Hanzel pergi mencari sarapan untuk Milea sekalian membeli kopi agar dirinya bisa terus terjaga membantu Milea mengurus Kainan. Saat dia kembali ke ruangan Kainan, Hanzel mendengar percakapan di dalam ruangan itu.Hanzel pun diam mendengarkan, hingga setelah hening tanpa suara, Hanzel memberanikan diri masuk ruangan itu.“Hanz.” Milea sangat terkejut mendengar Hanzel masuk kamar.Milea berharap Hanzel tak datang sebelum kedua orang tuanya pergi, tapi siapa sangka pria itu malah datang lebih dulu.Mark dan Cantika menatap ke Hanzel yang baru saja datang. Mereka tentunya terkejut ada seorang pria masuk ke ruangan itu, apalagi Hanzel tak seperti sedang bertamu di sana.“Siapa kamu?” tanya Mark dengan suara tegas.Milea menggelengkan kepala sambil menatap Hanzel, memberi isyarat agar pria itu tak mengaku.Hanzel melihat Milea menggelengkan kepala, tapi sesuai dengan janjinya sebagai pria yang ingin bertanggung jawab terhadap Milea dan Kainan, Hanzel pun mencoba mengaku.“Perkenalkan, saya
“Oma, kenapa paman itu bilang kalau Kai anaknya?” tanya Kainan setelah Mark menyeret Hanzel keluar. Cantika bingung menjawab pertanyaan Kainan, belum lagi terdengar suara ribut dari luar. “Kai tidak usah mendengarkan ucapannya. Paman itu hanya bercanda dan tidak serius mengatakan itu,” ucap Cantika mencoba mengalihkan perhatian Kainan. Baru juga Cantika berhenti bicara, terdengar suara bertengkar di luar hingga membuat Cantika memejamkan mata sejenak. “Apa pun yang Kai dengar dari luar, jangan dianggap. Itu urusan orang dewasa, jadi Kai tidak usah mendengarnya,” ucap Cantika karena takut Kainan memasukkan dalam pikiran setiap ucapan yang didengar. Kainan hanya mengangguk-angguk mendengar ucapan Cantika meski mendengar keributan di luar. “Kai mau nonton kartun? Biar oma nyalakan televisinya,” ucap Cantika lantas menyalakan televisi dengan volume lumayan keras agar Kainan tak lagi mendengar pertengkaran di luar kamar. Ranjang bagian kepala agar dinaikkan agar Kainan bisa menonton
Milea langsung menangis sambil menunduk mendengar ucapan sang ayah. Hanzel langsung menatap Milea saat mendengar ucapan Mark. Memang dia bersalah karena dulu sama sekali tidak peka dengan perasaan wanita itu, dia masih labil dan hanya memikirkan dirinya sendiri. “Aku mengakui semua kesalahanku. Dulu aku memang labil dan tak memikirkan perasaan siapa pun. Namun, itu dulu, apa sekarang aku tidak berhak mendapat kesempatan kedua untuk menebus kesalahanku?” Hanzel mencoba bertanggung jawab sepenuhnya dengan mengakui kesalahan. “Kesempatan kedua kamu bilang? Apa sekarang itu perlu? Dulu kamu tak bisa memahami perasaannya, apa kamu pikir sekarang juga bisa memahaminya? Kamu mau menebus kesalahan, kenapa tidak mati saja? Andai aku menemukanmu lebih awal, aku tidak peduli kamu siapa, akan kubuat mulutmu diam!” hardik Mark tak mau mendengar apa pun yang dikatakan Hanzel. Hanzel dan Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Mark, Milea sampai menatap tak percaya ke ayahnya itu. “Pa.” Milea men
“Hanz, apa yang terjadi dengan wajahmu? Siapa yang menghajarmu?” Cheryl sangat syok melihat putra kesayangannya babak belur seperti itu. Hanzel sangat terkejut melihat kedatangan sang mami, kenapa Cheryl ada di sana sedangkan dia tak memberitahu kalau dirinya baru saja dipukuli. Aruna berada di belakang Cheryl, ternyata Sashi menghubunginya untuk memberitahukan kondisi Hanzel, siapa sangka Aruna malah memberitahu Cheryl. “Siapa yang melakukan ini? Kamu pamit buat jagain anakmu, kenapa kamu babak belur? Apa ayah wanita itu yang melakukannya? Katakan!” Cheryl tidak terima putranya diperlakukan seperti ini. Hanzel menghela napas kasar, untung saja sang mami datang setelah dirinya diobati sehingga wajahnya tak terlihat terlalu buruk. “Mi, duduk dulu. Tenang, aku baik-baik saja,” ucap Hanzel mencoba menenangkan. “Apanya baik-baik saja? Kondisimu begini, bagaimana bisa bilang baik-baik saja? Mami tidak terima, siapa yang memukulmu? Ayahnya atau ibunya, biar mami yang hadapi!” geram C
“Mama, apa Opa jahat ke Mama lagi? Atau paman itu jahat ke Mama?” tanya Kainan karena melihat wajah Milea yang sembab. Milea tersenyum menanggapi pertanyaan Kainan. Dia pun menggeleng pelan untuk menyanggah dugaan putranya itu. “Tidak, tidak ada yang jahat sama mama,” jawab Milea karena tak ingin mendoktrin pikiran Kainan tentang hal buruk. “Tapi mata Mama merah,” ucap Kainan terus memperhatikan wajah Milea. Milea tetap berusaha tersenyum meski putranya terus curiga. “Iya merah karena tadi mata mama kena debu. Kai tidak perlu cemas, mama akan selalu baik-baik saja selama Kai bahagia,” ujar Milea lantas mencium punggung tangan Kainan. Saat Kainan dan Milea masih bicara, terdengar suara pintu kamar terbuka, membuat Milea langsung menoleh. Milea melihat Cheryl masuk ruangan itu, tapi belum mengetahui kalau wanita itu ibu Hanzel sebelum kemudian dia melihat Hanzel berjalan di belakang wanita itu. “Hai,” sapa Cheryl bersikap biasa seolah tak terjadi apa-apa. Milea langsung salah t
“Ayah kandung Kai muncul, lalu Mark menghajarnya karena tak terima dengan perbuatan pria itu. Apa yang harus kulakukan, Ana? Sekarang hubungan kami dengan Milea semakin buruk. Bahkan Milea melarang kami menjenguk Kai.” Cantika menemui Rihana—saudara juga mertua Sashi untuk mendiskusikan masalah Milea. Rihana hanya mengembuskan napas kasar mendengar cerita wanita yang berumur lebih muda darinya itu. Dia lantas melirik sang suami karena ternyata mereka sudah mengetahui soal siapa ayah Kainan dari besan mereka. “Kamu sudah tahu Mark itu keras kepala, tapi kamu tahu juga jika hatinya tak sekejam itu. Di balik kerasnya segala sifat dan keputusannya, aku yakin dia memiliki keputusan yang baik,” ujar Rihana mengingatkan. “Aku tahu, tapi Milea sudah salah paham dengan maksud ayahnya. Aku benar-benar frustasi, apalagi Kai mengira kami menindas ibunya, sehingga Kai pun tak mau dekat dengan kami,” balas Cantika dengan ekspresi wajah sedih. “Jangan salahkan Kai atau Milea atas sikap mereka.
“Kamu akan pulang ke rumah orang tuamu?” tanya Hanzel setelah mendapat informasi dari dokter jika besok Kainan boleh pulang. Milea terdiam sejenak mendengar pertanyaan Hanzel, lantas menatap pria itu. “Aku akan mengajak pulang Kai ke apartemen. Aku tidak mau terus berdebat dengan Papa lalu didengar Kai,” jawab Milea lantas menoleh ke ranjang Kainan. Kainan sudah tidur, karena itu keduanya bisa bicara dengan leluasa. “Kai sering mendengar kalian bertengkar?” tanya Hanzel. “Tidak juga, hanya beberapa kali tapi tampaknya hal itu sangat membekas di hatinya. Setiap Papa atau Mama bicara dengan nada tinggi, Kai langsung menganggap jika mereka sedang menindasku. Aku tidak mau Kai jadi pendendam, apalagi dia selalu memasukkan segala perkataan dari siapa pun ke dalam hati,” jawab Milea menjelaskan. Hanzel mengangguk paham, hingga kemudian berkata, “Pantas saja dia langsung tak menyukaiku karena aku membentakmu.” Milea tertawa kecil mendengar ucapan Hanzel. “Ya, begitulah. Makanya berha
“Aku dengar, besok Kai sudah boleh pulang. Kamu tidak mau ikut menjemputnya? Kondisi Kai pasti tak langsung pulih, jadi mungkin Milea akan membutuhkan kita membantu menjaga Kai,” ucap Cantika mencoba membahas masalah cucu mereka. Mark baru saja selesai mandi saat mendengar ucapan istrinya itu. Dia menatap Cantika yang duduk sambil memandangnya. “Milea bilang kita tidak usah ke sana, kan? Jadi tidak usah ke sana,” balas Mark lantas melempar handuk ke ranjang baju kotor. Cantika sangat terkejut mendengar ucapan Mark. Sejak kejadian di rumah sakit, suaminya itu memang tak mau membahas soal Kainan. “Aku tahu kamu marah karena sikap Milea, tapi kita juga salah kepadanya,” ucap Cantika mencoba membujuk sang suami. Mark langsung membalikkan badan hingga saling berhadapan dengan Cantika. Tatapan matanya memperlihatkan ketidaksukaan atas pembicaraan yang sedang dibahas. Cantika diam menatap tatapan sang suami, hingga pria itu memilih keluar dari kamar. Cantika mengembuskan napas kasar.
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.