‘Apa anak itu benar-benar darah dagingmu, Ans?’ ‘Menurutmu? Apa dia mirip denganku?’ ‘Jadi, dia bukan anakmu? Jawab, Ans. Jangan membuatku penasaran. Jangan tersenyum seperti itu.’ ‘Dia memang bukan anakku, tapi sejak dia lahir ke dunia ini, aku sudah berjanji ke Citra untuk menjaganya. Bukankah aku bodoh, sedangkan aku seharusnya bisa memberikannya ke keluarga Citra saja, tapi entah kenapa aku tidak bisa.’ ‘Kamu menikahinya karena dia hamil, tapi bukan hamil anakmu?’ “Hm ….’ ‘Kamu terlalu baik untuk menjadi seseorang yang jahat, Ans.’ ‘Aku lega, Bum. Lega bisa membicarakan apa yang sudah kupendam selama ini sendirian. Terima kasih mengajakku minum.’ Aruna kembali memutar rekaman suara yang diterimanya dari Bumi. Dia sudah mendengarkan berulang kali, membuatnya diam berpikir kenapa Ansel sampai melakukan itu serta apakah benar jika Ansel jujur saat bicara. Belum lagi pertemuannya dengan Ayana yang memintanya membantu memperbaiki hubungan dengan Ansel, membuatnya semakin berpi
“Sejak kecil aku sudah kehilangan sosok ayah dan kecewa kepada ayahku. Aku mungkin tidak bisa melihatnya lebih lama, tapi tolong tetap jaga dia, Ans. Dia akan kehilanganku, jadi jangan sampai dia kehilangan sosok ayah juga.” “Kamu pasti bisa bertahan. Kamu akan menjaganya dan merawatnya hingga besar.” “Aku merasa tak punya kesempatan itu, Ans. Aku belum bisa menebus kebaikanmu, maaf jika aku menambah bebanmu.” Ansel memejamkan mata setelah mengingat permintaan Citra sebelum meninggal. Dia mengembuskan napas kasar, lantas memandang Emily yang terbaring dengan selang infus terpasang di lengan. “Maafkan papi yang tidak bisa menjagamu, Emi. Seharusnya papi tidak mengekangmu,” ucap Ansel penuh penyesalan. Ansel menggenggam telapak tangan Emily, lantas mencium punggung tangan gadis kecil itu. Ayana berdiri sambil memperhatikan Ansel. Dia pun ikut sedih dengan kondisi Emily. “Bagaimana kondisi Emi?” tanya Deon yang baru saja datang. “Masih nunggu hasil labnya, semoga tidak ada masala
Aruna datang ke rumah sakit saat pagi hari setelah melihat pesan yang dikirimkan Ansel. Dia masuk ruang inap Emily, hingga melihat gadis kecil itu berbaring miring, sedangkan Ansel tidur di kursi dengan menyandarkan kepala di tepian ranjang. Aruna mendekat perlahan karena tak ingin membuat Ansel bangun, hingga dia melihat jika Emily sebenarnya sudah bangun. “Emi.” Amily terkejut mendengar suara Aruna. Dia langsung menoleh dan terlihat senang melihat keberadaan Aruna di sana. “Kakak Cantik!” teriak Emily yang senang. Aruna terkejut mendengar Emily berteriak. Baru saja dirinya ingin memberi isyarat agar Emily tak berteriak, ternyata gadis kecil itu sudah melakukannya. Ansel terbangun karena terkejut mendengar suara Emily. Hingga tatapannya langsung tertuju ke Aruna yang berdiri di dekat ranjang, bahkan dia secara spontan berdiri karena panik. Bahkan kakinya tersandung kursi yang membuatnya hampir jatuh. “Kamu datang,” ucap Ansel sambil mengusap tengkuk untuk memulihkan seluruh kes
Seharusnya Aruna menanyakan itu ke Ansel, tapi entah kenapa dia tidak bisa mengatakannya dan hanya bisa memendamnya dalam hati. Pertanyaan yang berputar di kepala sejak semalam, harus dipendam tetap dalam kepala sampai Ansel mau jujur langsung kepadanya. Dia tidak mau pria itu mengira jika dirinya masih berharap banyak ke pria itu. “Aku harus pergi,” ucap Aruna setelah keduanya diam cukup lama. Ansel hanya mengangguk membalas ucapan Aruna, tapi terlihat senyum kecil dengan sebuah kelegaan dari pancaran matanya. Ansel memandang Aruna yang pergi. Tatapannya tak teralihkan sedetik pun dari punggung wanita itu. Dia terus menatap sampai akhirnya Aruna hilang dari pandangan. Ansel pun kembali ke kamar, hingga melihat Emily yang sudah menunggu. “Kakak Cantik siang nanti benar akan datang, kan?” tanya Emily memastikan karena takut jika dibohongi Aruna. “Ya, kalau dia bilang begitu, pasti akan datang,” jawab Ansel sambil merapikan selimut Emily. “Papi, kenapa Kakak Cantik ga suka Papi?
“Emi, kenapa tidak mau makan?” tanya Ayana yang siang itu menemani Emily di rumah sakit. “Ga mau makan kalau Kakak Cantik belum datang,” tolak Emily sambil melipat kedua tangan di depan dada, bahkan bibirnya mengerucut menggemaskan. Ayana terkejut mendengar ucapan Emily. Dia sampai menoleh Ansel yang baru saja menerima telepon dari kantor. “Kakak Cantik?” Ayana menatap Ansel dengan ekspresi bingung. Ansel menatap Emily yang merajuk, lantas memandang ke sang mama. “Biarkan dia menunggu Runa dulu. Runa sudah janji akan datang, kalau memaksa makan yang ada Emi akan semakin kesal,” ucap Ansel menjelaskan. Ayana cukup terkejut mendengar penjelasan Ansel, apalagi putranya itu bicara biasa saja, tidak seperti sebelumnya. “Ya sudah kalau memang seperti itu,” ucap Ayana tak ingin memaksa. Baru saja Ayana meletakkan piring di meja, pintu kamar inap Emily terbuka, membuat Ayana dan Ansel menoleh ke pintu. Aruna benar-benar datang untuk menjenguk Emily. Dia terdiam saat melihat Ayana dan
“Maaf jika aku menganggu kalian,” ucap Aruna salah paham. Aruna hendak pergi, hingga Ansel secara spontan menarik lengan Aruna. Aruna terkejut hingga menoleh Ansel yang memegangi lengan. Dia menatap bingung ke pria itu. “Kamu jangan salah paham, tidak ada yang menganggu,” ucap Ansel lantas melepas lengan Aruna saat sadar jika tanpa sengaja menahan lengan mantan kekasihnya itu. Aruna awalnya memandang ke tangan Ansel yang menahannya. Dia lantas buru-buru memalingkan muka setelah Ansel melepas tangannya. “Tidak ada yang salah paham. Aku memang harus pergi bekerja,” ujar Aruna meski sejenak gugup saat Ansel mencegahnya. Ansel terlihat salah tingkah karena ucapan Aruna, apalagi sikap mantan kekasihnya itu terlihat biasa saja seperti tidak merasakan apa pun seperti yang Ansel rasakan. Jean menatap Aruna dan Ansel bergantian, dia curiga karena sikap Ansel dan Aruna yang aneh. “Perkenalkan, aku Jean. Adik sepupunya Ansel,” ucap Jean sambil mengulurkan tangan ke Aruna. Aruna terlihat
“Mom. Daddy punya selingkuhan.” Langit langsung menyemburkan air putih yang baru saja masuk mulut saat mendengar ucapan Aruna. “Apa?" Bintang sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Aruna melirik Langit yang terlihat panik juga bingung karena mendengar ucapannya. Dia malah terlihat santai saat kedua orang tuanya sangat syok dengan apa yang baru saja dikatakan. “Apa itu benar?” Bintang langsung menatap murka ke suaminya. “Mana ada!” sanggah Langit, “Runa, jangan mengada-ada,” ucap Langit ke Aruna. “Aku tidak mengada-ada,” balas Aruna sambil mengambil ponsel. Dia membuka galerinya, lantas menunjukkan ke Bintang foto yang dimintanya dari Citra. “Tuh, Mom. Berita itu sudah heboh di perusahaan,” ucap Aruna sambil memberikan ponselnya ke Bintang. Aruna pun menyantap makan malamnya dengan tenang di saat ibunya panik. Bintang melihat foto yang diperlihatkan Aruna, begitu juga dengan Langit yang penasaran karena dituduh berselingkuh. Dua orang tua itu melongo saat melihat foto yang dip
“Kondisi Emily berangsung membaik. Terima kasih sudah mau menjenguknya setiap hari,” ucap Ansel saat bicara dengan Aruna di luar kamar Emily. Aruna tak membalas ucapan Ansel. Dia hanya mengangguk menanggapi ucapan pria itu. Dia pun hendak pergi karena harus ke kantor, tapi langkahnya terhenti karena panggilan dari Ansel. “Runa.” Aruna menoleh lagi, lantas menatap Ansel yang memandangnya. Dia melihat Ansel yang terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi tak kunjung dikatakan. “Apa?” tanya Aruna yang masih bersikap dingin ke Ansel. “Tidak ada,” jawab Ansel, “hati-hati di jalan.” Aruna tak membalas ucapan Ansel. Dia pun langsung pergi begitu saja. Ansel menatap Aruna yang kini berjalan menjauh darinya. Dia hanya bisa memandang wanita itu tertawa bersama orang lain, tapi tak bisa tertawa untuknya. Banyak kata yang hendak dirangkai untuk Aruna, tapi Ansel takut jika tanpa sengaja melukai hati wanita itu lagi, membuat Ansel akhirnya hanya bisa memendam selama masih bisa melihat Aruna di
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.