Jangan lupa tinggalkan pesan, ya. Yang belum memberi ulasan dan bintang lima, boleh banget dikasih ya, biar aku semakin semangat. Misal suka dengan kisah Aruna dan Ansel, jangan dikasih bintang di bawah lima ya, kakak-kakak baik. Terima kasih banyak. Salam sayang dariku.
Semua orang pun dibuat bingung karena ucapan Bintang. Mereka sampai saling tatap sebelum akhirnya memandang Ansel. Ansel hanya diam mendengar ucapan Bintang, apalagi wanita itu kini menatap tajam penuh kebencian. Dia memberi isyarat ke asistennya agar pergi bersama yang lain sedangkan dia harus menghadapi Bintang. Semua orang pun pergi, kini tinggal Ansel, Bintang, dan Sashi yang ada di sana. “Mom, sudah.” Sashi mencoba meredam kemarahan ibunya itu. Bintang tetap tidak mau mendengarkan Sashi. Sejak dulu Bintang ingin meluapkan kekesalan karena Ansel sudah membuat Aruna pergi, tapi karena terus ditahan Langit, membuatnya memilih mengabaikan dan fokus ke Aruna. Namun, karena bertemu langsung dengan Ansel, membuat Bintang kembali murka. “Mohon maaf atas kesalahanku, Bibi.” Ansel menundukkan kepala, lantas sedikit membungkukan badan untuk meminta maaf ke Bintang. “Maaf, kamu pikir bisa minta maaf begitu saja!” Bintang benar-benar mengamuk. Ansel hanya diam menunduk mendengarkan amu
Di ruang makan, terlihat banyak menu makanan yang disajikan oleh pembantu rumah keluarga Aruna. Malam itu diadakan makan malam bersama yang hanya dihadiri oleh keluarga Aruna dan keluarga Bumi. “Kenapa kamu pakai pakaian begitu?” tanya Bintang saat melihat Aruna hanya memakai kaus pendek dan celana denim sebatas lutut. “Memangnya kenapa, Mom?” tanya Aruna keheranan karena pertanyaan Bintang. “Kita ‘kan mau makan malam, Runa. Kenapa kamu malah pakai pakaian seperti itu? Ganti sana!” Bintang meminta Aruna mengganti pakaiannya. Aruna mengerutkan alis mendengar ucapan Bintang. “Makan malamnya sama Paman dan Bumi doang ‘kan, Mom? Ga ada orang asing atau rekan bisnis Daddy, kan?” tanya Aruna keheranan karena sikap Bintang. “Iya memang tidak ada. Tapi tetap saja, kamu harus berpakaian rapi. Sana ganti baju, ganti dengan pakaian yang sopan, kalau perlu dress yang cantik!” perintah Bintang tak mau dibantah. Aruna tak bisa membantah perintah Bintang. Dia pun kembali naik ke lantai atas un
“Kalian pasti mau, kan? Apalagi kalian sebelumnya juga pernah saling suka.”Bintang bicara sambil memandang Aruna dan Bumi secara bergantian.Bumi dan Aruna masih syok karena tak menyangka jika mereka dijodohkan.Bumi hendak bicara untuk menolak rencana Bintang, tapi ayahnya langsung menggenggam telapak tangannya, membuat Bumi menoleh ke Anta.Anta menggelengkan kepala, meminta agar Bumi tidak langsung menolak atau memprotes rencana Bintang.Langit, Sashi, dan Nanda hanya diam mendengar keputusan Bintang. Mereka tidak ada yang membantah atau membantu Aruna bicara.Aruna sendiri masih syok, tapi berusaha untuk tetap tenang. Kini dia paham akan maksud ucapan Langit.“Mom, bukannya aku ingin menolak. Tapi aku merasa semua ini terlalu mendadak,” ujar Aruna mencoba untuk menolak tapi dengan cara yang halus.Bintang menatap Aruna yang baru saja mengemukakan pendapat.“Apanya yang mendadak? Mommy sudah bicarakan ini dengan daddymu juga ayahnya Bumi,” balas Bintang.Aruna terkejut hingga lang
Aruna pergi ke perusahaan di hari berikutnya. Dia berjalan masuk lobi, hingga langkahnya terhenti saat melihat banyak orang sedang berkerumun di sana.“Bu Aruna.”Aruna menoleh saat melihat satpam menghampirinya.“Ada apa ini, Pak?” tanya Aruna ke satpam.“Itu ada kiriman bunga untuk Bu Aruna,” jawab satpam.Aruna terkejut mendengar ucapan satpam. Dia pun buru-buru mendekat ke kerumunan staff yang ada di sana, lantas melihat bunga apa sampai semua orang berkerumun di sana.Hingga Aruna terlihat sangat terkejut ketika melihat banyaknya buket bunga yang ditata di tengah lobi, jika dihitung mungkin lebih dari puluhan buket.“In-ini?” Aruna sangat syok dengan yang dilihatnya.Di saat yang bersamaan Langit pun baru saja tiba di lobi. Dia melihat staff yang berkerumun di sana, sehingga dia mendekat untuk melihat apa yang terjadi.“Dari siapa untuk siapa?”Suara Langit mengejutkan semua orang, terutama para staff. Mereka menoleh ke Langit, hingga satu persatu dari mereka membubarkan diri kar
Aruna sangat terkejut saat Ansel menarik lengannya, hingga dia melihat pria menggunakan jaket hitam dan masker yang menutup setengah wajah berada dekat dengan mereka. Dia baru menyadari apa yang dilakukan pria itu hingga Ansel menariknya. “Ans!” teriak Aruna saat melihat tangan pria asing mengarah ke Ansel dan dirinya. Aruna melihat pria itu menarik tangan, hingga terlihat belati dengan darah yang melumuri benda silver itu. “Ans!” Aruna syok saat Ansel terkena tusuk karena melindunginya. Aruna langsung mencoba menopang tubuh Ansel yang luruh ke tanah. Pria yang menyerang Aruna pun kabur setelah salah menusuk. “Ans! Kenapa ….” Aruna terduduk di tanah dengan Ansel yang ada di pangkuannya. Dia melihat banyak darah mengalir dari perut pria itu. “Bumi! Bumi tolong!” teriak Aruna sambil menoleh ke kafe memanggil Bumi. “Bertahanlah,” ucap Aruna dengan suara bergetar. Tubuhnya gemetar melihat Ansel yang terluka. Ansel menahan sakit karena tusukan yang lumayan dalam. Dia melihat Aruna
“Runa!” Sashi langsung datang ke IGD saat mendengar dari perawat jika Aruna di sana. Tentunya sebagai kakak, Sashi cemas terjadi sesuatu dengan Aruna. Bumi menoleh saat mendengar suara Sashi, sedangkan Aruna masih menundukkan kepala. Aruna menunduk dengan kedua tangan yang masih berlumuran darah. Dia gemetar karena harus melihat Ansel yang masih mendapat penanganan medis. “Runa.” Sashi langsung berlutut di depan adiknya itu. Aruna mengangkat wajah hingga melihat Sashi yang sudah di depannya. Dia pun menangis, lantas dipeluk Sashi. “Dia akan baik-baik saja, kan? Semua karenaku, semua salahku.” Aruna menangis lagi setelah dipeluk Sashi. Sashi pun mencoba menenangkan. Dia melirik Bumi yang duduk di samping Aruna. “Kamu harus tenang. Aku yakin dia akan baik-baik saja, dokter sedang menanganinya,” ucap Sashi mencoba menenangkan. Aruna menangis semakin keras, membuat Sashi kebingungan karena baru kali ini melihat Aruna seperti ini. Setelah beberapa saat menangis dalam pelukan Sash
“Oma! Oma! Oma!” teriak Emily mencari Ayana. Emily baru saja pulang sekolah. Dia berlari mencari Ayana sambil memegang ponselnya. “Ada apa, Sayang? Kenapa lari-lari?” tanya Ayana keheranan saat melihat Emily berlarian di dalam rumah. “Ini, Kakak Cantik telepon, katanya mau bicara dengan Oma,” jawab Emily sambil memberikan ponselnya ke Ayana. “Kakak Cantik?” Ayana pun terkejut mengetahui Aruna hendak bicara dengannya. Ayana terlihat was-was, tapi tetap menerima ponsel Emily untuk bicara dengan mantan kekasih putranya itu. “Emi ganti baju dulu, ya. Oma bicara sama Kakak Cantik dulu,” ucap Ayana ke Emily setelah menerima ponsel dari cucunya itu. Emily menganggukkan kepala, lantas berlari ke kamarnya meninggalkan Ayana di ruang keluarga. Setelah memastikan Emily pergi, Ayana pun menjawab panggilan dari Aruna. Dia sengaja mau bicara setelah Emily pergi karena tak ingin cucunya itu mungkin mendengar hal yang tak seharusnya didengar. “Halo.” Ayana menjawab panggilan dengan rasa cema
“Maafkan aku, Bibi. Ans seperti ini karena menolongku.” Aruna bicara sambil menunduk.Aruna langsung minta maaf saat Ayana datang bersama ayah Ansel. Dia juga menceritakan kronologi kejadian agar kedua orang tua itu tak salah paham.Ayana benar-benar masih syok mengetahui putranya jadi korban penusukan. Bahkan kedua kelopak matanya pun terlihat bengkak karena menangis.“Ini musibah, tidak ada yang perlu disalahkan,” ujar Deon mencoba meredam ketegangan karena kasus yang terjadi.Aruna tetap merasa bersalah meski ayah Ansel terdengar tak mempermasalahkan apa yang terjadi.Ayana menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan. Dia pun mendekat ke Aruna, kemudian menepuk lengan mantan kekasih putranya itu.“Kamu bukan sengaja ingin membuat Ans terluka. Lagi pula Ans melakukannya pasti atas kesadarannya sendiri,” ucap Ayana terlihat ikhlas meski dalam tatapannya tampak kesedihan.Aruna masih diam sambil menunduk. Tangannya terlihat gemetar karena harus melihat banyaknya darah Ansel, s
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.