“Cokelat.” Ansel memberikan secangkir cokelat untuk Aruna yang sedang duduk sendiri di balkon kamar mereka. Aruna mendongak mendengar suara Ansel. Dia lantas menerima cangkir berisi cokelat panas itu. “Terima kasih,” ucap Aruna sambil melebarkan senyum. Ansel duduk di kursi yang terdapat di samping Aruna, lantas menikmati kopi yang dibawanya. Aruna meniup pelan cokelat panasnya, lantas menyesap perlahan. “Di sini dingin, kenapa duduk di luar?” tanya Ansel sambil menoleh Aruna. Aruna baru saja menyesap cokelat panas. Dia menatap langit yang tampak gelap, lantas menoleh ke suaminya. “Duduk di sini terasa menyenangkan,” jawab Aruna lantas meletakkan cangkir di meja. “Masih memikirkan semua masalah yang menimpa keluarga kita?” tanya Ansel karena takut Aruna masih terbebani dengan segala kejadian yang menghampiri biduk rumah tangga mereka. Aruna terkejut mendengar pertanyaan Ansel. Dia hendak membalas, tapi suaminya itu sudah lebih dulu menggenggam telapak tangannya. “Maaf karena
“Ada apa memintaku datang kemari? Memangnya kamu tidak bisa mengatakannya dari telepon?” tanya Bumi keheranan karena Aruna memaksa dirinya datang siang itu. “Kamu ngeluh terus, tampaknya kamu memang tak tertarik mencari tahu soal Winnie,” balas Aruna kesal dengan sikap Bumi. Bumi terdiam mendengar balasan Aruna. Bukannya dia tak mau mencari tahu atau tak peduli, hanya saja Bumi merasa terabaikan karena Winnie sama sekali tak merespon pesannya. Aruna memperhatikan Bumi yang hanya diam. Dia pun menghela napas kasar lantas mencoba menjelaskan. “Winnie mengalami insiden di sana, Bum. Aku tidak tahu detailnya, tapi itu kata Kak Nanda,” ujar Aruna memberitahukan apa yang diketahui. Bumi tentu saja begitu terkejut mendengar ucapan Aruna hingga menatap sang sepupu dengan rasa tak percaya. “Insiden apa?” Bumi langsung terlihat mengkhawatirkan Winnie. “Aku tidak tahu. Kak Nanda hanya bilang kalau kakak dan ibunya Winnie menyusul ke sana karena Winnie dirawat di rumah sakit. Itu pun kejadi
“Mami, kapan Mami bisa antar sekolah lagi?” tanya Emily sambil menatap bayangan Aruna dari pantulan cermin. Aruna tersenyum sambil menyisir rambut Emily lantas menjawab, “Hari ini mami yang mengantarmu.” “Benarkah?” Emily terlihat sangat senang, bahkan dia tersenyum lebar. Aruna mengangguk-angguk, lantas menyelesaikan menyisir agar Emily siap ke sekolah. Aruna dan Emily pergi ke ruang makan, di sana sudah ada Ansel dan yang lain menunggu mereka. “Hari ini Mami mau antar ke sekolah, Oma.” Emily duduk di kursi sambil memberitahukan informasi yang membuatnya senang. “Benarkah?” Bintang langsung menatap Aruna setelah mendengar ucapan Emily. “Apa kamu yakin sudah bisa mengantar Emi?” tanya Ansel sambil menatap istrinya itu. “Aku tidak sendiri, nanti biar diantar sopir jadi aku tidak perlu menyetir,” jawab Aruna karena tahu akan kecemasan sang suami. Ansel mengangguk paham mendengar jawaban Aruna. Dia hanya tak ingin kalau istrinya kelelahan atau kenapa-napa lagi karena belum sepen
“Aku tadi bertemu Milea.” Aruna sengaja mendatangi kantor Hanzel sambil menunggu jam sekolah Emily selesai. Hanzel langsung menatap Aruna saat mendengar apa yang diucapkan sepupunya itu. “Kenapa harus melapor? Kamu ke sini hanya untuk mengatakan itu?” Hanzel mendadak berubah sikap karena Aruna membahas Milea. Aruna benar-benar penasaran, kenapa Hanzel selalu kesal tiap membahas Milea. “Tadi aku ngobrol sebentar dengannya, dia--” Apa yang ingin diucapkan Aruna dipotong cepat oleh Hanzel. “Sudahlah, kenapa harus membahas dia. Aku dan dia sudah tidak ada hubungan apa pun. Aku juga tak mau mendengar namanya lagi,” ujar Hanzel memotong ucapan Aruna. “Sudah tidak ada? Berarti dulu ada? Apa karena dia pergi ke luar negeri, makanya tak ada hubungan lagi?” tanya Aruna menebak. Hanzel tak menjawab pertanyaan Aruna. Dia hanya menatap tajam ke sepupunya itu. Aruna sendiri tampak terkejut melihat tatapan Hanzel. Dia tak pernah melihat tatapan semengerikan itu dari mata sang adik sepupu yang
Hari itu Ansel menepati janji mengajak jalan-jalan Emily dan Aruna. Aruna dan Emily sudah bersiap-siap, memakai pakaian santai bermotif sama sehingga keduanya terlihat sangat menggemaskan. “Kami siap,” ucap Aruna saat menemui Ansel yang masih di kamar. Ansel menoleh dan melihat dua perempuan kesayangannya itu berpakaian kembar. “Dari mana datangnya ide memakai pakaian sama, hm?” tanya Ansel sambil mendekat ke Aruna dan Emily. “Mami,” jawab Emily sambil menunjuk ke Aruna. “Tentu saja aku,” jawab Aruna juga. “Sebagai ibu dan anak, kami harus kompak. Bukankah begitu, Emi?” Aruna mengajak Emily melakukan tos. Emily memberikan tos yang diinginkan sang mami, lantas tertawa menggemaskan. “Kalau begitu ayo kita berangkat,” ajak Ansel. Emily dan Aruna mengangguk. Emily menggandeng Ansel dan Aruna saat menuruni anak tangga, tak lupa mereka pamit ke Bintang dan Langit sebelum pergi. Sepanjang perjalanan, Emily menyanyikan lagu yang diajarkan di sekolah. Dia sangat senang karena akhirnya
“Bagaimana kondisi Winnie, Kak? Dia sudah dibawa pulang, kan?” tanya Aruna saat menemui kakak iparnya itu. “Duduklah dulu, kamu ini baru datang tapi langsung tanya,” protes Sashi karena sang adik tak sabaran. “Ya, kan aku hanya ingin tahu. Lebih cepat, lebih baik,” balas Aruna karena terkena teguran sang kakak. Sashi mencebik karena tingkah sang adik. Dia pun mengajak adik dan iparnya itu duduk untuk membahas Winnie. “Kamu tanya-tanya soal Winnie, apa karena Bumi?” tanya Sashi menebak karena tahu soal hubungan Winnie dan Bumi. Nanda sendiri terkejut istrinya tahu karena dirinya tak pernah tahu soal itu. “Iya, aku kasihan saja karena Bumi benar-benar mencintai Winnie, tapi mendadak Winnie tak bisa dihubungi,” jawab Aruna jujur ke sang kakak. “Jadi, bagaimana kondisinya? Dia baik-baik saja, kan?” tanya Aruna sambil menatap sang kakak ipar. Nanda dan Sashi saling tatap sejenak, lantas menatap Aruna bersamaan. “Sebenarnya tidak baik,” jawab Sashi. “Kami tadi sudah ke sana karena
“Semua keputusan ada di tanganmu. Lagi pula, mau melanjutkan atau tidak, itu hakmu. Aku hanya memberitahumu akan kondisinya.” Aruna dan Ansel menemui Bumi. Mereka menceritakan kondisi Winnie saat ini. Bumi sangat terkejut mendengar semua cerita Aruna. Dia sampai terdiam tak bisa berkata-kata, tatapan matanya yang tenang sampai tak bisa ditebak apa yang sebenarnya sedang dipikirkan. “Kami tahu jika pasti berat menerima semuanya. Tak ada juga orang yang mau menerima pasangan tak sempurna, tapi Kak Sashi bilang masih ada harapan Winnie sembuh, hanya saja Winnie depresi dan seperti kehilangan semangat. Dia menolak melakukan terapi,” ujar Aruna lagi. Bumi masih diam mendengar ucapan Aruna, hingga akhirnya terdengar suara helaan napas kasar dari bibirnya. “Kamu mau menemaniku menemuinya?” tanya Bumi sambil menatap Aruna. Aruna dan Ansel terkejut mendengar pertanyaan Bumi. Aruna pun menganggukkan kepala menjawab pertanyaan itu. “Tapi, kamu mau menemuinya untuk mengakhiri hubungan kalia
“Kamu yakin ingin masuk sendiri?” tanya Aruna sambil menatap Bumi yang sedang memandang pintu kamar Winnie. Bumi menoleh Aruna, lantas menganggukkan kepala. Dia membuka pintu perlahan, lantas masuk tanpa menutup pintu agar tidak ada kesalahpahaman. Bumi melihat Winnie yang duduk di kursi roda, menghadap ke jendela kamar. “Sudah aku bilang, aku tidak mau bertemu siapa pun. Tidak perlu susah-susah mengantar makanan untukku juga.” Suara Winnie terdengar dingin, tak terdengar seperti dulu yang manja. Bumi berhenti di ambang pintu mendengar suara Winnie. Aruna dan ibu Winnie pun cemas, keduanya menatap Bumi yang berhenti melangkah. Bumi menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan. Dia lantas berjalan perlahan menghampiri Winnie, Bumi tak ingin terburu-buru karena takut mengejutkan gadis itu. “Sudah kubilang, aku tidak mau diganggu.” Winnie kembali bicara karena mendengar suara langkah kaki. Bumi berhenti tepat di belakang Winnie, gadis itu tampaknya belum menyadari jika yang
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.