“Mereka ya?”Aruna menarik napas panjang lantas mengembuskan perlahan mendengar Jill bertanya soal hubungan Hanzel dan Milea. Meski Jill tak menyebut nama wanita yang dimaksud, tapi Aruna langsung paham ke mana arah pertanyaan itu.“Aku dan Hanz memang tak ada hubungan, tapi rasanya aneh saja saat aku bersamanya, lalu dia menatap wanita lain. Itu seperti aku seorang wanita yang sedang merebut kekasih wanita lain. Aku hanya ingin tahu, agar aku tidak salah langkah,” ujar Jill bicara dengan lembut.Aruna bingung harus jujur seperti apa. Dia pun akhirnya mencoba menjelaskan agar Jill tak salah paham.“Sebenarnya dulu Hanz dan Milea memang dekat. Setahuku mereka sefrekuensi karena sama-sama suka motor. Namun, aku setelahnya pergi dan tak tahu ada apa dengan mereka. Saat aku melihat keduanya lagi, mereka bersikap dingin satu sama lain,” ujar Aruna menjelaskan apa yang diketahuinya.Jill pun diam mendengar ucapan Aruna.“Tapi Milea sudah punya anak dan berkeluarga, aku yakin kalau Hanz akan
“Kamu ngajak keluar kenapa mendadak begini? Sebenarnya mau ke mana?” tanya Ansel sambil menyetir. Aruna menoleh Ansel, hingga kemudian menjawab, “Honeymoon kedua.” Ansel langsung menoleh dengan dahi berkerut halus. “Aku ingin pergi ke apartemen milikmu, yang dulu kamu siapkan untuk kita. Meski tidak ditinggali, tapi tidak ada salahnya berkunjung ke sana, kan?” Aruna menjelaskan saat melihat ekspresi terkejut suaminya. Ansel masih bingung dengan kemauan istrinya, tapi meski begitu dia tetap mengikuti keinginan Aruna. “Berarti ini kita ke apartemen?” tanya Ansel memastikan. “Iya,” jawab Aruna. “Di sana tidak ada makanan atau minuman, apa kita perlu membeli dulu sebelum ke sana?” tanya Ansel agak ragu. “Tidak usah, aku sudah menyiapkannya,” jawab Aruna dengan santai sambil melirik suaminya. Ansel lagi-lagi dibuat terkejut mendengar jawaban Aruna. Dahinya berkerut halus ketika menoleh sejenak ke istrinya itu. “Kapan?” tanya Ansel penasaran. “Ada siang tadi, tapi kamu saja yang
Ansel berdiri mematung di tempatnya sambil menatap Aruna yang berada di ambang pintu. Bahkan kelopak matanya sampai berkedip beberapa kali karena tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Kamu benar-benar mabuk,” ucap Ansel dengan tatapan tak teralihkan dari sang istri. “Tidak juga,” jawab Aruna sambil berjalan perlahan ke arah Ansel. Aruna berganti pakaian dengan lingerie hitam yang kontras dengan kulitnya. Pakaian kurang bahan itu sudah disiapkan sejak siang sehingga Ansel tak tahu kapan Aruna mendapatkan pakaian itu. “Jangan memancing, Runa. Kamu tahu kita belum boleh melakukannya,” ujar Ansel mencoba menahan diri meski tak mau mengelak jika terpesona dengan penampilan Aruna. Aruna berjalan mendekat ke Ansel, lantas berdiri di depan suaminya sambil merangkulkan kedua tangan di leher Ansel. “Siapa belum boleh? Aku sudah bersih sejak satu atau dua minggu lalu, sudah berkonsultasi dengan dokter juga. Hanya saja, aku belum boleh hamil sebelum 3 bulan. Jadi, kalau hanya berhubungan
“Katanya jalan-jalan, kenapa malah tidak pulang?” tanya Bintang sambil menatap Aruna dengan rasa curiga. Ansel berdeham lantas memilih pergi ke kamar lebih dulu. Bintang mengamati menantunya yang pergi menaiki anak tangga, lantas menatap Aruna yang masih di hadapannya. “Ih … Mommy kayak ga tahu aja. Kami kadang butuh waktu berdua, Mom. Mumpung aku juga sudah boleh, siapa tahu bisa jadi cucu buat Mommy,” ujar Aruna menjelaskan agar Bintang tak marah karena mereka tak memberi kabar jika tak pulang. “Hm … merayu?” Bintang memicingkan mata. Aruna tertawa melihat Bintang yang bersikap posesif seperti itu. Dia lantas memeluk sang mommy. “Mommy makin cantik kalau sedang marah.” Aruna kembali merayu. “Kalau begitu bagus mommy marah, kan. Biar kelihatan makin cantik,” balas Bintang menyindir. Aruna semakin tergelak mendengar ucapan Bintang. Dia gemas sampai mencium lama pipi wanita itu. “Runa, ish!” Bintang berusaha melepaskan diri dari sang putri. “Aku sayang Mommy yang selalu mence
Aruna dan Ansel mengajak Emily jalan-jalan, tapi sebelum itu mereka pergi ke kafe Bumi. “Paman Bumi!” Emily langsung menyapa Bumi yang menyambut kedatangannya. “Dipanggil dengan sebutan Paman, kenapa aku merasa sangat tua?” Bumi bicara dengan nada candaan sambil menatap Emily. Emily tersenyum lebar mendengar ucapan Bumi. “Kan biar sopan, mana bisa aku manggil Bumi saja seperti Mami dan Papi kalau manggil Paman,” celoteh Emily. Bumi menghela napas, lantas menatap Aruna dan Ansel yang menahan tawa. “Lagian, kamu memang sudah tua, kenapa tidak mau dibilang tua,” protes Aruna. “Suamimu juga tua, kenapa hanya aku yang dibilang tua!” protes Bumi balik. “Suamiku memang tua, tapi dia tampan dan sudah ada yang punya,” balas Aruna tak mau kalah, lantas diakhiri dengan gelak tawa. “Aku juga laku, nunggu sah saja,” ujar Bumi penuh percaya diri. Emily pusing sendiri melihat Bumi dan Aruna berdebat. Bahkan anak kecil itu sampai berkacak pinggang sambil geleng-geleng kepala. “Sama-sama tu
Hanzel masih menunggu di depan gerbang. Dia berdiri bersandar sisi mobil sambil menyilangkan kedua tangan di dada, hingga dia melihat satpam berjalan bersama Jill menuju gerbang.Hanzel langsung menegakkan badan sambil mengamati Jill yang sedang berjalan ke arahnya.“Kenapa kamu ke sini?” tanya Jill saat sudah sampai di hadapan Hanzel.Hanzel menatap wajah Jill yang masih pucat, tapi wanita itu masih bisa tersenyum.“Kamu tidak membaca pesanku sejak semalam. Aku hanya cemas karena kondisimu semalam,” ujar Hanzel.Jill tersenyum mendengar ucapan Hanzel, lantas membalas, “Aku belum melihat ponsel sama sekali. Bahkan ponselku masih di tas. Semalam aku langsung tidur, jadi tak tahu kalau kamu mengirim pesan. Bahkan aku mungkin masih tidur kalau tidak dibangunkan pembantu.”Hanzel menatap Jill dengan cemas. Dia mengulurkan tangan ingin menyentuh kening Jill, tapi wanita itu secara spontan mundur.Jill merasa canggung saat Hanzel hendak menyentuh keningnya. Dia pun memilih mundur untuk meng
Hanzel tampak kesal setelah membaca pesan dari sang oma. Dia sedang berada di mobil dalam perjalanan pulang, tapi sang oma mengirim pesan untuk membeli sesuatu.[Bukankah Oma biasanya buat sendiri, kenapa sekarang beli?]Hanzel mengirim pesan sambil menyetir. Dia menyetir dengan kecepatan rendah sambil menunggu balasan dari sang oma.[Opamu bilang ingin makan kue seperti yang dimakan di pesta kemarin. Oma sudah menghubungi karyawan tokonya untuk menyiapkan agar kamu tinggal ambil saja.]Hanzel menghela napas kasar. Dia malas pergi ke toko waktu itu karena takut jika tiba-tiba melihat Milea lagi. Dia pun belum tahu kalau toko itu milik Milea.[Baiklah.]Hanzel tak bisa menolak permintaan sang oma. Dia pun akhirnya memutar arah mobil untuk pergi ke toko kue yang dimaksud sang oma.Hanzel sudah sampai di parkiran toko. Dia tak langsung turun, tapi memilih mengamati lebih dulu apakah ada kemungkinan akan bertemu Milea lagi atau tidak.Setelah merasa aman dan tak ada tanda-tanda Milea di d
“Kai, kenapa tadi marahin orang seperti itu?” tanya Milea saat sudah berada di dalam bersama Kainan.Milea berlutut di depan Kainan yang duduk di kursi sambil menggenggam kedua telapak tangan Kainan.Milea harusnya bersyuku karena Hanzel tak mengejarnya lantas membahas masa lalu.“Kai ga suka kalau ada yang jahat sama Mama,” jawab Kainan sambil menggelembungkan kedua pipi, menunjukkan kalau dia sedang marah.“Dia tidak jahat. Mama saja yang salah, makanya tadi dia marah-marah,” ujar Milea menjelaskan.“Tapi dia ga boleh bentak-bentak Mama! Oma dan Opa bentak saja, Kai tidak suka. Apalagi dia!” Kainan kekeh tak terima ada yang menyakiti ibunya.Milea mencoba tersenyum dengan kemarahan Kainan. Putranya itu sangat menyayanginya, sehingga kadang begitu posesif meski sebenarnya penakut.“Iya, nanti kalau ketemu dia lagi atau orang lain, mama akan minta agar tidak bentak-bentak biar Kai tidak marah,” ujar Milea sambil menggenggam erat kedua telapak tangan mungil putranya itu.Kainan mengang
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.