Serly segera bangkit dari duduknya dan menghadang langkah Bayu. "Anda tidak bisa melakukan ini pada saya, Anda selaku pimpinan harusnya Anda bisa menghargai saya sebagai mitra bisnis Bapak!" protes Serly.
Saya hanya tidak nyaman dengan pakaian Anda, karena itu proyek ini saya limpahkan pada Firda sesama wanita pasti akan lebih nyaman, 'kan Nyonya," jawab Bayu pada Serly."Saya tidak mau saya hanya ingin mendiskusikan dengan Anda, bukan yang lainnya," jawabnya sambil semakin mendekat pada Bayu.Kesepakatannya Tidak harus saya langsung menangani proyek ini, 'kan, Bu Serly? Jika Anda keberatan Anda boleh mundur. Bukan perusahaan Anda saja yang menangani proyek ini, Jika Anda mundur kami tidak akan rugi. Silahkan terima apa yang menjadi keputusan saya, atau mundur!" jawab Bayu dengan tegas.Lalu bergegas keluar dari ruangannya. Ia berjalan memasuki lift dengan langkah cepat. Ia tidak mau terlibat dengan wanita-wanita yang sengaja mendekatinya.Di kantor Bayu, Serly mengakhiri rapatnya dengan Firda sangat cepat, ia sudah tidak punya minat untuk mengetahui perkembangan proyek itu, tujuannya adalah bertemu dengan bayu sebab ia mengira jika lelaki di tinggal lama oleh istrinya pasti membutuhkan kehangatan dan ia hendak menawarkan dirinya sebagai penghangat di ranjang dinginnya Bayu.Ia tidak mengira bahwa ia akan mendapatkan penolakan dari Bayu, padahal dia sudah memakai baju yang menunjukkan kemolekan tubuhnya tetapi pria itu tidak memandang sebelah mata padanya.Ia sangat tersinggung, dengan penolakan itu, hingga memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan setelah berbicara panjang lebar dengan Firda sekertaris Bayu selama tiga puluh menit berlalu.Serly berjalan keluar dari ruangan Bayu dengan hati gusar. 'Ok! Hari ini kamu bisa menghindariku, Tuan Bayu, tetapi dilain waktu kamu tidak akan bisa menghindariku," sumpahnya dalam hati.Ia masuk dalam lift. Tak seberapa lama pintu terbuka dan dia keluar menuju mobilnya, istri pengusa
Mobil berhenti di sebuah rumah dengan halaman yang luas serta kanan kirinya terdapat kebun sayur. Seorang pria keluar dari mobil dan menenteng tas peralatan dokternya, gadis kecil berusia enam tahun berlari menyongsong pria itu yang tak lain adalah Dokter Rizal."Daddy!" teriaknya sambil menghambur Ke dalam pelukan pria itu."Hai apa anak Daddy sudah mandi?" tanyanya sambil berjongkok mensejajarkan dirinya."Sudah, apa Daddy akan memeriksa Satria?" tanyanya."Hem, apa dia sudah baikan?" tanya Dokter Rizal pada Putrinya."Sedikit, tetapi dia pelit, pinjam mainan barunya saja tidak boleh," jawab Nara sambil mengerucutkan bibirnya."Memangnya Satria punya apa? Sampai-sampai kamu ingin pinjam," tanya Dokter Rizal lagi penuh penasaran."Dia punya pesawat yang bisa terbang, Dad. Paman Hatan membelikannya," jawab Nara."Oh, ya. Kalau begitu biarkan dia main dengan puas, Daddy akan belikan kamu besok, bagaimana?" tanya
Malam harinya Satria tidur lebih awal berharap mimpi bertemu dengan sang Papa. Naila tersenyum melihat ulah sikecil walau bocah itu belum bisa tidur ia berusaha untuk tidur, terdengar di rungu wanita itu sang anak berdoa."Ya Allah berikanlah saya mimpi bertemu Papa karena aku rindu Papa, ya Allah," ucap bocah itu lalu memejamkan mata.kembali menetes air mata Naila. "Maaf!"Hanya itu yang ia bisa katakan saat sang putra tengah merindukan sang Papa. Dia mengusap air matanya yang jatuh di pipi halusnya.Tak lama kemudian sang putra tertidur sambil memeluk mainannya. Naila mengusap pipi gembul putranya. Ia menarik napas dalam, 'Apa salah bocah ini harus di hina hanya karena sang papa tidak pernah datang menemuinya, bukan salah putraku, tetapi salahku memisahkanmu dari papamu,' batinnya.ia pun membaringkan tubuhnya memeluk bocah lelaki kecil itu yang memang mirip sekali dengan suami. Mencium wajah bocah itu yang sudah terlelap.Di
Dua berikut Satria mengikuti outbond di suatu tempat. Sebenarnya Naila belum bisa mengijinkan anaknya untuk ikut Outbond. Apa boleh buat Satria merengek karena dia sudah menunggu jauh-jauh hari untuk bisa ikut acara itu.Akhirnya Naila mengijinkan, dan dia mendapingi sang putra sambil membawa laptopnya. Satu jam perjalanan menggunakan bus mereka sampai.Satria begitu senangnya, ia mengikuti semua kegiatan outbound, hingga di pertengahan kegiatan Satria pingsan, guru-guru panik dan Naila mematikan laptopnya dan memasukkan kedalam tas segera lalu menghampiri putranya pengelola area itu memberikan fasilitas mobil mengantarkan ke rumah sakit terdekat.Setibanya di sana Satria dibawa ke IGD. Kebetulan rumah sakit itu tempat Dokter Rizal bertugas. Saat ada murid TK Ar rahman dilarikan di rumah sakit ini. Ia bergegas keluar ruangan pasiennya ia berjalan cepat menuju IGD.Dari kejauhan ia melihat wanita yang dikenalnya sebagai Rosmala itu duduk dengan gelisah menunggu dokter keluar dari ruang
Dokter Rizal menatap bocah lelaki yang tak sadarkan diri itu. Hatinya juga ikut sedih karena anak yang sehari-hari nampak sehat dan ceria itu tergolek lemah di rumah sakit. Lalu ia mengalihkan pandangan pada wanita yang selama ini dia suka tetapi terhalang sebuah status yang tak mungkin ia terjang.Dokter Rizal keluar dari ruangan dan berjalan menuju pintu keluar rumah sakit ia masuk ke dalam mobil lalu menjalankan dengan kecepatan sedang mencari makanan sebab ia tahu Rosmala belum mengisi perutnya sama sekali.Ia berhenti di sebuah restoran dan memesan dua kotak makanan setelah itu ia kembali mobilnya dan kembali menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang kembali ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit ia keluar dari mobilnya lalu berjalan menyusuri koridor rumah sakit ia masuk ke dalam kamar inap Satria dan meletakan dua buah kotak makanan di atas meja."Ros, makanlah kau belum makan apapun dari tadi, jika kau sakit siapa yang akan menjaga anakmu," tekan Dokter Rizal"Iya aku m
Dokter Rizal menghampiri bocah yang dari tadi merancau, disentuhnya kening bocah itu, sangat panas. "Tunggu sebentar, aku akan belikan plaster penurun panas. Jangan menangis! Jika dia siuman nanti dia akan merasa bersalah karena membuat Mamanya menangis," ungkap Dokter Rizal."Baik, maaf!" jawab Naila sambil mengusap air matanya.Dokter Rizal keluar ruangan untuk pergi kesebuah apotek, ia berjalan dengan sangat cepat. Setengah jam kemudian ia pun kembali dengan membawa kantong plastik dan memberikan pada Naila"Banyak sekali belinya Dok?" tanya Naila sambil mengambil satu dan dipasangkan di kening anaknya."Tidak apa-apa untuk persediaan saja," jawabnya sambil mengalihkan pandangannya pada tempat lain. Andai bukan istri orang pasti saat ini dia tidak segan-segan memeluk wanita itu dan memberikan kenyamanan pada hatinya."Ros, mandilah dulu biar segar, aku akan menunggu Satria di sini. Aku kawatir jika anakmu nanti siuman ia akan
Dokter Rizal terpaku menatap wanita itu, dia tidak mengira mendengar hal itu dari bibir wanita itu. Tenggorokannya terasa tercekat. Tidak munafik dia ingin suami Rosmalalah yang salah dan wanita itu akan menggugat cerai pada suaminya itu. Ternyata dugaannya salah dan ia menyadari sekarang apa yang dipikirkan bahwa dia begitu dekat dengan Rosmala ternyata tidak, ia tidak tahu apa-apa tentang wanita itu.Hatinya berdenyut nyeri, ia keluar dari ruangan itu, pernah ia bertanya pada Hatan, tetapi jawaban pria itu tidak memuaskan hatinya.Jam berjalan dengan sangat lambat, ingin sekali dia meninggalkan wanita itu sendirian di sini tetapi ia tidak tega melakukan itu.Ia melihat jam tangannya menunjuk pukul sembilan malam, Ia kembali masuk keruangan Itu, Satria belum juga tersadar, beberapa kali la masih mendengar rancauan dari bibir mungilnya memangil Papa lalu ia menatap wanita itu dan mendekatinya."Ros, katakan siapa ayah dari Satria dan tinggal di mana? Aku akan mencarinya dan membawanya
Naila tidak tahu harus senang ataukah sedih ketika sang anak telah tersadar dari pingsannya, nyatanya sang anak merintih mengadu sakit di sekujur tubuhnya."Aku panggilkan Dokter Hamza, yang menangani langsung Satria," ucapnya sambil menekan bel panggilan.Tak lama kemudian Dokter Hamza datang, Memang ia menunggu Satria siuman karena di rangsang apa pun saja bocah itu tidak merespon. "Ada keluhan?" tanya Dokter Hamza."Ia merasa sakit di seluruh tubuhnya Dok," ucap Naila.Dokter Hamza mengerutkan dahinya dan menuliskan sebuah resep untuk di beli sekarang juga."Zal, kau tebus resep ini di apotik dan usahakan mau makan sebelum minum obatnya," saran Dokter Hamza."Ok! Trimakasih Za," jawab Dokter Rizal dan Dokter Hanza mengangguk ia pun keluar dari ruangan itu setelah memberi tahu bahwa besok akan di periksa secara menyeluruh."Boy mau makan apa nanti om belikan, itu buburnya sudah dingin, biar om ganti yang baru?" tanya Dokter Rizal."Aku tidak mau bubur om, mau nasi saja, mau ayam hi