan isinya agar aku bisa melihatnya. "Lihat, Sayang. Ini hanya sebuah buku ," ucap mas Candra seraya mengeluarkan sebuah buku dari dalam kotak berwarna putih itu."Buku?" "Iya," jawab mas Candra. Dia kemudian memberikan buku yang bersampulkan seseorang sedang duduk sendirian. "Ini bukumu?" tanyaku."Bukan. Lihatlah siapa penulisnya. Aku sangat mengidolakannya," jawa
Seperti biasa setiap hari minggu aku dan mas Candra akan melaksanakan jalan-jalan pagi. Namun berbeda dengan hari minggu sebelumnya, kali ini kami akan pergi jalan-jalan pagi dengan Raiqa putri kecil kami.Padahal hanya akan jalan-jalan pagi saja, perlengkapan yang kita bawa seperti akan camping satu minggu. Kami membawa kapet untuk duduk di sana jika merasa capek, membawa dot berisi Asi yang sudah kupompa sebelumnya serta membawa segala macam keperluan Raiqa."Sudah siap, Sayang?" tanya mas Candra saat aku keluar dari dalam kamar."Sudah, Mas. Ini tolong bawain tas ini," ucaku seraya menyerahkan tas berisi asi, pempers tisu dan keperluan Raiqa lainnya pada mas Candra."Kaya mau camping ya kita," ujar mas Candra seraya tertawa. Ini kali pertama kita membawa barang-barang sebanyak ini untuk jalan-jalan pagi."Iya. Nggak papa takut nanti dibutuhkan di sana," tambahku.Mas Candra kemudian memasukkan tas pemberianku ke dalam mobil. Tak lupa juga dia memasukkan stroler Raiqa ke dalam mobi
Beberapa bulan setelah itu buku ketiga mas Candra pun terbit. Buku yang menjadi inspirasi banyak orang ternyata. Kisah seorang ayah yang rela berkorban melakukan apapun itu demi pengobatan anaknya yang menderita gagal ginjal. "Selamat atas realisnya buku ketigamu, Mas. Semoga semakin sukses untuk ke depannya," kataku pada mas Candra. "Terimakasih juga, Sayang. Semua ini terjadi juga karena adanya kamu. Aku percaya jika aku bisa seperti ini karena dukungan penuh darimu. Terimakasih sekali lagi sudah mau menjadi pendamping hidupku yang selalu mendukung apapun keputusanku," kata mas Candra. "Aku bangga padamu, Mas," balasku. Mas Candra kemudian naik ke panggung setelah pembawa acara mempersilahkannya. "Saya mengucapkan terimakasih banyak untuk semua yang sudah meluangkan waktunya. Hari ini secara resmi, buku ketiga saya telah diterbitkan. Buku ini mengisahkan tentang pengorbanan seorang ayah. Kalian mungkin bertanya-tanya, siapakah sosok dibalik tokoh yang menjadi inspirasi saya da
"Ndra," terdengar suara seorang perempuan memanggil nama suamiku saat kita sedang berjalan menuju ke mobil."Oliv?" kataku saat melihat ternyata dia yang memanggil mas Candra tadi."Ada apa?" tanya mas Candra kemudian."Aku mau bicara sama kamu, bisa?" kata Oliv kemudian.Mas Candra malah menoleh ke arahku tanpa menjawab perkataan Oliv. "Iya silahkan bicara di sini saja," kata mas Candra. Sepertinya dia ingin menjaga perasaanku."Aku mau bicara empat mata saja. Bisakah?" tambah Oliv."Kenapa nggak di sini saja? Sama saja kan?" kata mas Candra lagi."Boleh aku pinjam Candranya sebentar, Re. Janji deh hanya lima menitan saja," kata Oliv padaku setelah itu."Oh iya, silahkan bawa saja," jawabku.Mas Candra pun kemudian mengikuti kemana Oliv pergi. Dari jauh aku memperhatikan gerak-gerik mereka. Mereka terlihat membicarakan hal yanh serius berdua.Lima menit kemudian mas Candra kembali menghampiriku begitu juga dengan Oliv."Makasih ya, Re. Ini aku kembalikan lagi Candra untukmu," kata O
Mas Candra akhirnya menjadikan pak Sapto sebagai sosok inspirasi untuk buku ke tiganya. Dia juga mendapatkan penghargaan atas apa yang dia lakukan pada pak Sapto.Ternyata pak kepala desa yang mengetahui kebaikan mas Candra kepada pak Sapto menceritakannya pada bapak wali kota. Secepat ini balasan yang Allah berikan kepada orang yang ikhlas membantu orang lain ternyata. "Jadi hari ini berangkat jam berapa, Mas?" tannyaku pada mas Candra. Hari ini dia akan datang ke acara launching buku salah satu teman penulisnya."Sebentar lagi. Kamu ikut kan?" tanya mas Candra. "Raiqa bagaimana?" tanyaku."Ajak aja Raiqa. Dia pasti seneng kan diajak jalan-jalan naik mobil," balas mas Candra. "Kamu yakin? Di sana pasti banyak orang kan?" "Nggak papa, Sayang. Raiqa pasti senang," kata mas Candra kemudian. Tak terasa waktu cepat sekali berlalu dan tanpa terasa kini putri kecilku sudah berusia tiga bulan. "Ya sudah deh. Aku siap-siap dulu kalau begitu," kataku.Saat aku sedang bersiap tiba-tiba s
"Ini hadiah buat Mela. Mela semangat ya. Tidak boleh malas jika di suruh melakukan HD," kataku saat kita sudah sampai di rumah sakit lagi. "Asyik, makasih ya, Tante.""Sama-sama, Sayang. Kalau begitu Tante keluar ya. Mela ditungguin Ibu sekarang," lanjutku."Iya, Tante. Makasih ya. Mela akan selalu semangat menjalani HD agar cepat sembuh," jawab Mela.Aku segera memeluk Mela. Tak terasa air mata ini pun jatuh begitu saja."Tante kenapa menangis?" tanya anak kecil itu."Nggak papa, Sayang. Tante cuma bangga saja padamu," jawabku seraya menyeka air mataku yang baru saja tumpah."Aku hebat ya?""Iya, kamu anak yang hebat. Teruslah seperti ini ya, Sayang," tambahku.Setelah hampir setengah jam aku di dalam bersama dengan Mela, akhirnya aku pun keluar. Mela meneruskan melakukan cuci darahnya. "Sudah?" tanya mas Candra yang saat ini sedang menggendong Raiqa."Sudah, Mas.""Pergi sekarang?""Semua sudah kamu selesaikan?""Sudah, Sayang," jawab mas Candra. "Ya sudah kalau begitu. Ayo pulan
"Mulai hari ini setiap kamu mau HD, kamu perginya ke sini ya, Mel. Tidak perlu ke rumah sakit yang di luar kota," kata mas Candra."Kenapa di sini, Om? Mela kan udah betah dan nyaman HD di rumah sakit yang kemarin. Perawatnya juga baik-baik banget pada Mela," jawab Mela. "Mela mau cepet sembuh kan? Rumah sakit ini lebih baik dari rumah sakit sebelumnya. Jadi di rumah sakit ini juga nantinya Mela bakalan dapat perawatan dan pengobatan yang baik. Mela mau sembuh kan?" kata mas Candra selanjutnya. "Mela ingin sekali sembuh, Om. Tapi kata ibu, Mela ini anak istimewa. Jadi sewaktu-waktu kalau Tuhan udah sayang sama Mela, Mela harus siap untuk dipanggil Tuhan," jawab Mela. Kali ini aku benar-benar tidak bisa menahan air mataku. Aku langsung pergi sebentar agar Mela tidak melihat air mataku keluar."Re," kata mas Candra yang tiba-tiba menyusulku. "Mas," ujarku yang kemudian langsung memeluknya."Nggak papa. Dia anak yang kuat. Dia pasti bisa melewati ini semua. Kita akan membantunya. Kita
"Di mana pak Sapto?" taya bapak kepala desa pada seorang perempuan yang duduk di ruang tunggu bersama seorang anak perempuan."Pak Lurah, tolong suami saya, Pak. Dia sedang di interogasi di dalam," kata perempuan tadi."Bagaimana ini, Mbak? Apa kita harus masuk?" tanya bapak kepala desa padaku. "Sebentar, Pak. Saya telepon suami saya dulu," sambungku.Aku menghubungi mas Candra setelah itu. Dia pasti bisa memberi pengertian kepada polisi agar polisi membebaskan pak Sapto."Jadi kamu di kantor polisi sekarang, Re?""Iya, Mas. Mas Candra bisa datang sekarang nggak? Sudah selesai belum di sana?" tanyaku."Iya aku akan langsung ke kantor polisi setelah ini. Urusanku di sini juga sudah selesai," kata mas Candra kemudian."Buruan ya, Mas. Aku bingung harus bagaimana ini," ucapku."Iya, Re. Aku segera datang."Setelah menghubungi mas Candra, aku kemudian mendekati istri pak Sapto dan anaknya. Aku yakin jika anak yang dimaksud pak Sapto adalah anak ini."Bu," sapaku."Iya, Mbak. Apakah mbakn
Ponsel mas Candra berdering saat kita sedang sarapan bersama. Dia lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja dan langsung melihat siapa yang meneleponnya. "Halo," ujar mas Candra."Oh iya, Pak. Apa sudah sampai di rumah sekarang?" tanya mas Candra kemudian."Baik, Pak. Hari ini saya ke rumah ya. Saya hubungi dulu teman saya di rumah sakit," sambung mas Candra."Sama-sama, Pak. Tunggu saya datang. Sebentar lagi saya ke sana," lanjut mas Candra.Setelah mas Candra mengakhiri panggilannya dia lalu bergegas bangkit dari meja makan."Mau berangkat sekarang? Pak Sapto sudah sampai di rumah ya, Mas?" tanyaku yang tahu jika itu panggilan dari pak Sapto."Iya, Sayang. Aku langsung ke sana sekarang ya. Kamu mau ikut nggak?" tanya mas Candra kemudian."Aku di rumah saja ya, Mas. Kasihan Raiqa," jawabku."Ya sudah kalau begitu. Aku sendiri saja nggak papa. Aku siap-siap dulu ya," kata mas Candra selanjutnya. "Iya, Mas. Oh iya, Mas. Bukankah hari ini kamu ada janji ketemuan sama produ
"Jadi begitu ceritanya? Kasihan banget pak Sapto itu. Dia rela melakukan penipuan seperti itu demi membiayai pengobatan anaknya," kata Ibu saat aku dan mas Candra menceritakan soal kejujuran pak Sapto. "Iya benar, Bu. Sebuah pengorbanan seorang ayah untuk anaknya," balasku. "Ya begitulah, Re. Jadi kalian berniat untuk membantunya?""Iya, Bu. Mas Candra mau membantu pengobatan anak pak Sapto," ujarku."Benar begitu, nak Candra?""Iya, Bu. Aku merasa harus membantu bapak ini. Rejeki yang selama ini aku dapat sebenarnya juga rejeki pak Sapto ini. Diki menabraknya juga bukan sebuah kebetulan semata. Semua ini sudah kehendak Allah.""Nak Candra benar. Dalam rejeki kita ada rejeki orang lain juga. Semoga rejeki kalian makin berkah kedepannya," lanjut Ibu."Amin," balasku dan Mas Candra secara bersamaan. "Dan untuk Diki, ibu minta maaf. Ibu tidak pernah berniat atau pun bermaksud untuk membuatmu sakit hati. Ibu hanya berusaha menasehati mu. Ibu menghawatirkanmu," sambung Ibu."Maafkan Dik
"Iya begitulah, Mbak," jawab pak Sapto. Aku tahu jika saat ini dia sedang berkata jujur. "Kenapa bapak memilih untuk melakukan pekerjaan ini?" tanya mas Candra."Saya terpaksa, Mas. Seandainya ada pekerjaan lain yang bisa mendapatkan uang dengan cepat pasti saya akan melakukannya. Apapun itu pekerjaannya. Saya pernah mau menjual ginjal saya juga untuk pengobatan anak saya, tapi istri melarang saya. Saya tidak ada pilihan lain, Mas." "Apakah istri dan anak bapak tahu akan hal ini?" tanya mas Candra lagi."Istri tahu, anak yang tidak tahu. Jadi setiap kali saya di tangkap dan masuk polisi istri selalu bilang jika saya lagi bekerja keluar kota. Berusaha untuk membuat anak saya percaya," jawab pak Sapto sembari menyeka air matanya."Apa polisi tidak pernah menanyakan alasan bapak melakukan ini semua? Bukankah sudah hampir tiap kali di tangkap pasti melakukan hal yang sama?" tanyaku."Tidak ada yang peduli, Mas. Polisi juga yang penting memenjarakan saya. Mereka tidak pernah bertanya ken