Home / Romansa / Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu / 14. Pengakuan Mantan Suami Lina

Share

14. Pengakuan Mantan Suami Lina

Author: Wahyuni SST
last update Last Updated: 2023-03-11 12:44:01

Keluar dari ruangan Lina dengan perasaan tak karuan, Langit justru bertemu seorang lelaki. Lelaki yang entah kenapa seperti familiar di benaknya.

Mereka saling bertatapan.

"Bisa bicara sebentar," tanya lelaki itu pada Langit.

"Anda siapa?"

"Saya Reno, mantan suaminya Lina."

Langit terhenyak.

"Aku minta waktu sebentar saja, ada hal penting yang inginku bicarakan dengan Mas Langit."

Meski diawali rasa ragu untuk mengiyakan, tapi entah kenapa langkah Langit terulur jua untuk mengikuti lelaki di hadapannya. Mereka duduk di kantin rumah sakit.

"Sudah lama saya ingin ke Jakarta terutama untuk menemui Mas Langit. Tapi selalu terkendala karena mengurus ibu kandung yang sedang sakit."

"Ada perlu apa kamu ingin menemuiku."

Lelaki di hadapan Langit tersenyum kecil.

"Maaf sebelum aku jujur tentang tujuanku menemuimu, bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan saja pada Mas Langit?"

"Silahkan."

"Apakah Mas Langit dan Lina sudah resmi menikah?"

"Memangnya kenapa?"

Lelaki di hadapan Langit menarik napa
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
kan...bener² jahat ini si Lina memanfaatkan Langit demi karirnya
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
simalakama...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   15. Akhirnya Terbongkar

    Langkah Hana terhenti saat mendapati lelaki yang keluar dari kamar rawatan Hana menyapa merwka.Udah pada ramai-ramai di sini, ah ada dr. Rezky juga ternyata? Apa kabar dok?"Dr. Helmi mengulurkan tangan menyalami dua lelaki dan satu perempuan yang ada di hadapannya."Alhamdulillah, sangat baik. Dok sendiri apa kabar?""Sehat, bahkan semakin sehat. Lihat saja berat badan saya yang semakin tua semakin bertambah."Lelaki-lelaki itu tertawa."Ngomong-ngomong pada mau ngejenguk Lina semua ne?" tanyanya menatap satu persatu yang hadir di tempat itu.Rezky mengangguk."Owalah, Lina pasti senang dikunjungi sama teman-temannya."Pandangan dr. Helmi tertuju pada Syaina."Yang ini siapa Dok?" tanyanya pada Langit.Rezky terhenyak, sementara Hana hanya bisa mengelus dada. Pada kenyataan selama ini Langit memang selalu tak pernah menganggap mereka ada."Ini anak saya dok.""Masya Allah udah sebesar ini."Dua netra dr. Helmi seketika menatap Hana."Ini ibunya?"Langit mengangguk, sementara Hana me

    Last Updated : 2023-03-14
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   16. Mencari Bahagia

    "Innalilahi wainnailaihi rajiun."Lina mengusap wajah yang penuh air mata, penyesalannya demikian dalam menghujam dada. Padahal ia sudah tahu bahwa kondisi jantung sang ibu belum stabil, sehabis berdebat tempo hari dengan Langit. Harusnya ia bisa menjaga tutur bicara agar tidak mengguncang perasaan sang ibu hingga membuat ia mengalami serangan jantung kembali.Ya Allah ... Karena dendamku, ibu meregang nyawanya. Apa yang sudah kulakukan. Tolong kembalikan waktu, aku ingin mengubah semu pikiran buruk ini. Demi ibu. Demi nyawa ibu.Lina memegangi jasad ibundanya yang sudah terbungkus kain kafan. Air mata mengalir tanpa jeda di kedua sudut. Langit yang berdiri di ambang pintu menyaksikan dengan perasaan sedih. Ia melangkah masuk lebih jauh."Sudah berhentilah menangis, aku yakin Ibumu sudah tenang di sisi Allah.""Aku menyesal, Mas. Akulah penyebab kepergiannya.""Tak ada satupun di dunia ini yang terjadi tanpa kendali dari-Nya. Kamu harus percaya itu."Langit membalikkan badan hendak pe

    Last Updated : 2023-03-14
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   17. Permintaan Rezky Pada Langit

    Lima belas menit sudah ibunda dokter Rezky duduk bersama keluar Datuk Basri, tak ada tanda-tanda anaknya keluar dari kamar. Ibu Hanum memerintahkan adiknya untuk mengecek ke kamar sang anak."Uda Rezky, Ama memanggil. Di suruh cepat sedikit."Dengan berat hati Rezky keluar dari kamar. Akhirnya, ia ikut bergabung bersama ibunda dan keluarga Datuk Basri.Percakapan hangat sebelum proses lamaran terjadi. Datuk tampak akrab dengan ibunda dokter Rezky. Sementara di sisi lain, sang lelaki hanya terdiam. Sama halnya dengan putri Datuk. Gadis itu juga ikut terdiam.Lima belas menit terlalui dalam suasana yang cukup menyenangkan hingga masuk dalam tahap lamaran."Jadi mungkin Uda Rezky udah tahu maksud kedatangan Datuk kemari?"Rezky terkesiap. Meskipun sudah bergelar dokter spesialis tapi dia tetap takzim pada orang tua. Inginnya tak menolak, tapi hati memberontak."Ambo tahu Datuk.""Kalau begitu bagaimana pendapatmu. Apa kau setuju menikahi putriku?"Rezky menatap Mika yang masih menunduk.

    Last Updated : 2023-03-17
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   18. Saling Mengungkapkan Rasa

    Hana sedikit gelagapan. Ia menepis segala keraguan yang mencoba menggoyahkan niatnya untuk bersama Rezky."Terserah Mas saja, tapi saya hanya takut jikadipercepat, Syainanya justru belum siap. Hana belum memberitahu apapun padanya tentang hal ini.""Tidak apa, Syaina akan kita beritahu perlahan."Hana terdiam sejenak."Bagaimana tanggapan Mama dan saudara Mas di kampung? Apa mereka setuju Mas menikahiku?"Rezky menatap Hana secara dekat."Jangan risaukam restu, aku ini sudah dewasa. Bisa memutuskan apa yang terbaik untuk diriku sendiri.""Maksud Mas?""Sudah lupakanlah, bulan depan. Bagaimana?"Hana masih dipenuhi rasa penasaran, tapi pertanyaan Rezky lagi-lagi membuyarkan rasa itu."Bulan depan?""Iya ada tanggal cantik di bulan depan. Tanggal dua bulan dua tahun dua ribu dua puluh dua."Hana tercenung sejenak."Lo kok melamun? Siap nggak kembali jadi seorang istri?"Hana memejam sejenak, lalu tersenyum. Senyum yang membuat Rezky semakin ingin segera memilikinya, cantik dan menawan.

    Last Updated : 2023-03-17
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   19. Sebuah Alasan

    Wajahnya teralihkan untuk menatap Langit. Mereka saling bertatapan hingga getar ponsel sang lelaki membuat keduanya terhenyak.Langit menunduk sejenak mengontrol perasaan hati, lalu mengeluarkan ponsel di saku celana untuk kemudian membaca pesan yang terkirim ke benda pipih tersebut.Sebuah pesan dari Rezky. Ia abaikan dan menyimpan kembali ponselnya."Jika waktu bisa berputar, satu hal yang tidak akan Mas sia-siakan. Mencintaimu Han."Dua netra Langit tiba-tiba terlihat basah."Tapi sayangnya waktu memang nggak bisa berputar. Mas cuma bisa doa aja, supaya kelak hidup kamu bahagia."Ucapan itu pada akhirnya ikut membuat dua netra Hana basah. Hanyut dalam suasana."Terima kasih atas doa baik Mas untuk saya. Saya juga akan mendoakan Mas Langit, supaya mendapat jodoh yang baik yang bisa menuntun Mas menjadi pribadi yang lebih baik lagi.""Aammiin ...."Mereka kembali saling memandang."Mas nangis?"Langit menekan dua bola matanya lalu tersenyum."Kamu juga nangis?"Hana memaksa tersenyum

    Last Updated : 2023-03-18
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   20. Memilih Mundur

    "Aku ingin mengucapkan terima kasih pada Uda karena sudah menolak perjodohan kita."Dua netra Rezky membelalak, tak seperti dugaannya dimana dia pikir Mika akan kecewa karena penolakannya terhadap perjodohan itu. Namun, sebaliknya gadis itu justru bahagia.Lucu!Batin Rezky sedikit menaruh penasaran pada Mika."Kenapa harus berterima kasih.""Ya karena Ambo tidak menginginkan pernikahan itu, Uda. Ambo Masih muda, masih pengenlah berkarir dan milih-milih soal jodoh. Setidaknya yang lebih muda lah, bukan yang setua Uda."Rezky menelan ludah mendengar perkataan Mika.Tua? "Lagian Uda itu bukan level Ambo. Ambo tu suka sama laki-laki yang berpeci, khas anak pesantren gitu lah Uda. Sekali lagi maaf ya Uda, atas kejujuran ini."Rezky menarik napas panjang mendengar omongan gadis itu."Emang Mika umur berapa sih?" tanya Rezky tergerak untuk tahu seberapa muda gadis di hadapannya."Dua puluh lima tahun."Seketika Rezky terkekeh."Perempuan Minang itu rata-rata menikah 20 sampai 25 tahun? Ema

    Last Updated : 2023-03-19
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   21. Kebaya Pengantin Untuk Hana

    "Ma, Papa ada nelpon nggak?"Sebuah pertanyaan yang membuat Hana bingung bagaimana menjawab."Em Sayang, maafkan Mama ya. Ponsel Mama ketingalan di rumah."Wajah Syaina seketika berubah."Nanti kalau Papa nelpon gimana, Ma?""Kalau Papa nelpon terus nggak Mama angkat, pasti Papa nggak nunggu kita pulang. Langsung balik ke Jakarta.""Tapi Syaina pengen ketemu Papa.""Iya Sayang, tapi Mama benar-benar lupa. Nggak disengaja. Mama minta maaf, ya.""Yaudah deh, tapi janji nanti pas nyampai rumah isi pulsa terus langsung telpon Papa, ya."Hana mengangguk demi menyenangkan hati putrinya. Memang selama ini ia selalu menolak jika Syaina meminta menelpon sang Papa. Alasannya tak lain, karena tak ingin mengganggu Langit. Jujur, ia berharap lelaki itulah yang terlebih dahulu menelpon, tapi seminggu lamanya terlalui, tak satu kalipun Langit memberi kabar.Palingan juga udah mulai dapat gebetan baru setelah Lina. Huh, dasar lelaki.Hana kembali disibukkan dengan mengurus anak-anak hingga waktu teru

    Last Updated : 2023-03-20
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   22. Alhamdulillah, Sah

    Degup jantung Hana berpacu kencang. Antata keterkejutan dan rasa keraguan. Ia masih bimbang.Jika tak pikirkan perasaan sang anak, dalam kebimbangan seperti ini, Hana memilih menolak saja. Toh, hatinya masih ragu. Namun, melihat wajah penuh damba sang anak, jahat rasanya jika ia menolak."Ma, mau ya sama Papa?"Entah Syaina paham atau tidak apa yang ia lihat dengan kedua matanya. Tapi permintaan bocah itu untuk mengiyakan, membuat kepala sang ibu pada akhirnya mengangguk perlahan.Mendapati keiyaan sang mantan istri, seketika Langit berucap syukur."Alhamdulillah."Ia reflek menggendong buah hati untuk kemudian mengecup kening dengan kuat. Sementara Hana merasa dadanya sedikit bergemuruh. Tak ia pungkiri jika cinta untuk lelaki itu masihlah mendominasi di dalam hati. Ia hanya takut terluka. Sebab ternyata tak ada yang lebih menyakitkan dalam hidup melainkan perceraian yang terjadi satu tahun silam.Tapi lagi-lagi jika melihat Syaina amat bahagia dalam dekapan sang Papa, seketika rasa

    Last Updated : 2023-03-22

Latest chapter

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   90. Pelajaran Hidup Terbaik

    Satpam yang melihat gambar CCTV yang menunjukkan Kamil, ibunya serta seorang wanita menarik paksa tangan ibunda Rian tampak begitu terhenyak. Lelaki itu segera masuk ke dalam rumah untuk mengecek keadaan.Pintu kamar terbuka, menampakkan kondisi ibunda Rian yang sangat menyedihkan. Wanita itu tergeletak di atas ranjang dengan keadaan lemah. "Ibu, Ibu kenapa, Bu?"Pak Yanto segera membantu ibunda Rian untuk bisa duduk."Kamil dan Ibunya telah membuat saya seperti ini, Pak. Tolong telpon polisi. Mereka ingin menguasai rumah ini.""Ba-baik, Bu."Pak Yanto segera menelpon polisi sementara ibunda Rian menelpon anaknya sendiri. "Hallo, Ma."Suara ibunda Rian terdengar bergetar. Membuat sang anak di seberang sana menjadi khawatir."Rian.""Iya, Ma.""Maafkan Mama Rian. Melani dan keluarganya tak sebaik yang Mama pikirkan. Mereka telah membuat masalah di rumah kita.""Masalah apa, Ma? Mama baik-baik aja 'kan?""Iya, Mama baik-baik saja. Kamil dan Ibunya, mereka ingin menghancurkan keluarga

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   89. Penyesalan Ibunda Rian

    "Sedang apa kau di sini? Apa yang mau kau lakukan pada istriku? Kau menggodanya?" teriak Kamil lantang.Tak menunggu penjelasanku, dia yang tak sabaran segera melayangkan sebuah bogem ke wajah ini hingga aku tersungkur ke lantai."Mas, sudah jangan bertengkar. Mas Rian kemari karena aku yang minta. Dia ingin membenarkan channel televisi yang rusak.""Aku nggak percaya, pasti kamu diancam 'kan sama dia? Sudah ngaku aja, kalau iya dia sudah melakukan hal tidak senonoh sama kamu, kita bawa dia langsung ke kantor polisi.""Nggak Mas, Mas Rian tidak melakukan apapun padaku."Kamil masih diluar kendali, ia terus ingin menghajarku. Syukurlah Ika menahannya. Tak menunggu lama, aku segera turun ke bawah. Tidak mungkin membela diri disaat dia sedang berapi-api dan kondisikupun sangat tidak stabil. Akhirnya dengan pertolongan Ika, aku lepas dari amukan Kamil.Sampai di gundakan terakhir tangga, tampak lah di hadapan. Mama tengah berdiri dan menatap penuh tanya ke arah diri ini."Mama sudah baika

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   88. Siapa Wanita Itu?

    "Itu Dokter Anita bukan, Mas?" tanyaku penasaran, melihat gaya berpakaian serta cadar yang menutupi wajahnya mirip sekali dengan salah satu dokter yang dikabarkan sedang proses hijrah. "Nggak tahu, tadi sewaktu Mas buka pintu kita udah sempat tatap-tatapan tapi kemudian dia seperti enggan masuk ke rumah ini. Kamil berusaha membujuk tapi wanita itu tetap ingin pergi." "Jika benaran itu dokter Anita, jadi suami yang udah buat dia hijrah itu Mas Kamil? Tapi kenapa aku merasa nggak mungkin ya Mas?" "Sepertinya bukan Anita, mungkin orang lain yang hanya mirip saja dengannya. Apalagi kalau sudah bercadar kebanyakan wajah hampir mirip-mirip begitu. Apa mungkin karena hanya kelihatan mata doank? Ah sudahlah jika mereka tak mau masuk biarkan saja. Ayo kita masuk, Yank." Mas Rian mengajakku masuk dan kembali ke ruang makan. "Siapa Rian?" tanya mama mertua yang sudah menyelesaikan makan malamnya. "Kamil sama istrinya." "Lo, mereka sudah pulang? Kenapa tidak masuk?" tanya Bu Mel kelihatan

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   87. Keputusan Ibu Mertua

    "Rumah? Kamu kalau minta sesuatu itu yang wajar."Suara Mas Rian terdengar sedikit meninggi."Kau kalau bicara yang sopan, aku ini Abangmu.""Sudah, sudah. Rian, jangan lagi berdebat. Begini Nak Kamil dan Ibunda, ini adalah rumah yang sudah kami tempat semenjak dahulu, semenjak pertama kali saya dan Mas Arya menikah. Jadi rumah ini punya banyak sejarah yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Mengenai hak waris, sesuai aturan semua harta peninggalan almarhum akan dikumpulkan menjadi satu lalu barulah dibagi sesuai dengan aturan pembagian hak waris menurut Islam.""Oke, saya mengerti maksud Mbak tersebut. Tapi maksud anak saya mengharap rumah ini, karena sebagai anak kandung Mas Arya, dia tak pernah mendapatkan apa yang seharusnya juga dia dapatkan seperti Rian. Tinggal di rumah mewah, disekolahkan sampai menjadi dokter, mau kemana-mana dengan mobil mewah. Padahal Kamil dan Rian statusnya sama, sama-sama anak kandung. Jadi coba Mbak bayangkan, wajar tidak jika kini Kamil menginginkan

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   86. Hak Waris (Season 2)

    Hari ini adalah hari paling membahagiakan, setelah tiga bulan menanti akhirnya benih yang telah bertumbuh di dalam rahim kini terlihat jelas jenis kelaminnya."Gimana Mira, laki-laki atau perempuan?" tanyaku antusias. Mas Rian hanya tersenyum, baginya perempuan atau lelaki tak masalah yang penting sehat dan lahir dengan selamat. Tapi tidak dengan diri ini, semenjak awal dinyatakan positif hamil, aku sudah mengidam-idamkan anak perempuan. Supaya Lita punya teman bermain."Masya Allah ...."Mira tersenyum menatapku. "Seperti keinginanmu Sya, perempuan," ucapnya semangat yang kusambut dengan senyum bahagia. Mas Rian ikut semang dan merangkul bahu ini."Perkembangannya gimana, Dek? Sehat 'kan?" tanya Mas Rian yang lebih mengkhawatirkan kondisi fisik bayi kami. Tersebab sudah bertahun-tahun dia mendapati kemoterapi dan sangat takut akan rusaknya gen-gen yang seharusnya menjadi pembentuk bayi kami.Awalnya Mas Rian memang melarangku hamil, dia bahkan meminta agar aku memakai spiral. Tapi a

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   85. Bahagiakan Aku

    Tangis haru mewarnai pemakaman papa pagi ini. Mama masih tak stabil, sebentar pingsan, nanti sadarkan diri kembali. Begitulah semenjak semalam. Namun, tiga jam ini keadaannya sudah lebih membaik. Lebih tiga jam sudah ia sadarkan diri.Walaupun begitu, aku tetap tak bisa mengantar jenazah Papa untuk terakhir kalinya. Sebab tak mungkin meninggalkan Mama yang tak stabil seorang diri di rumah. Meski keinginan sedemikian besar, tapi kucoba mengikhlaskan dan menyerahkan pemakaman papa sepenuhnya pada Mas Rian dan adik semata wayang, Biantara Atha Arif.Kurang lebih dua jam, semua kembali ke rumah. Arif kini mendekati Mama dan memeluk wanita itu sejenak, postur tinggi serta bentuk tubuh dan wajah yang mewarisi Papa sepenuhnya, membuatku seolah melihat papalah yang kini tengah memeluk Mama."Sudah selesai pemakaiannya?" tanya Mama dengan suara serak. "Udah, Ma.""Sekarang Papa kalian sudah sendiri, biasanya semua Mama yang ngurus. Sekarang Papa kalian gimana? Dia pasti merasa sedih."Mama ke

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   84. Perpisahan Terindah

    Sungguh terhenyak diri ini saat pintu kamar mandi terbuka, bahkan ponsel di tangan sampai jatuh ke atas ranjang."Ma, kenapa?"Mas Rian yang melihatku tiba-tiba berdiri kaku langsung mengambil ponsel dan mengecek isinya. Dia membaca pesan Friska yang belum kukeluarkan dari layar utama. Usai membaca, lelaki itu menatapku."Aamminnn, semoga doanya diijabah."Mas Rian mematikan ponsel lalu meletakkan di atas nakas. Dia kemudian berjalan mendekatiku yang nyaris tak bergerak tersebab perasaan dipenuhi tanda tanya, bagaimana Friska bisa tahu bahwa hari ini aku dan Mas Rian menikah? Lalu perihal keluhan wanita itu, sepertinya aku menangkap jika ternyata Friska telah menikah lagi dan suaminya kemungkinan selingkuh. Benarkah?"Bagamana Friska bisa tahu jika hari ini kita menikah?" tanyaku menatap Mas Rian, seketika rasa cemburu menyergap. Apakah mereka masih berkomunikasi?"Papa nggak tahu, Ma.""Kalian masih berhubungan, ya 'kan?""Demi Tuhan, nggak Ma. Jika kami masih berhubungan kenapa dia

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   83. Impoten

    "Boleh lebih dekat?"Mas Rian memintaku untuk lebih rapat dengannya, usai pemasangan cincin dan menerima sebuah kecupan. Kini saatnya sesi foto-foto, meski tidak berdiri di atas pelaminan dan hanya duduk di atas sebuah karpet tebal berbulu lembut, acara ini tetap sesakral pernikahan pertama kami yang dilaksanakan begitu meriah.Mas Rian menyentuh kembali jemariku lalu sebuah foto tercetak dua kali."Selanjutnya foto bareng anak-anak."Seorang fotografer meminta kedua anakku bergabung. Setelah selesai mencetak foto berempat, lelaki itu kembali meminta seluruh keluarga untuk bergabung."Oke, satu dua tiga."Blast. "Sudah cukup, seadanya saja. Karena kami masih masa berkabung," ucap mama mertua meminta fotografer tidak lagi mengambil gambar. Lelaki itupun berbicara dengan Mas Rian lalu pamit pulang. Seminggu setelah jenazah Papa mertua dikebumikan adalah waktu yang baik yang sudah ditentukan oleh dua belah keluarga untuk melangsungkan pernikahan ini. Seharusnya ini menjadi suatu hal ya

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   82. Alhamdulillah, Sah

    Entah kenapa di detik ini kedua netraku tiba-tiba basah, terlebih saat melihatnya memeluk Talita seraya berucap terima kasih."Terima kasih Mama. Papa janji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang Mama berikan ini."Lagi-lagi dia meluapkan rasa bahagia pada Lita dengan mengecup pucuk kepalanya, membuat anakku keheranan."Papa kenapa sih tiba-tiba peluk dedek?""Papa sedang terharu, Nak.""Terharu karena bahagia?""Iya.""Karena Aa hebat, ya?""Salah satunya.""Dedek juga hebat?""Iya Papa tahu, kamu pasti sehebat Mamamu," ucap Mas Rian kini seraya membawa anakku dalam pelukan.Lita pun tersenyum sembari mengeratkan pelukan papanya. Melihat pemandangan itu, wajah tertunduk sejenak. Tak ada penyesalan saat niat ini sudah mantap menerimanya kembali. Setiap manusia memang sangat mungkin berbuat kesalahan, tapi Mas Rian membuktikan bahwa dia melakukan hal yang baik dengan meninggalkan kesalahannya dan beritikad untuk kembali padaku semenjak dahulu.Maaf Mas telah membuatmu terus be

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status