*Happy Reading*
Ceklek!
"Emaaakkk?!"
"Nur, hati-hati!" tegur Ammar saat melihat aku langsung meloncat dari dalam mobilnya, ketika sudah sampai halaman Rumah.
Sayangnya, aku memilih mengabaikannya. Karena saat ini ada yang lebih penting yang harus aku urusan daripada titahnya barusan.
Apa itu?
Apa, lagi? Tentu saja itu adalah Mak Kanjeng, yang dengan seenaknya menutupi kenyataan bahwa Ammar dan keluarganya sudah bertandang ke Rumah beberapa hari lalu.
Kan? Nyebelin banget!
Aku mah udah galau sampe hampir colaps. Ngerasa di goshting, diabaikan, dimainin, dan kawan-kawannya. Eh, Emak sama Mommy-nya Ammar ternyata udah ceesan.
Asli! Pengen aku tarik aja itu kulit emak yang udah menggelambir di mana-mana. Sukanya sih bikin anaknya galau mulu.
"Emaaakkk?!" seruku seraya membuka pintu, dan menerobos masuk dengan cepat.
Namun, belum ada jawaban apapun dari dalam Rumah.
Ck, nih emak-emak kang gosi
*Happy Reading*Sebenarnya aku ingin sekali marah, ngerajuk atau apalah gitu sama Mak Kanjeng, setelah mengetahui kenyataan ini. Bahkan kalau bisa, pengen minta ulang momen itu.Meski Ammar bilang itu bukanlah sebuah lamaran, dan hanya silaturahmi biasa. Tetep aja, rasanya aku tuh kek kehilangan momen penting dalam hidupku.Kan, aku juga mau kenal keluarga Ammar. Pengen juga ngerasain deg-degannya nungguin bakal calon mertua dan ya ... semacam itulah. Ngerti kan kalian?Sayangnya, aku tahu, aku tidak akan bisa melakukannya. Karena ... ya mana mau Mak Kanjeng nurutin. Di bilang sama sofa aja aku mah kalah saing, apalagi sama si jupri. Jadi, udahlah ... terima nasib aja.Penting Ammar dan keluarganya udah dateng. Yee kan? Jadi nasib aku udah jelas. Kak tergantung dan terkatung-katung kek ceritanya Amih Lilis yang lain. Emang dasar tuh author. Demen banget gantungin cerita. Bukannya kelarin satu judul dulu, baru garap yang lain. In
*Happy Reading*Kukira, lomba kemarin itu hanya akal-akalan Mak Kanjeng saja. Ya ... mungkin hanya sebagai alasan agar Ammar mau mampir lagi.Namun ternyata, lomba itu beneran ada, loh! Serius, deh. Aku aja tidak habis pikir saat melihatnya. Aneh bin ajaib, lebih condong ke konyol, sih.Lagian ada-ada aja sih idenya. Warbyasa sekali, kan? Kegantengan pake dijadiin lomba. Kek gak ada yang lain aja, yang bisa dijadiin lomba.Kalau emang udah bosen sama lomba makan kerupuk sama lomba balap karung. Ya, kan bisa nyari ide lomba unik lainnya.Misal ... Lomba menatap photo mantan paling lama, gitu? Kan unik juga. Bener, gak? Biar ketahuan seberapa jauh kalian udah move on.Kalau ternyata belum move on. Ya usaha lebih keras lagi, atau puter balik sekalian minta balikan. Siapa tahu masih ada harapan, yee kan?Atau ... bisa juga lomba balap siput lagi sunatan. Meski
*Happy Reading*Pletak!Aku pun langsung memejamkan mataku dengan gemas, saat lagi-lagi tangan Mak Kanjeng melayang ke jidatku.Ya Gusti, tolong kuatkanlah jidat hamba ...."Guyon aja, lo! Gue serius juga!" hardiknya kemudian."Ya lagi emak nih ada-ada aja. Masa hanya gara-gara kalah lomba maksa Nur nikah abis maghrib, yang bener aja!" Akhirnya aku mencoba menyuarakan kekesalanku sama Emak."Emang, kalau Nur nikah sekarang sama Pak Ammar, tuh lomba bisa diulang? Kagak, kan?" imbuhku lagi masih dengan nada kesal yang sama."Ya, emang kagak.""Ya udah, ngapa masih maksa? Ribet dah Emak, nih!"Pletak!Allahhurobbi ... apa lagi kali ini salahku? Diem ngalah kena jitak, ngomong jujur kena jitak juga. Harus gimana aku biar bebas dari jitakan Emak Kanjeng yang pedes itu?"Jangan ngegas! Gini-gini gue masih emak lo!" tegur Mak Kanjeng tak suka.Yang bilang emak, babu aku siapa juga, coba?"Lagi
*Happy Reading*"Nur?!"Sebuah suara lantang disertai hentakan cukup keras di bahuku, sukses membuat aku terkesiap di tempatku.Kesadaranku pun akhirnya kembali ke alam nyata, setelah tadi sempat hilang entang kemana.Aku mengerjap beberapa kali dengan refleks, sebelum akhirnya menemukan wajah Ammar tengah menatapku dengan raut khawatir."Nur, are u okey?" tanyanya kemudian, dengan nada yang syarat akan rasa khawatir juga.Memangnya aku kenapa? Kok, Ammar nanyanya kayak gitu? Perasaan, tadi aku kan cuma abis digombalin Ammar, terus menghindar, masuk mobil setelah dibukakan pintu, lalu ....Degh!Jantungku pun bertalu dengan mengerikan kembali saat ingat kejadian penembakan itu.Iya, benar! Tadi ada yang mau nembak Ammar kan, cuma ada yang mengahalangi dan--"Mak?!" sebuah seruan, yang aku kenali sebagai su
*Happy Reading*Akhirnya setelah drama panjang di halaman Rumah. Di sinilah kami sekarang.Di depan ruang operasi, menunggu tim medis menyelamatkan Bapak dengan perasaan harap-harap cemas.Emak bahkan tidak berhenti berdzikir sedari tadi. Sambil sesekali menghapus air mata yang masih keluar dari mata tuanya.Aku kasihan melihat Emak. Karena bagaimana pun aku juga wanita, jadi aku bisa sedikit banyak memahami perasaan Emak.Emak tuh sebenarnya cinta banget sama Bapak. Tapi demi aku, Emak memilih berpisah dan hidup menjanda sampai sekarang.Kalau bukan karena masih cinta, Emak pasti sudah menikah lagi dari kapan tahu. Karena Emak kanjeng itu sebenarnya masih sangat menarik, meski di usianya yang sudah tidak muda lagi.Terbukti dari beberapa pria yang sempat datang mendekat beberapa tahun setelah menjanda, dan berniat serius dengan Emak. Walaupun status Emak
*Happy Reading*"Operasinya berjalan sukses, dan Pak Alex akan segera dipindahkan ke Ruang rawat secepatnya."Alhamdulilah ....Seruan puji syukur pun kami ucapkan dengan khidmat, bahkan tangis haru setelahnya langsung tercipta.Aku dan Bang Al memeluk Emak dengan kompak. Menyalurkan suka cita satu sama lain."Terima kasih, Dok. Terima kasih banyak," ucap Emak dengan antusias. Seraya menyalami tangan sang Dokter."Jangan berterima kasih pada saya, tapi sama Tuhan. Saya cuma melakukan tugas saja sebagai seorang dokter," balas Dokter wanita itu dengan Ramah, membalas jabatan tangan Emak."Tapi, Dokter tetap berjasa untuk kami. Karena kalau bukan lewat tangan Dokter, saya gak tahu lagi bagaimana nasib suami saya," ucap Mak Kanjeng mulai berlebihan."Tetap takdir yang menjadi penentu, Bu." Dokter ini pun kembali menolak, terlihat jujur dan sep
*Happy Reading*Jika di luaran sana pepatah mengatakan, "Habis gelap terbitlah terang" atau "Setelah hujan pasti ada pelangi". Maka khusus untuk keluargaku, khususnya aku dan Mak Kanjeng, pepatahnya jadi beda. Yaitu, "Habis lepas dari masa gawat terbitlah lapar."Beneran, deh. Gak sampai 15 menit setelah semua urusan pindah Ruangan Bapak kelar. Perutku dan Mak Kanjeng berbunyi dengan kompak.Mana bunyinya gede banget lagi, kan aku malu ya sama Ammar. Meski kami sekarang udah sah, tapi kan ... kami masih baru. Masih harus jaga image dikit.Dikit doang kok, gak banyak. Soalnya selama ini kalian tahu sendiri, kan? Harga diriku sudah di obral murah sama Mak Kanjeng.Sekalipun gak diobral sama Mak Kanjeng. Kadang aku sendiri juga suka mempermalukan diri sendiri. Jadi harusnya Ammar udah bisa maklum ya, punya bini bentukannya kek aku ini.Lagian, wajar juga kali aku kelaparan. L
*Happy Reading*Plok!Akhirnya aku pun refleks menabok lengan Ammar dengan gemas, saking kesalnya mendengar jawaban Ammar barusan.Namun, sedetik setelahnya langsung kusesali karena ternyata lengan Ammar itu sekeras tembok.Et, dah. Itu lengan isinya pasti bukan daging. Tapi batu coral. Keras gitu, kok! Tanganku jadi sakit, kan?Seperti tahu apa yang aku rasakan. Ammar pun segera meraih tanganku, dan langsung mengusap-usap bagian telapaknya yang memang memerah."Lain kali kalau mau pukul pake koran atau buku. Jangan pake tangan langsung, jadi merah gini, kan?" ucapnya lagi, seraya meniup-niup tanganku dengan lembut.Mau tak mau aku pun jadi tersipu malu di tempatku dengan pipi memerah cerry. Karena ... kalau dia semanis ini, mana bisa aku marah lagi, ya kan?Bagaimana pun aku masih women, lho! Gampang baper jadinya."Makan
*Happy reading*"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini."Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya."Di ... culik?" Beoku tanpa sadar."Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu."Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya
Sekeping masa lalu ...."Dek, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Jangan ke mana-mana! Nanti ilang, repot abang nyariin kamu. Pokoknya, diem anteng di sini sampai Abang balik, okeh!" titah tegas Bang Al, yang aku angguki dengan antusias."Kalau ada yang gangguin, teriak aja. Sekenceng-kencengnya, nanti abang bakalan lari ke sini." Bang Al menambahkan, dengan ketegasan yang sama.Aku pun kembali mengangguk patuh."Iya, Abang. Nur ngerti. Udah sana, nanti antriannya makin panjang, kita pulangnya telat lagi. Nanti diomelin Emak sama Bapak," jawabku kemudian, seraya mengibaskan tangan menyuruh Bang Al pergi.Bukan pergi ninggalin aku. Tapi pergi untuk antri di tukang kerak telor untuk membelikan pesanan Emak juga Bapak.Itu syarat utama agar kami diijinkan datang ke Pasar Malam ini sama Bapak. Karenanya, aku pun tak mau sampai Bang Al kehabisan panganan itu, yang berakhir tamparan keras dari Bapak.Bapakku itu galak banget soalnya. Ka
*Happy Reading*"Kenapa?""Pegel, sakit juga," sahutku dengan sedikit cemberut, seraya memijat-mijat betis kaki yang terasa mulai kebas.Ammar pun berdecak sebentar, sebelum kemudian berjongkok dihadapanku dan menyingkap sedikit Rok gaun bagian bawah.Setelahnya, Ammar pun mendesah panjang, sebelum kemudian membuka sepatu heels yang sedang aku kenakan."Aku kan udah bilang, jangan paksain kalau memang tidak biasa, jadinya lecet, nih," omelnya kemudian, sambil membantuku mengurut kakiku yang terasa ngilu."Sshhh ...." tanpa sadar, aku mendesis kesakitan karenanya. Membuat Ammar langsung menoleh ke arahku, dengan wajah masam sekali."Jangan coba-coba pakai benda ini lagi," geramnya seraya menjauhkan sepatuku dengan kasar ke sembarang tempat."Tapi, Mas. Itu satu paket sama gaunnya. Cantik juga bentukannya. Saya suka." Aku pun menyuarakan pro
*Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?
*Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan
*Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami
*Happy Reading*Setelah 2x24 jam tidak sadarkan diri, akibat pengaruh obat pasca operasi. Akhirnya Bapak pun siuman, dan membuka matanya.Alhamdulilah ....Kami semua pun kembali mengucap kalimat syukur penuh suka cita, sebelum kemudian Mak Kanjeng tiba-tiba melayangkan tamparan kerasnya pada Bapak, selepas Dokter pergi setelah mematikan Bapak sudah baik-baik saja.Beneran dah Emakku ini, kejamnya gak kaleng-kaleng. Orang baru siuman, masih sakit, masih lemah, bukannya disayang dan dapat perhatian khusus. Malah dapat tamparan telak.Tega bener!Bukan hanya itu, setelah menampar Emak pun dengan menggebu mengomeli Bapak, perihal permintaan konyolnya sebelum dibawa ke Rumah sakit.Apalagi? Tentu saja permintaan Bapak agar aku menikah saat itu juga, karena takut tidak bisa bangun lagi nanti."Makanya lo jan ngadi-ngadi. Lo tuh bukan Tuhan! Seenaknya aja sok tahu sama umur sendiri. Gara-gara lo! Gue gagal bikin pernikahan yang
*Happy Reading*Akhirnya, karena bingung mau jawab apa. Aku pun meminta waktu pada Mommy, untuk menunggu sampai Bapak pulih dulu.Toh, bagaimanapun Bapak adalah waliku. Jadi aku berharap dia juga bisa hadir nanti di resepsi pernikahanku dan Ammar.Bahkan kalau bisa, statusnya sudah kembali menjadi ayahku. Dengan kata lain sudah rujuk dengan Emak.Namun PR-nya adalah, kira-kira Emak mau tidak ya, menerima Bapak lagi?Memang, aku yakin dalam lubuk hati Emak, beliau pasti masih mencintai Bapak. Tetapi tidak bisa dipungkiri, luka yang sudah Bapak torehkan di sana juga banyak, bahkan tak terhitung lagi jumlahnya.Di mana-mana perkara memaafkan itu mudah, tapi untuk melupakan. Itu sulit, kawan! Dan belum tentu Emak bisa melupakan semua luka yang sudah Bapak berikan itu.Istimewanya, rasa sakit hati Emak bahkan sudah sampai tahap kecewa. Karenanya, kini aku hanya
*Happy Reading*"Jadi ... kamu adiknya Mas Ammar?" todongku akhirnya, setelah punya kesempatan bicara dengan si Mbak Barbie, atau yang ternyata punya nama Rusella.Tenang saja, aku sudah kenalan kok tadi sama Mommy-nya Ammar yang cantik itu. Sudah salim, sungkeman, cipika-cipiki, bahkan pelukan kek teletubies tadi bertiga dengan Mak Kanjeng juga.Nah, sekarang waktunya aku eksekusi nih bocah nakal, yang kemarenan ngerjain aku, dengan pura-pura ngelabrak.Apaan? Kukira dia beneran salah satu cem-ceman Ammar. Bikin aku insecure aja sama galau gara-gara punya saingat cem dia. Ternyata eh ternyata, mereka satu pabrik, gaes! Kan ngeselin, ya?Rusella, atau biasa dipanggil Sella, adalah salah satu adiknya Ammar, juga kembarannya Rusell. Selain mereka masih ada si Bungsu Anindya, yang saat ini masih duduk di bangku SMA.Iya! Mereka kembar sepasang. Cakep, deh! Nanti kalau aku sama Ammar punya anak, bakalan kembar juga gak, ya? Kalau kembar pasti ge