“Mom. Daddy punya selingkuhan.” Langit langsung menyemburkan air putih yang baru saja masuk mulut saat mendengar ucapan Aruna. “Apa?" Bintang sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Aruna melirik Langit yang terlihat panik juga bingung karena mendengar ucapannya. Dia malah terlihat santai saat kedua orang tuanya sangat syok dengan apa yang baru saja dikatakan. “Apa itu benar?” Bintang langsung menatap murka ke suaminya. “Mana ada!” sanggah Langit, “Runa, jangan mengada-ada,” ucap Langit ke Aruna. “Aku tidak mengada-ada,” balas Aruna sambil mengambil ponsel. Dia membuka galerinya, lantas menunjukkan ke Bintang foto yang dimintanya dari Citra. “Tuh, Mom. Berita itu sudah heboh di perusahaan,” ucap Aruna sambil memberikan ponselnya ke Bintang. Aruna pun menyantap makan malamnya dengan tenang di saat ibunya panik. Bintang melihat foto yang diperlihatkan Aruna, begitu juga dengan Langit yang penasaran karena dituduh berselingkuh. Dua orang tua itu melongo saat melihat foto yang dip
“Kondisi Emily berangsung membaik. Terima kasih sudah mau menjenguknya setiap hari,” ucap Ansel saat bicara dengan Aruna di luar kamar Emily. Aruna tak membalas ucapan Ansel. Dia hanya mengangguk menanggapi ucapan pria itu. Dia pun hendak pergi karena harus ke kantor, tapi langkahnya terhenti karena panggilan dari Ansel. “Runa.” Aruna menoleh lagi, lantas menatap Ansel yang memandangnya. Dia melihat Ansel yang terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi tak kunjung dikatakan. “Apa?” tanya Aruna yang masih bersikap dingin ke Ansel. “Tidak ada,” jawab Ansel, “hati-hati di jalan.” Aruna tak membalas ucapan Ansel. Dia pun langsung pergi begitu saja. Ansel menatap Aruna yang kini berjalan menjauh darinya. Dia hanya bisa memandang wanita itu tertawa bersama orang lain, tapi tak bisa tertawa untuknya. Banyak kata yang hendak dirangkai untuk Aruna, tapi Ansel takut jika tanpa sengaja melukai hati wanita itu lagi, membuat Ansel akhirnya hanya bisa memendam selama masih bisa melihat Aruna di
“Bu Aruna.” Semua Staff begitu terkejut hingga langsung menurunkan pandangan karena takut terkena masalah. Aruna memandang satu persatu staff satu timnya itu, lantas tatapannya tertuju ke Siska. “Gosip apa lagi, Sis? Soal aku jadi sugar baby-nya Pak Langit?” tanya Aruna santai, tak ada kecemasan sama sekali dalam raut wajahnya. Siska tidak berani menjawab dan hanya menundukkan kepala. Aruna mengulurkan tangan ke Siska ingin meminta ponsel staffnya itu. Dia hanya ingin melihat apa yang dibicarakan oleh para staff di room chat. Siska tak bisa menolak permintaan Aruna. Dia pun memberikan ponselnya ke wanita itu. Aruna membaca pesan yang ada di room chat, lengkap dengan foto dirinya yang disebar oleh salah satu staff. “Kalian tidak usah ikutan, takutnya kalian juga terkena masalah dengan atasan. Tapi balik lagi, kalau kalian suka bergosip, bisa dicoba ikut bergosip, tapi resiko tanggung sendiri,” ujar Aruna memperingatkan tapi dengan kalimat santai. Aruna memberikan ponsel ke Sis
Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Aruna saat baru saja menginjakkan kaki di lobi. Dia sangat terkejut saat ada yang berani menamparnya, bahkan pipinya kini terasa begitu panas dan merah. Wanita yang menyebar foto di room chat perusahaan menampar Aruna karena kesal dirinya kini dipecat. “Beraninya kamu menamparku!” Aruna menatap tajam ke wanita yang ada di hadapannya. Para staff yang sedang ingin pulang pun terkejut melihat kejadian itu, hingga mereka menonton untuk mengetahui apa yang terjadi. “Wanita sepertimu memang layak ditampar! Kamu memang tidak tahu diri!” amuk wanita itu. “Tidak tahu diri? Siapa yang tidak tahu diri? Tidak tahu diri itu, sudah diberi pekerjaan layak tapi masih menggosipkan atasan!” balas Aruna meski pipinya panas. Dia tidak akan mau kalah dari wanita itu. “Kamu!” Wanita itu mengangkat tangan untuk menampar Aruna lagi, hingga membuat staff terkejut melihatnya. Namun, belum juga wanita itu mendaratkan tamparan lagi di pipi Aruna, tangannya sudah dice
“Papi, apa sore ini boleh ketemu Kakak Cantik?” tanya Emily saat menghubungi Ansel dari panggilan telepon. Emily sudah dua hari di rumah setelah pulang dari rumah sakit. Dia kini berada di kamar untuk minta izin ayahnya agar bisa menemui Aruna. Di ruang kerjanya, Ansel sedang bekerja seperti biasa saat mendapat panggilan dari Emily. Dia menengok ke arloji yang melingkar ketika mendengar pertanyaan dari putrinya itu. “Kapan Emi mau ketemu Kakak Cantik?” tanya Ansel. “Nanti sore kalau Kakak Cantik sudah pulang kerja, biar aku bisa lama ketemunya,” jawab Emily dari seberang panggilan. “Nanti papi pulang lebih awal, lalu papi antar ketemu Kakak Cantik,” ujar Ansel kemudian. “Oke, janji ya. Jangan bohong.” Ansel tersenyum mendengar ucapan Emily. Dia pun berjanji akan mengantar Emily menemui Aruna. Panggilan itu pun berakhir. Ansel diam memandang layar ponselnya. Dia tiba-tiba tersenyum lantas kembali bekerja. Saat sore hari. Ansel benar-benar pulang lebih awal, dia kini sedang ber
Aruna duduk di depan meja rias. Dia memandang bayangan dari pantulan cermin sambil mengeringkan rambut dengan hairdryer. “Apa kamu tidak mau menjelaskan apa pun kepadaku, Ans?” Aruna menunggu Ansel jujur. Entah kenapa dia ingin sekali mendengar pengakuan Ansel tanpa dia tanya. Dia hanya ingin tahu alasan Ansel memilih mengakhiri hubungan mereka, daripada menjelaskan yang terjadi. Andai Ansel dulu jujur, bisa saja Aruna memilih menunggu jika saja pernikahan Ansel hanya sebuah kontrak. “Aku benar-benar tak bisa memahami, Ans.” Aruna mendengkus kasar lalu meletakkan hairdryer di meja. Dia berpikir sambil menyisir rambut, apa yang sebenarnya diharapkannya sedangkan dia sendiri masih bersikap dingin ke pria itu. “Kenapa aku jadi memikirkanmu?” Aruna menggelengkan kepala pelan karena pikirannya sendiri. Dia memilih berhenti memikirkan Ansel karena tak ingin jatuh lebih dulu seperti sebelumnya. ** Aruna makan malam bersama kedua orang tuanya seperti biasa. Mereka sudah berada di mej
“Saya baru saja dapat kabar kalau Bu Aruna sudah menerima bunga dan makanan yang Anda berikan, Pak.” Asisten Ansel menyampaikan informasi yang didapatnya dari kurir yang mengirimkan barang pesanan Ansel. “Baik, terima kasih sudah melakukannya untukku,” ucap Ansel. “Siap, Pak. Saya permisi dulu.” Asisten Ansel pun pamit pergi meninggalkan ruangan Ansel. Ansel menautkan jemari untuk digunakan sebagai penyangga dagu, kedua sikunya bertumpu di meja, kini dia sedang memandang ponsel yang ada di hadapannya. Dia menunggu Aruna menghubungi, berharap wanita itu menghubunginya lalu memberikan maaf yang sangat diharapkan. Namun, setelah hampir 30 menit Ansel hanya memandangi ponselnya. Dia tidak mendapat panggilan atau pesan sama sekali dari Aruna. “Apa dia masih belum bisa memaafkanku?” Ansel bertanya-tanya sendiri. Dia mulai gelisah karena Aruna masih tak mau memaafkannya. “Tidak bisa! Aku tidak bisa membiarkan ini,” ucap Ansel yang tidak sabar dan panik. Ansel bertekad untuk terus b
“Nanti sore jangan pulang terlambat ya, Run.” Aruna berhenti melangkah saat mendengar ucapan sang mommy. Dia baru saja hendak berangkat ke kantor, tapi sang mommy mengajaknya bicara. “Memangnya ada apa?” tanya Aruna sambil memandang Bintang. Bintang hanya tersenyum mendengar pertanyaan Aruna. “Tidak ada. Mommy hanya ingin makan malam bersama saja,” jawab Bintang.Aruna menaikkan satu sudut alis, hingga ingat ucapan Bumi kemarin. “Maksudnya makan malam dengan Bumi dan Paman?” tanya Aruna menebak. Bintang tak terkejut mendengar tebakan Aruna. Dia pun menjawab, “Iya, nanti Sashi, Archie, dan Nanda juga datang. Jadi mommy memang ingin makan malam keluarga bersama.” Aruna mengangguk-angguk mendengar jawaban Bintang. Dia lantas pamit karena harus segera pergi ke kantor. “Mommy benar-benar ingin mengadakan makan malam,” ucap Aruna saat menghubungi Bumi sambil menyetir. “Mommymu mengatakan alasannya?” tanya Bumi dari seberang panggilan. “Katanya hanya ingin makan bersama saja. Kak S
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.