"Zunayra... Camilla. Itu nama putri ku... " Lirih Jenni dengan kesadaran menipis."Ti-tidak! Kau tidak boleh seperti ini!! Itu anak mu!! AKU TAK AKAN MENGURUSNYA!!" pekik Savana kencang, air matanya sudah tak ia pedulikan. Mata Jenni terpejam bersamaan dengan teriakan Savana. "Selamatkan teman ku!! Aku mohon!!" Savana mengguncang-guncangkan suster di sampingnya."Ka-kami menyelamatkannya. Dia hanya pingsan sesaat." Ia seperti api yang di guyur air banyak seketika. Savana lega... temannya baik-baik saja."Maaf ini kali pertama ku melihat langsung seorang melahirkan, caesar pula. Aku tak mengerti apapun." Demi apapun, Savana benar-benar malu karena kebodohannya sendiri.Dokter dan suster yang lainnya hanya tersenyum memaklumi. Toh mereka tadi ingin menjelaskan tapi tak enak mengelak pembicaraan mereka."Bayinya perempuan.""Eung?" Savana linglung seperti kekurangan darah saat melihat bayi merah yang hanya terbungkus kain tipis."Anda menggendongnya?" Tanya suster itu.Dengan cepat Sava
3 hari yang lalu, tepatnya saat Aiden ke rumah sakit tempat Jenni melahirkan, ia bahkan sampai datang ke ruangan mereka. Ia hanya mengintip lewat pintu yang ada kacanya. Mereka tampak bahagia dengan kehadiran anak mereka. Tawa mereka lepas seperti tak ada beban.Aiden mengurungkan niatnya yang akan menemui Savana malam itu juga. Jika ia masuk, sudah jelas akan merubah suasana suka cita itu dalam sekejap.Aiden menunggu waktu yang tepat, ia tak mau buru-buru dan malah membuat Savana semakin menjauh darinya.Drrttttt....Aiden mengambil ponselnya di nakas, terpapanglah nama kakaknya di layar ponsel miliknya. Semakin hari kakaknya ini semakin cerewet.Aiden menggeser icon hijau,'Kau pergi tanpa sepengetahuan ku hah!?' Aiden harus sedikit menjauhkan ponselnya jika ingin telinganya baik-baik saja.Aiden memilih men- loudspeker telfonnya dan menyimpannya di atas perutnya. Fyi, selama di Jepang ia tinggal di apartemen milik kakaknya. Dan setelah 3 hari kakaknya baru sadar."Apa itu penting?
Ting!Savana tersentak dari lamunannya saat mendengar notifikasi ponselnya. Ia tengah menunggu kue yang sedang di oven. Savana tidak berniat untuk mengambil ponselnya, ia hanya menatap lewat lockscreen saja.E-mail :SavanaValerie@gmail.com,Pengingat,Seratus hari kepergian ayah...Savana menepuk kepalanya pelan, mengerang frustasi karena ia bodoh melupakan hari penting ini. Meskipun hari ini bukan hari H nya, tetap saja ia harus prepare dan kembali ke Indonesia. Dan itu bukan sesuatu hal mudah.Ia harus membicarakannya dengan Jenni, bukan itu sebenarnya hal yang mudah. Susahnya di buat oleh Savana sendiri. Ia masih belum siap untuk menjadi Savana Valerie Acrekama yang di kenal banyak orang.Ia nyaman seperti sekarang."Hah... maafkan aku Ayah..."*****Di ruang kerja dengan nuansa yang adem, dengan seorang pria yang tertidur di ruang kerjanya. Semalaman penuh ia hanya diam di ruangannya, ah ralat dia ruangan temannya yang sekarang tengah ia pinjam."Emnghh..." Ben terusik tidurnya o
Setelah 3 bulan lebih, Savana meninggalkan Negara kelahirannya. Dan sekarang, ia menginjakan kembali kakinya di sana. Menghirup udara Indonesia yang saat ini masih segar dan terasa hawa dingin. Jelas begitu, karena Savana baru tiba di bandara jam 04:00.Savana tidak mengabari siapapun bahwa ia telah kembali. Ia akan pulang ke apartemen milik Jenni, karena takutnya ada orangng yang mengetahui keberadaannya.Ia belum sepenuhnya siap di kelilingi pertanyaan tentag bisinis, kematian ayahnya, apalagi tentang percintaannya. Itu benar-benar memalaskan.Dan untuk perusahaan ayahnya... Savana benar-benar ingin tak peduli. Tapi seseorang mengiriminya surel tentang data-data perusahaa ayahnya yang menurun drastis. Savana sedikit tergerak, tapi hanya membalas penolakan. Mau bagaiamana pun, keluarga pihak ayahnya yang membuatnya seperti ini. Menolak keberadaannya dan juga ibunya.Savana tidak sudi hanya sekedar menyebut nama mereka barang satu huruf pun. "Hah... pengacau." Gumam Savana saat seora
"Apa hubungannya dengan Clarissa?" Savana memang sengaja pura-pura tak mengetahuinya, barangkali cerita Anggun berbeda dari yang Jenni katakan."Renata, ada kaitannya dengan ibu mu." Anggun sedikit berhati-hati menyinggung mendiang ibu Savana. Kalau saja mood Savana sedang jelek atau tidak menyukai pembicaraan ini, Savana bisa mengguyurnya dengan Vanilla latte yang mengepul itu.Anggun masih ingin hidup sampai tua nanti. Ia harus waspada.Savana menaikan sebelah alisnya, "mengapa ibu ku di bawa-bawa?" Sejujurnya Savana sudah muak dengan wanita di depannya ini, apalagi saat mengucapkan nama mendiang ibunya.Anggun berusaha setenang mungkin. Ia harus menuntaskannya secepatnya. "Dahulu sekali, ibu mu berteman baik dengan Reonald, ayahnya Clarissa. Siapa sangka bahwa ibu mu itu tengah menyelidiki keluarga Magareth yang tak lain adalah keluarga Reon sendiri. Usut punya usut, keluarga Magareth itu memiliki perusahaan Narkoba yang turun temurun, kebetulan pada tahun itu Reon yang memimpinnya
Hanya tidur beberapa jam, paginya Savana langsung bergegas menuju tempat peristirahatan mendiang ayahnya. Ia menggunakan stelan serba hitam, bahkan ia seperti artis papan atas yang akan kabur dari agensi. Sebab tidak hanya memakai baju serba hitam, Savana juga menambahkan masker dan topi senada. Tidak lupa kacamata."Terlalu lebay." Gumamnya saat melihat pantulan dirinya di cermin.Tapi tak apa, daripada ia harus di ketahui banyak orang, apalagi wartawan. Bahkan tujuannya berangkat pagi sekali, ia inging menghidari bertemu dengan keluarga Faeyza, mereka pasti akan mendatangi tempat yang Savana tuju. Dari info yang ia dapat, biasanya upacara penghormatan begini jam sembilanan maka dari itu Savana akan datang lebih awal, ia datang jam enam pagi, mungkin akan sampai disana sekitar jam tujuhan.Drttt....Savana mengambil ponselnya. Poto bocah kecil yang ia rindukan terpampang di layar ponselnya.Jenniznn is calling~~Langsung saja Savana menggeser icon hijau. Setelah itu munculah gambar
"Tolong jangan ganggu saya." Ucap Savana dingin. Setelah itu, tanpa melihat ke arah orang itu Savana langsung pergi begitu saja.Tak peduli juga. Entahlah... dari semua yang terjadi, rasanya semuanya tuh tabu. Ia merasa semuanya mempermainkannya. Dari takdir, kebetulan dan kebenaran yang entah yang mana.Dengan masker dan topi hitamnya, Savana terus berjalan tanpa menengok ke belakang. Dari kejauhan seorang pria menatapnya dengan kosong. Pria itu hanya bisa menatap saja tanpa bisa mengejar. Entahlah... katanya menunggu waktu yang tepat, nyatanya waktu itu tidak datang.Ia sudah menahannya sejak lama, untuk tidak mendekati Savana. Dan sekarang apa? kesabarannya memang sangat tipis, tapi entah kenapa, ia seperti hilang kendali saat melihat kondisinya seperti sekarang."Dia tidak baik-baik saja." Gumam Aiden. Jika saja Digo melihatnya, sudah pasti ia di ejekki habis-habissan.Bahkan Aiden sudah menciptakan waktu yang tepat menurut dirinya. Ia datang ketempat ini sejak kemarin, meminjam
Setelah beberapa hari meliburkan diri, sekarang Clarissa sudah kembali bekerja. Sejak usianya belasan ia sudah memiliki penghasilan, meskipun sedikit tapi bisa mencukupi kehidupannya. Tepat ulang tahunnya yang ke- 17 ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan. Tapi Clarissa tidak percaya begitu saja, apalagi ia mengetahui latar belakang pekerjaan orang tuanya. Mau apapun kesalahan orang tuanya, tetap saja kepergian mereka menghancurkan hidupnya. Dari sisi egoisnya, mereka yang berbuat salah mengapa Clarissa yang menanggungnya.Karena usianya di bawah umur, kakaknya Theo yang bertanggung jawab atas masalah yang di sebabkan oleh orang tuanya. Saat itu, Clarissa remaja hanya terus menangis dengan perasaan takut merayapi fikirannya. Bahkan ia memutuskan kabur dari rumah dengan tujuan entah berantah.Berakhirlah, Clarissa bertemu seseorang wanita paruh baya dengan umur kisaran 40-an, wanita itu menolongnya yang tengah berjalan dengan tas ransel di punggung. Bahkan kala itu, ia tak memper
Prita menatap layar monitor yang menampilkan seluruh ruangan pesta yang di datangi oleh Aiden. Matanya menajam- berkilat marah saat Aiden dengan mesra mengajak Savana berdansa.Tangannya mengepal. Puk!Dengan kasar Prita menutup laptopnya. Ini tak bisa di biarkan. Ia harus bergerak cepat. Sebelum benar-benar pergi dari kamar hotelnya. Prita membawa buku catatannya.Sembari berjalan, Prita membuka bukunya. Membaca deretan nama dan juga profile yang di sertakan.Telunjuknya mengarah ke salah satu foto, sekertaris ya?? Menarik. Prita menutup bukunya dengan seringaian di wajahnya. Tangan yang satunya merogoh ponselnya dan mendial nomor seseorang."Diego Dwinarta. Cari apapun yang berkaitan dengannya. Secepatnya!"'Laksanakan!' Balas seseorang di sebrang sana.Setelah masuk lift, Prita menatap pantulannya di cermin yang menjadi salah satu tembok lift. Penampilannya agak berantakan. Untuk kali ini-- ia akan menjadi seorang pelayan cantik, sexy dan mempesona. Jelas itu untuk menarik perhat
Pesta mewah di gelar untuk merayakan ulang tahun Tuan Willson-- salah satu rekan kerja Aiden. Ia di undang langsung oleh Tuan Willson. Jelas ia harus datang.Tapi--Harus bersama Savana. Jika tidak Aiden tak mau datang. Terserah orang lain mengatakannya kekanakan dan semcamnya. Aiden tak peduli. Yang ia pedulikan hanya Savana seorang."Sudah ku bilang! Kau ini sudah dalam kategori pembodohan yang kau namakan CINTA itu!" Digo terus mengomeli teman satu-satunya ini. "Ayolah.... Tuan Willson itu penting dalam perusahaan mu Aiden!!" Digo nyaris memohon agar Aiden menghadiri pesta itu.Sang pelaku tak bergeming. Tetap santai dengan wajah datarnya. Jangan lupakan piyama tidur dan sebuah buku melekat di tangannya. Ingin rasanya Digo melempar temannya ini ke bulan, tapi ia urungkan karena masih membutuhkannya. Otaknya tak sepintar milik Aiden.Jelas alasannya sang pujaan hati yang tengah merajuk dan tak ingin ikut kepada pesta malam ini. Bagi yang tahu-tahu saja, Savana merajuk karena kejadi
Savana menatap pantulan dirinya di cermin, dress yang ia kenakan saat ini bergaya sabrina. Memamerkan pundak mulusnya dan leher jenjangnya. Savana menyatukan seluruh rambutnya yang menjuntai dan menggelungnya ke atas."Perfact." Savana tersenyum puas saat melihat hasil pilihannya.Dress bergaya sabrina berwarna biru dongker yang panjangnya di atas lutut. Savana memilih ini.Dari lima dress pilihannya yang ini paling memikat dan cocok dengan seleranya.Persetan Aiden menunggunya lama. Sengaja Savana ingin membuat pria itu kesal. "Apa kau tertidur An?" Savana berdecak kesal, pasalnya Aiden menggunakan nama panggilan orang-orang terdekatnya."IYA!" Kesalnya.Sebenarnya hal yang membuat Savana malas jika membeli baju itu adalah berganti baju. Baiklah... karena malas Savana memilih memakai dress yang ia kenakan.Sret!Savana menarik tirai itu. Ia mendapati Aiden yang tengah bersandar di samping pintu masuk menuju ruang ganti."Bayar yang ini." Seru Savana membuat badan Aiden menegak.Ia t
Di balik pintu keluar itu, seorang wanita dengan tubuh tinggi dan badan ramping bak seorang model, menggeram kesal dengan kedua tangan mengepal."Kali ini tidak berhasil... tapi tidak untuk lain kali." Desis wanita itu. Memilih pergi dari pemandangan yang menyesakan itu.Kesialan begitu setia kepadanya hari ini. Rencana dari jauh-jauh hari harus gagal seketika. Harusnnya-- ia tetap menjadi bagian penting disini, lalu menjebak Savana dan mendapatkan Aiden!Itu tujuannya!Dan malah sebaliknya. Itu semua bertolak belakang dengan kenyataannya.Wanita tadi-- Prita Adisson sudah sampai di apartemennya beberapa menit yang lalau. Ia melempar semua barang bawaannya asal, dengan segera ia melangkah menuju kamarnya."Aku pulang sayang!" Pekiknya seolah ada orang lain di apartemennya selain dirinya. Aslinya ia tinggal sendiri.Prita menatap kagum semua foto-- bahkan poster besar di setiap inci ding-ding kamarnya. Dari Aiden di nobatkan menjadi CEO Faeyza hingga Aiden yang baru keluar dari bandar
Sejak pagi tadi Savana sudah di sibukan dengan berbagai macam rangkaian shooting sebuah iklan. Usai dengan berbagai macam foto beberapa BA- nya, di karenakan sukses besar... kali ini ia mengambil project besar yang di tuangkan di sebuah iklan.Tentu main utamanya tak lain Kalea Faeyza, awalnya hanya dia seorang yang mengiklankan dengan sebuah foto dan di pajang di berbgai macam bentuk. Majalah, papan reklame, poster dan lain sebagainya. Setelah Kalea, tim pemasaran membuka luas Talent untuk di jadikan BA. Dari artis yang sedang naik daun hingga selebgram.Dan sekarang... ia akan mengambil project iklan yang resmi. Iklan ini di kontrak sekitar 3 tahun di berbagai macam stasiun televisi.Hari ini, kami semua sudah berjalan setengah jalan. Dan sekarang, semua orang sedang istirahat. Tapi tidak bagi Savana.Ia sibuk memeriksa semua vidio yang baru di ambil beberapa saat yang lalu."Talent C ini menurut ku kurang bersemangat, tak sesuai dengan skrip yang kita buat." Savana menunjuk salah s
Semua orang itu hidup dengan rencananya masing-masing, dengan kesulitan dan kebahagiaan yang sudah di atur oleh tuhan. Entah itu turunan atau sebagainya, ibunya Megan menikahi ayahnya karena di jodohkan-- lalu datanglah ia ke dunia yang rumit ini. Setelah itu tepat saat dirinya lahir, ayahnya juga datang dengan seorang wanita yang membawa seorang bayi. Benar sekali, ayahnya main belakang dari ibunya. Bahkan ayahnya jarang sekali pulang ke rumah dan lebih sering pulang kepada selingkuhannya. Alasannya-- karena tidak mencintai ibunya.Brengsek! Bajingan! Segala umpatan Megan arahkan hanya untuk pria yang katanya menyandang status sebagai ayah itu. Ia mengetahui kenyataan itu saat dia memasuki Sekolah Menengah Pertama.Dan saat ia mendengar Ben-- pria yang berhasil meluluhkan hatinya, ada wanita dan seorang bayi yang mencari pria itu, jelas Megan langsung marah. Ia tak menerima apapun alasan untuk kata Perselingkuhan!"Maafkan aku... ku mohon jangan menangis seperti ini lagi... aku tak
Seluruh karyawan Val's Corp tengah ramai membicarakan Ben yang sudah memiliki seorang anak. Mereka semua merasa kasihan terhadap Megan yang telah di khianati."Waktu itu Nona Savana, sekarang sepupunya! Apakah semua keluarga Valerie akan di khianati!! Oh tuhan!! Takdir mcam apa ini." Mita sang promotor yang paling heboh membicarakan tentang rumor Ben itu."Kasihan sekali!""Ku kira menjadi keluarga Valerie mimpi indah... ternyata... semengerikan itu ya!" "Benar. Aku selalu iri terhadap Nona Savana, tapi setelah tau takdirnya.... ternyata lebih baik hidup hidup kita di banding mereka.""EKHEM!!"Semua karyawan wanita yang tengah bergosip bubar seketika. Mereka tak ingin terkena amuk Nona Megan yang siap melahap siapa saja. Merea tau tabiat Nona Megan jika sedang marah. Melebihi bos mereka Nona Valerie.Wajah Megan mengetat marah, ia tengah merancang sebuah baju, tiba-tiba saja seseorang mengirim pesan kepadanya dan mengatakan bahwa ada wanita dan juga seorang bayi yang mengaku sebagai
Negri yang sering di sebut Negri sakura ini tengah berganti musim menjadi musim gugur. Sayangnya Jenni harus melewatkan pergantian musim kali ini, ia mendorong strolernya."Neyy siap ketemu Aunty Vana??" Seru sang ibu menatap hangat kepada putrinya yang tengah tersenyum lebar."Nanana... nanan blweeee." Balas Zuney dengan bahasanya. Memang di usianya sekarang 6 bulan ini, sedang senang-senangnya mengoceh. Dan itu sudah seperti hiburan gratis bagi Jenni setelah kehadirannya. Ia jadi tak kesepian dengan ocehan sang putri.Jenni tertawa gemas mendengarnya, "baiklah... mari kita temui Aunty sombong itu!!" Jenni sedikit kesal karena Savana sudah sangat jarang menghubunginya. Padahalkan menelfonnya tak akan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan mengerimi pesan pun tidak!Awas saja! Nanti Jenni eksekusi saat sudah sampai Indonesia."Berjanjilah... Neya tak boleh rewel selama di peswat... okey!" Zunay mengerjap bingung mengenai perkataan sang ibu.Karena kasihan melihat sang putri kebingungan,
"Maaf kami datang terlambat..." semua atensi di ruang VVIP itu menoleh ke sumber suara."Senang menunggu mu Tuan Melvino. Silahkan duduk." Dengan sopan Savana mempersilahkahkan Kei duduk.Savana melihat ada bayangan lain di belakang Kei. Seakan mengerti ia menarik wanita di belakangnya agar terlihat jelas. "Perkenalkan diri mu." Bisik Kei sembari sedikit mendorong punggung Clarissa."Saya Clarissa, sekertaris Keeno." Dengan wajah seramah mungkin Clarissa memperkenalkan dirinya.Savana menatap Clarissa sedikit terkejut, ia jadi teringat saat kematian ayahnya dan juga saat Clarissa yang mencium Aiden... Savana ingin melupakan itu. Sekarang... kenapa dia menjadi sekertaris Tuan Melvino. Seingatnya Clarissa juga mempunyai perusahaan."Baiklah... karena semua sudah berkumpul, mari kita mulai rapatnya." Savana yang memulai rapatnya.Ia mengambil beberapa dokumen dari tasnya, Ben membantunya untuk membagikan dokumen itu. Mereka semua menerimanya dengan baik, "silahkan baca baik-baik." Sava