Semua pemain film berkumpul mengelilingi meja panjang di halaman belakang villa besar yang mereka sewa untuk syuting. Mereka semua terlihat serius menekuni naskah masing-masing. Begitu juga dengan Rexa, dia duduk berhadapan dengan Kaisha dan Pak Erick, sang sutradara. Sibuk mempelajari dan mendalami setiap peran yang akan mereka mainkan besok. Berusaha membangun setiap cemistry dengan Kaisha sesuai arahan sang sutradara dan penulis skrip karena syuting akan dimulai dari pagi hari. Begitu masuk waktu makan malam, semua kru dan pemain film bersorak riang melihat beberapa petugas pelayanan villa membawa masuk berbagai macam hidangan. Suasana makan malam tersebut terlihat seperti pesta kebun dengan lampu kecil berkelap-kelip yang mengelilingi setiap pohon besar yang ada di halaman belakang. Dengan dipayungi langit bertabur bintang dan ditemani embusan semilir angin dingin pegunungan yang sedikit menusuk di kulit. Begitu selesai menghabiskan sisa makanannya, Rexa melihat Sofie menepi. Ta
Sofie menguap lebar saat terbangun di pagi hari dengan mata sulit membuka karena kantuk yang tersisa. Baru tiga jam dia terlelap setelah semalaman menemani Rexa dengan segala macam kegundahannya. Semalam, kedua netra mata yang biasanya menatap Sofie tajam terlihat keruh dengan kabut gelap menyelimuti seakan ada lorong hitam yang dalam tanpa ujung. Bahkan bayangan pria itu terlihat penuh aroma kesepian. Baru kali ini Sofie melihat Rexa seperti itu. Entah apa yang pria itu sembunyikan dalam hatinya yang bahkan mampu membuat Sofie ikut terenyuh dengan kepedihan tidak kasat mata menguar dari siluet tubuh Rexa yang terpaku. Hingga Sofie merelakan bahunya untuk dijadikan sandaran oleh Rexa. Lumayan lama dan nyaris membuatnya kram. Sofie bangkit dari tempat tidur dan bergegas mandi karena syuting pertama hari ini akan dimulai sejak pagi. Sofie memoleskan lipbalm asal dan bergegas menuju kamar Rexa, masih khawatir dengan keadaan pria itu semalam. Baru saja Sofie sampai di depan kamar Rexa,
Sudah yang kesekian kalinya Sofie mengerutkan keningnya. Tatapannya lurus ke depan di mana Rexa terlihat bersama dengan Kaisha. Memang mereka sedang syuting adegan pasangan, hanya saja ada beberapa sikap Rexa pada Kaisha yang membuatnya heran. Rexa terlihat menjaga Kaisha seakan wanita itu adalah keramik yang mudah retak. Mata elangnya tidak pernah lepas memandangi setiap gerak-gerik Kaisha. Selalu siaga bila sewaktu-waktu wanita itu dalam kesulitan. Padahal seingatnya Rexa bersikap sangat dingin pada wanita itu kemarin. Seperti yang sedang Sofie saksikan saat akan kembali menuju set syuting. Kaisha tersandung undakan tanah yang tidak rata dan dengan sigap Rexa menahan tubuh wanita itu agar tidak terjatuh. Bahkan memastikan kondisi wanita itu baik-baik saja. Begitu pula dengan Kaisha yang terlihat melembut saat bersama Rexa. Tidak seperti sebelumnya yang biasa terlihat angkuh bagai merak. Membuat Sofie berpikir kalau mereka sedang berusaha memperbaiki hubungan yang pernah retak dul
Sofie terbangun di pagi hari dengan kepala yang terasa sedikit berat. Mungkin karena kemarin dia terlalu lama berada di tengah udara malam yang dingin. Pembicaraannya dengan Nicky tentang jadwal B-Men selanjutnya membuat Sofie harus berada di halaman belakang villa untuk waktu yang lama. Sambil memijat pelipisnya perlahan, Sofie berusaha bangkit dari tempat tidur. Dia harus segera bersiap. Tidak ada waktu untuk bersantai karena hari ini jadwal syuting mereka sedang padat. “Apa kamu sakit?” tanya Sonya khawatir saat melihat wajah Sofie yang sedikit memucat. “Mungkin masuk angin. Nanti juga baik sendiri. Tak apa,” sahut Sofie sambil tersenyum tipis kemudian memulas lipstik pink agar wajahnya tidak terlihat pucat. “Mau kumintakan teh hangat?” tanya Sonya lagi. Meski Sofie bilang baik-baik saja, dia tetap merasa khawatir. “Tak perlu. Sebentar lagi juga aku akan ke kafetaria. Nanti aku minum di sana saja.” “Baiklah. Kalau masih tidak enak badan sebaiknya istirahat saja dulu,” kata So
Sofie menghentakkan langkah kakinya menyusuri jalan setapak yang terlihat di depannya. Wanita itu terus melangkah mengikuti jalan berkelok yang dipagari pohon pinus sambil merutuki kelakuan Rexa. Menggerutu tanpa sempat berpikir ke mana tujuan langkah kakinya pergi. Hingga tanpa sadar Sofie sudah melangkah jauh masuk ke dalam hutan pinus yang mulai rapat. Sofie menghentikan langkahnya saat sinar matahari meredup. Lalu memandang sekitar dan tertegun mendapati dirinya berada di tengah hamparan pohon pinus yang berjajar rapi. Sofie mendesah pelan mencoba tetap tenang dan berusaha mencari jalan kembali. Berusaha mengingat jalan mana yang telah dia lalui sebelumnya. Sofie menatap sekeliling tetapi hanya menemukan semua jalan setapak itu terlihat serupa dan membingungkan. Sofie benar-benar buta arah dan tersesat sekarang. Belum lagi kepalanya mulai terasa seperti ditusuk-tusuk. Suhu tubuhnya naik dan membuatnya semakin menggigil di tengah udara dingin yang lembab itu. Sofie mendekap tubu
Sofie terbangun dengan tubuh yang lebih segar walau masih sedikit pusing. Wanita itu kemudian meregangkan ke dua tangannya ke atas sambil menarik napas panjang. Berusaha mengingat apa yang telah terjadi semalam. Karena sepertinya semalam dia melihat Rexa duduk di samping tempat tidurnya. “Kamu sudah bangun rupanya. Bagaimana keadaanmu? Apa masih demam? Masih pusing tidak?” cerocos Sonya tanpa jeda. “Demam? Sepertinya sudah hilang,” sahut Sofie sambil memeriksa keningnya sendiri. “Cuma masih sedikit pusing, tapi aku baik-baik saja.” “Syukurlah. Kamu membuat kami khawatir semalam!” “Kami? Apa termasuk Rexa?” tanya Sofie sedikit penasaran. “Tentu. Dia bahkan sampai tertidur di sini. Membuatku harus pindah ke kamar Ghea,” jelas Sonya. “Tidur di sini?” tanya Sofie tak percaya. “Iya. Dia terlihat sangat khawatir saat menemukanmu di hutan nyaris tak sadarkan diri,” jelas Sonya lagi. “Ah, begitu rupanya. Ternyata itu bukan mimpi,” gumam Sofie pelan. “Oh ya Sofie, aku mau berangkat se
Sofie mematut diri di cermin meja rias. Hanya menyapukan bedak tipis di wajahnya. Tidak lupa memoleskan pewarna bibir nude untuk menyempurnakan riasan simpelnya. Malam ini dia ada janji makan malam dengan Revano. Pria itu sudah mengingatkannya berulang kali sejak usai syuting tadi sore. Syuting hari ini memang terbilang cukup cepat selesainya. Hari ini adalah syuting terakhir pengambilan gambar dengan latar belakang pegunungan dan perkebunan. Semua pemain dan kru yang bertugas mendapatkan jam bebas sebelum mereka pindah lokasi ke gedung perkantoran di tengah kota besok pagi. Kesempatan ini pula yang digunakan Revano untuk kembali mengajak Sofie makan malam bersamanya. Pukul tujuh tepat Sofie melangkah menuju lobi utama villa dan menemukan Revano sudah menunggunya di sana. Pria itu tersenyum melihatnya datang. Senyuman hangat yang bisa langsung membuat luluh hati siapa saja yang memandangnya. “Maaf kalau sudah menunggu lama,” kata Sofie begitu berdiri tepat di depan Revano. “Tidak.
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Semenjak pengakuan Rexa di villa, Sofie nyaris kewalahan menghadapi sikap pria itu yang tiba-tiba berubah posesif. Rexa benar-benar membuat Sofie selalu berada di sisinya. Tidak membiarkan wanita itu jauh dari jangkauannya. Bahkan mencari seribu cara agar Sofie tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik saja. “Duduk di sini! Temani aku makan!” perintah Rexa pada Sofie saat istirahat syuting. Kali ini mereka sedang syuting episode terakhir di taman sebuah hotel bintang lima. Taman itu sudah didekorasi sedemikian cantik ala pesta pernikahan yang penuh bunga-bunga segar. “Kenapa masih berdiri? Kubilang duduk sini!” kata Rexa lagi sambil menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Jangan lupakan tatapan mengintimidasi yang selalu membuat Sofie menuruti semua permintaan pria itu. “Untuk apa aku duduk di situ? Aku masih harus mengatur jadwal promosi dengan Kak Nick!” Kali ini Sofie memilih tidak menuruti Rexa. Sofie bisa mati gaya kalau hanya menemani Rexa makan siang seperti ini. Lagipu
Sofie membuka mata perlahan dan betapa terkejutnya dia begitu matanya membuka sempurna. Wajah Rexa adalah hal pertama yang dilihatnya. Pria itu tersenyum tipis sambil menatapnya dalam. Sofie langsung bangkit duduk bersandar pada punggung tempat tidur. Beberapa kali mengusap matanya untuk meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya. Tentu saja wajah Rexa yang masih jelas dilihatnya. Pria itu dengan santai duduk bersandar di samping Sofie. Seringai tipisnya justru membuat Sofie bergidik. Sofie memandang sekelilingnya. Kamar yang lebih luas dari kamarnya dengan Sonya ini terasa asing. Sofie menatap Rexa dengan tatapan menyelidik kemudian segera memeriksa tubuhnya sambil berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. “Semalam ... apa yang terjadi?” tanya Sofie ragu. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan menghadap Rexa sambil menatap pria itu penuh selidik. “Menurutmu apa yang bisa terjadi?” balas Rexa dengan senyuman menggoda dan membuat Sofie makin bergidik. “Ini kamar siapa?” tanya So
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.