Share

Mandikan Aku!

Author: Kardinah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Bulan menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menolak kebenaran setelah mengingat semua yang terjadi padanya semalam. Bulan malu pada dirinya sendiri dan juga Langit. Ke mana akal pikirannya hingga dia dengan berani menggoda suaminya.

“Seharusnya kamu menyadarkan aku, bukan mengambil kesempatan!”

“Bukankah kamu sudah mengingat semua yang terjadi? Aku sudah mengingatkanmu, aku tak bertanggung jawab kalau kamu bangun pagi ini. Semuanya salahmu, bukan salahku.”

“Pokoknya itu semua salahmu, kamu yang salah!”

Langit berdecap sebal. Bulan kekeh dengan pendapatnya. Baginya wanita selalu benar.

“Terserah. Sekarang lebih baik kamu mandi. Aku sudah memesan sup pengar, setelah itu kita sarapan. Jangan lupa telepon Mama. Semalam aku lihat Mama mengirimkan pesan padamu.”

Bulan mengangguk, masuk ke dalam kamar mandi seraya membanting pintu dengan keras. Langit bahkan mengusap dadanya beberapa kali karena terkejut.

Detik berikutnya, Langit mengulum senyum. Dia tahu istrinya itu pasti malu hin
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Tanda Kepemilikan

    Bulan dan Langit kini berada di restoran hotel. Seperti kata langit, dia mengajak Bulan sarapan lebih dulu sebelum meninggalkan hotel.Setelah perdebatan mereka yang seolah tak ada habisnya. Bulan dan Langit tampak akur berjalan beriringan mengambil beberapa makanan yang ada di stand.Langit mengambilkan bubur ayam dan membawanya ke meja. Dia mendorong mangkok berisi bubur ayam itu ke arah istrinya.Bulan mendongakkan kepalanya, “Kamu menyuruhku makan ini?”Langit mengangguk, “Perutmu pasti tak nyaman, lebih baik kamu makan ini dulu baru yang lain.”“Jangan bercanda, aku nggak mau, aku nggak sakit.”“Sekali saja dengarkan aku kali ini. Atau aku harus menelepon Mama dan mengatakan yang sebenarnya? Meminta mama membujukmu makan ini?”Bulan menghela nafas berat, pilihan yang cukup sulit baginya. Dia tidak suka makan bubur, tapi dia juga tak mau Langit mengatakan pada Mamanya tentang apa yang terjadi semalam. Langit menatap istrinya yang masih gamang. Dia tahu butuh effort untuk

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Nafkah Lahir & Batin

    Langit menyeka wajah kasar. Langit yang merasa tak enak hati dengan Baby pun berusaha mencegah Bulan melanjutkan adu mulut antara keduanya. “Apa! Katakan saja!” “Aku antar Baby pulang, kamu tunggu aku di sini.” Demi mencegah kejadian yang tidak dia inginkan, lebih baik Langit dengan cepat memisahkan mereka berdua. Sebab suasana sepertinya kian memanas. Langit hanya tak mau Baby melakukan sesuatu di luar kendalinya yang bisa merugikan istrinya. “Pergi saja, antarkan dia, aku takut dia merajuk dan menangisi nasibnya nanti,” ketus Bulan pada Baby seraya menyendok buburnya. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam dia remuk redam. Sebab bukan akhir seperti ini yang dia harapkan dari Langit. Dia ingin gadis itu yang pergi dari sana, bukan pergi dari sana dengan bayangan Langit. Bulan berusaha menghempaskan perasaan perih yang tiba-tiba hadir. Bulan menatap gadis di depannya yang sudah berdiri memegang lengan suaminya. Kebahagiaan terlukis jelas di wajahnya. “Aku pergi dulu,” pamit Lang

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Sebuah Rahasia

    Bulan mengerjapkan mata beberapa kali, dia berjalan mondar-mandir dan tampak berpikir jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan suaminya. Sebuah tebakan konyol yang cukup sulit dijawabnya.“Sudahlah, menyerah saja.”“Nggak, aku bahkan belum mencoba menjawabnya dan kamu sudah menyuruhku menyerah, itu bukan aku, Langit.”Langit mengangguk-angguk, kesombongan istrinya memang tiada duanya.“Aku beri waktu dua menit lagi.”Bibir Bulan menyeringai, dia tahu jawabnya, dengan cepat dia mendekati suaminya dan menjawab.“Karena matahari nggak bisa berenang.”“Damn it!” umpat Langit. Dia tak menyangka Bulan bisa menjawab pertanyaan konyol darinya. Bulan tertawa senang, dia menang dari suaminya. Tanpa sadar dia memeluk Langit dengan gemas. Ternyata bahagia versi Bulan benar-benar sederhana. Langit membatin saat melihat istrinya itu tertawa lepas tanpa beban.Bulan yang mulai menyadari kekhilafannya pun melepaskan pelukannya.“Sorry, Langit. Aku terbawa suasana.”“It’s ok, nggak mas

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Kenangan Satu Malam

    Langit hanyut dalam derap lamunan panjangnya. Memikirkan bagaimana caranya agar dia mengungkapkan perasaan yang sebenarnya pada istrinya. Namun sisi hatinya yang lain takut menghadapi kenyataan bahwa Bulan lebih memilih atasannya ketimbang dirinya yang tak memiliki apa-apa. Melihat Bintang yang tampak begitu lembut memperlakukan Bulan, ditambah lagi, sejak awal memang lelaki itulah yang seharusnya menjadi suami Bulan bukan dirinya, membuat hatinya kian gamang. “Kamu ngapain di sini.” Langit terjengit kaget saat tepukan Bulan berada di bahunya. “Nggak ngapa-ngapain, hanya berjaga-jaga kalau kalian membutuhkan sesuatu." “Mau ke mana?” tanya Langit yang curiga istrinya akan pergi dengan Bintang. “Aku mau pergi sama Bintang, sebentar saja.” “Ke mana?” “Tanyakan saja padanya, aku tak tahu dia mau membawaku ke mana.” “Apa dia buta? Bukankah dia tahu kalau aku suamimu? Wajarkah jika seorang istri pergi dengan lelaki lain sementara suaminya di rumah?” “Jangan mengaturku, Langit.” “M

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Jatuh Cinta

    Mine berdecih, “Kamu terlalu negatif thinking, Langit. Honestly aku mau membantumu, kalau kamu benar-benar menyukai sahabatku."Langit tertawa meremehkan, dia tak yakin kalau Bulan menyukainya, secara melihatnya tampak begitu nyaman dengan Bintang. Sementara saat bersamanya sembilan puluh persen mereka berantem dan hanya sepuluh persen berdamai.“Jangan bercanda, even kamu ngomong dia menyukaiku, aku masih belum yakin. Kamu tak pernah tahu isi hati seseorang, Mine. Tak terkecuali sahabat dekatmu sendiri.”Mine menghela nafas panjang, dua anak manusia yang sama-sama keras kepala itu masih denial dengan perasaannya sendiri. Membiarkan perasaan mereka seperti rumput liar yang tumbuh dengan lebat, namun dengan sigap memangkasnya habis-habisan.Melihat Langit yang masih duduk di depannya, Mine pun menggodanya.“Katanya mau pergi?”Langit diam, memilih mengatupkan bibirnya lalu menikmati kopinya. Dia menggeser posisi duduknya menjadi di samping Mine. Mine meliriknya dan tersenyum geli

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Bukan Perempuan Baik-baik

    Temaram mulai datang, lembayung senja mulai menghilang. Keheningan memecah di antara mereka. Mine tampak masih saja menekuk muka. Dia mengayunkan kakinya yang berada di bawah meja. Sayangnya kakinya yang jenjang itu salah sasaran. Bak bumerang yang kembali pada pemiliknya. Bulan mengaduh saat Langit mencubit kakinya yang berhasil menendang tulang kering suaminya.“Aduh, sakit, Langit.”“Makanya punya kaki di jaga, kalau perlu disekolahin biar tahu sopan santun.”Bintang geming, dia memilih menulikan telinganya mendengar perdebatan mereka berdua. Sesak merundung dadanya mendengar serta melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mereka bertengkar dengan mesra. Bagi orang lain mungkin itu terlihat biasa. Namun tidak bagi Bintang dan juga Mine. Mereka punya mata dan indera perasa yang cukup tajam untuk mengetahui bagaimana perasaan sepasang suami istri pura-pura itu.Bintang berdeham, dia mencari perhatian Bulan dengan caranya sendiri. Bulan yang mulai menyadari keberadaan Bint

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Dua Istri?

    “Kita pulang beneran? Atau kamu mau pergi ke mana?” tanya Mine pada sahabatnya yang memilih melempar pandangannya keluar jendela, menikmati indahnya lampu kota yang tampak berkelap-kelip layaknya hatinya yang kadang padam dan kadang terang. “Honestly aku belum ingin pulang, Mine, ini masih terlalu dini untuk pulang,” jawab Bulan melirik pergelangan tangannya. Ide cemerlang mendadak menghampirinya. “Aku sedang butuh pelampiasan. temani aku kulineran, aku mau street food, sekaligus kita bisa mencari udara segar.” “Hilih, mencari udara segar, memang yang kamu hirup sekarang kurang segar? Kalau kurang segar pergilah ke kutub utara.” Bulan tertawa mendengar ocehan sahabatnya yang tergolong sarkas padanya. Bulan membuka kaca jendela dan mulai membiarkan angin menampar wajahnya. Berharap itu bisa meredakan riuh isi kepalanya. Perlahan Bulan mulai memejamkan matanya. Lalu membuka matanya kembali saat wajah Langit terlintas di pikirannya. Dia menatap lurus ke depan pada jalanan yang cuku

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Pillow Talk

    Malam kian larut kini keduanya sudah berada di atas ranjang empuk milik Bulan. Mumpung keduanya lagi akur, Langit tak mau menyia-nyiakan kesempatan begitu saja. “Mau pillow talk?” Bulan mengangguk, toh dia juga masih belum ingin memejamkan mata. Rasanya dia belum cukup lelah walaupun sudah melakukan banyak kegiatan hari ini. “Apa kamu senang hari ini?” “Hm, tentu saja.” “Apa karena Bintang bersamamu?” Bulan mendesah, dia pikir Langit mengatakan pillow talk tentang sesuatu yang manis dan sedikit romantis. Nyatanya tema yang diangkat tidak jauh-jauh dari pemicu perdebatan mereka. “Bisa ngobrolin yang lain, mungkin tentang betapa lucunya kamu saat tak bisa memakan escargot atau yang lainnya. Hm, seperti obrolan yang sedikit ringan.” Langit tertawa, dia memang baru pertama kalinya makan escargot dan ternyata cukup enak. Dia ingat betul saat tadi hendak memakannya, escargot itu meluncur bebas dan jatuh. Namun selalu ada hikmah di setiap kejadian. Bulan membantunya melepaskan daging

Latest chapter

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   I Love You

    Langit mendengarkan suara di seberang sana. Namun, tak butuh waktu lama, dia mengakhiri panggilan dari Baby.“Tumben?”Langit cengengesan, dia tak mau kehilangan momen bersama istrinya. Biar saja Baby marah dengannya. Kali ini dia tak mau menyesal lagi. Di saat dia sudah tahu pasti perasaan istrinya. Di tambah lagi Bulan datang jauh-jauh ke Korea hanya untuk memintanya tetap menjadi suaminya. Suaminya sebenarnya, bukan suami yang hanya tertulis di atas kertas.“Aku ingin waktu berhenti sejenak. Menikmati apa yang terjadi hari ini. Even itu hanya sebuah ekspektasi yang tidak mungkin terjadi.”“Ini bukan ekspektasi, Langit. Aku ada di depanmu. Kamu bahkan bisa menyentuhku, melakukan apa saja yng kamu inginkan dariku.”Langit tertawa dia memeluk istrinya lagi, menidurkannya kembali di sisnya sembari menaikkan selimut hingga menutupi kedua tubuh mereka berdua. Langit tak bisa tidur meski langit masih menggelap. Matahari seakan enggan menampakkan wajahnya, matahari tak ingin menggangg

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Touchdown Korea

    Kini Bulan sudah duduk di dalam pesawat yang sebentar lagi take off. Dia meremas kedua telapak tangannya yang sedikit berkeringat. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia pergi ke Korea, tapi entah kenapa perasaannya menjadi gugup. Dia memiliki banyak ketakutan tersendiri. Takut misinya akan gagal kali ini dan pulang dalam keadaan terluka. Walaupun sudah membulatkan tekadnya tetap saja dia hanyalah manusia biasa.Perjalanan tujuh jam dua puluh delapan menit akhirnya berhasil dia lewati tanpa kendala apapun. Pesawat mendarat dengan sempurna. Bulan keluar dari imigrasi dan langsung menuju hotel yang sudah dia booking sebelumnya.“Seoul, im in love,” gumannya sembari menuju taksi yang akan mengantarkannya ke tempat dia akan beristirahat.Sampai di hotel dan check ini, Bulan mengirimkan pesan pada suaminya. Waktu seolah berputar terlalu lambat. Hamir sepuluh menit berlau dan suaminya masih belum membaca pesan yang dikirimkannya. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang. Mungkinkah sua

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Menepati Janji

    Bulan ingin sekali pergi menjenguk mertuanya, dia sendiri masih bingung kenapa Ibu Langit bisa sampai masuk ICU.Bulan ingin bertanya pada Langit tapi dia berusaha menahan jarinya untuk tak mengirimkan pesan pada suaminya.“Nanti malam sepulang kerja bagaimana?”Bulan bertanya pada Mine, sebab dia yang tahu di mana ibu mertuanya di rawat. Lagi pula selama Langit pergi dia selalu kesepian di rumah. Rumahnya kosong. Mamanya belum pulang dari Jepang, sedangkan Mine sekarang sudah memiliki kekasih yang tiap malam selalu datang ke apartemennya.“Boleh, tapi aku tak bisa menemanimu lama-lama. Aku ada janji kencan malam ini.”Bulan melemparkan map ke arah sahabatnya. Mine tertawa, dia berhasil menghindar dan menangkap map milik Bulan lalu meletakkannya kembali ke atas meja.“Aku kembali dulu ke ruanganku, nanti aku kemari, aku ada janji dengan klien. Oiya, kalau aku jadi kamu aku akan menyusul suamimu dan membawanya pulang bersamamu. Cinta itu tak memandang gender, mau siapa pun yang m

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Alasan Langit

    “Good morning. Semangat, Bulan, dunia masih berputar meski tak ada Langit di sisimu. Ada langit lain yang selalu mengayomi kamu.”“Sial.”Bulan mengumpat kesal.Mine terkekeh, dia bukannya menghibur Bulan yang sedang patah hati, tapi malah menggodanya terus-menerus.“Kenapa tak membalas pesan darinya?”Bulan menghela nafas, dia teringat terakhir kali melihat Langit saat senja di tepi pantai. Dia sadar betul bahwa Langit memiliki perasaan yang sama dengannya, tapi kenapa lelaki itu mau menerima begitu saja permintaan Baby padanya. Berapa banyak uang yang Baby bakar untuknya?“Malas, untuk apa dia berbasa-basi nggak jelas, padahal dia sedang sibuk menyuapi dan meninabobokan bayinya.”Mine tak mampu menahan tawanya, dia tertawa terbahak-bahak. Di saat kesal begitu, amarah Bulan malah membuatnya tertawa terpingkal. Bulan mendesah melihat sahabatnya cukup terlihat puas dan bahagia dengan kalimatnya barusan.“Bagus, lanjutkan saja kebahagiaanmu menertawai penderitaanku. Kamu mema

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Pengkhianatan

    Selesai makan, mereka berdua berbincang santai setelah sejak tadi berada pada kecanggungan yang hakiki. Setelah beberapa menit berlalu, Langit membuka suara kembali. “Ayo, aku akan mengajakmu ke suatu tempat.” “Ke mana?” “Nanti kamu juga akan tahu.” Mereka berdua bangkit dari duduknya dan melangkah keluar. Menggunakan mobil Langit keduanya kini sudah berada di kemacetan yang cukup panjang. Bulan menghela nafas, dia memandang keluar jendela, menatap masa depannya yang masih tampak buram. Sesekali Langit melirik istrinya yang beberapa kali terlihat menghela nafas. Seolah sedang berusaha melepaskan beban hidup yang cukup berat yang sedang dipikulnya. “Ada yang kamu pikirkan?” tanya Langit memecah keheningan di antara mereka. Bulan menggeleng pelan. Tepat di lampu merah mereka berhenti, Langit menatap lamat-lamat wajah cantik istrinya. Selama beberapa tahun terakhir, dia mengagumi perempuan itu. Dan pada akhirnya dia bisa dipersatukan oleh keadaan. Perempuan keras k

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Keinginan Terakhir

    Setelah malam itu entah kenapa keduanya menjaga jarak, bahkan sudah beberapa malam langit memilih tidur di sofa meski tersiksa. sementara bulan tidur sendirian di ranjang dengan kebisuannya.Walau keduanya sama-sama tak nyaman, tak ada satu pun dari mereka yang mengubah keadaan. Langit apatis dan Bulan yang egois membuat keadaan semakin sulit.Tepat di hari yang sudah ditunggu Langit. Hari ini adalah hari kepergiannya ke Korea bersama Baby. Mungkin semuanya memang harus berjalan seperti yang takdir inginkan. Sekuat apapun Langit menunjukkan perasaannya, si keras kepala itu masih saja tak peka.“Aku pergi hari ini,” pamit Langit pada istrinya yang masih mengenakan bathrobe miliknya seraya memencet tombol remote bergantian.Ada sesak merundung dadanya tapi dia berusaha keras mengalihkannya.“Aku tak perlu mengantarkan kamu ke bandara, kan?”Langit menggeleng pelan, dia duduk menyandarkan punggungnya pada sofa yang didudukinya. Memandang ke arah istrinya yang baru saja selesai

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Kecupan Langit

    Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Bulan meminta maaf pada dirinya sendiri. Dia sudah menyakiti tubuhnya yang senantiasa menemaninya setiap hari.Hampir tengah malam saat dia mematikan komputer miliknya. Baru saja pintu lift terbuka, suaminya sudah berdiri di dalam sana.“Aku pikir kamu nggak pulang. Makanya aku menyusulmu ke sini.”“Aku mau pulang sekarang.”Bulan masuk ke dalam lift yang sama dengan suaminya. Mereka berdua mengatupkan bibirnya rapat. Hening, hanya ada suara helaan nafas mereka berdua. Langit memberi waktu pada Bulan menikmati kediamannya.“Naik mobilku, kamu pasti lelah, biar aku yang menyetir.”“Aku nggak capek, tenang saja, naik mobil masing-masing saja.”Bulan membantah, dengan langkah lebarnya dia berhasil mendahului Langit dan langsung masuk ke dalam mobil miliknya. Dia menghidupkan audio, memutar lagu kesukaannya, sesekali dia ikut bernyanyi melampiaskan emosinya yang sudah sejak pagi tak tersalurkan. Saat berhenti di lampu merah dia memandangi s

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Realita Bukan Expectasi

    Bulan masih menyibukkan dirinya, seperti ucapannya sebelumnya, dia sama sekali tak ingin ikut bergabung dengan Mine dan Langit yang sekarang sedang makan malam. Walaupun Mine membujuknya dengan seribu cara, tetap saja Bulan tak berminat ikut dengan mereka. Rasanya dia terlalu kecewa dengan Langit hingga ingin sekali menjauh. Ponsel di sampingnya bergetar menampilkan gelembung chat dari suaminya dan Mine. Mereka kompak sekali bertanya pada Bulan. Bulan hanya membacanya sekilas tanpa mau membalasnya. Dia memegangi perutnya yang mulai keroncongan. Cacing-cacing di perutnya sudah meminta haknya. “Mau sampai kapan kamu begini, Bulan?” Langit sudah berdiri di depan pintu. Bulan menatapnya sekilas lalu berusaha menyibukkan dirinya kembali. Membiarkan Langit masuk ke dalam ruangannya. “Kenapa tak membalas pesanku? Ayo, makan dulu.” Langit menyiapkan makan malam untuk istrinya. Membuka paperbag yang dibawanya. “Kamu boleh marah denganku, tapi jangan menyiksa dirimu sendi

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Bukan Milikku

    Langit melewati Bulan begitu saja, pikirnya itu lebih baik. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuknya memberi jarak antara keduanya. Langit berpikir dengan begitu dia akan lebih tenang meninggalkan Bulan selama dia pergi ke Korea. Mungkin dengan memberi jarak, perempuan itu menjadi lebih tahu sisi hatinya, bagaimana keinginannya. “Kamu lihat, kan?” “Tentu saja aku melihatnya. Kamu pikir aku buta.” Bulan menghela nafas mendengar ucapan Mine. Mine menatap sahabatnya dengan tatapan penuh selidik. Melihat kelakuan sahabatnya, Bulan pun merasa jengah. “Katakan cepat!” Mine terkekeh geli, Bulan dengan cepat mengerti dengan bahasa isyarat yang diberikan padanya lewat tatapannya. “Aku tak tahu alasan pastinya, kenapa tiba-tiba dia menerima ajakan gadis bermuka dua pergi ke Korea. Dan aku juga tak ingin bertanya tentang alasannya. Titik, jangan lagi kamu sematkan koma di akhir kalimatku.” Mine mendesah pelan, mau sampai kapan keduanya salah paham terus mener

DMCA.com Protection Status