“Aku sudah memikirkan sebuah rencana,” ucap Aruna saat menemui Ansel.Aruna memberanikan diri mendatangi rumah orang tua Ansel. Dia di sana tentunya disambut hangat oleh Ayana. Aruna dan Deon pun sekarang bicara di samping rumah.“Rencana apa?” tanya Ansel penasaran.“Aku menyadari jika kondisimu belum benar-benar sehat. Jika dipaksakan untuk menemui lalu menjelaskan ke Mommy, takutnya ada hal-hal yang tak diinginkan. Jadi aku ingin membuat Mommy membatalkan perjodohanku dulu, baru kemudian kita berusaha bersama-sama menjelaskan ke Mommy soal hubungan kita,” jawab Aruna menjelaskan.Aruna tahu jika keputusan atas ide yang diberikan Langit sangat mendadak. Dia juga tidak tahu apakah bisa berjodoh dengan Ansel, tapi rencananya ini bukan hanya untuk dirinya karena ada Bumi yang harusnya mendapat hak memilih juga.“Bagaimana caranya? Sebenarnya siapa yang dijodohkan denganmu? Bukankah lebih baik aku menemuinya lalu memintanya mundur agar lebih mudah?” tanya Ansel keheranan kenapa Aruna ta
“Apa kamu tidak merasa kalau sikap Aruna sedikit aneh?” tanya Bintang saat bicara berdua dengan suaminya di kamar. “Aneh bagaimana?” tanya Langit sambil melirik istrinya yang duduk di ranjang. Tentu saja Langit berpura tak tahu apa-apa agar Bintang tak curiga. Bintang menatap suaminya, terlihat kecemasan dalam tatapan matanya. “Ya, aneh saja. Dia waktu baru pulang, diajak belanja saja tidak mau, bahkan seharian lebih suka berada di kamar. Tapi sekarang dia sering sekali pergi, pagi pergi awal, sore pulang terlambat,” ucap Bintang mengemukakan keanehan yang dirasakan. “Aneh bagaimana? Menurutku malah normal kalau dia mau keluar entah nongkrong atau bertemu teman lama. Daripada dia terus murung di kamar,” balas Langit lantas naik ranjang dan duduk di samping Bintang. “Bukan seperti itu. Tapi aku merasa ada yang berbeda,” ucap Bintang lagi. “Berbeda bagaimana? Yang kulihat dia lebih ceria, apa pun alasan yang membuatnya senang, bukankah itu bagus. Setidaknya kita bisa kembali mend
“Nanti aku kabari lagi,” ucap Aruna sambil melepas seat belt.Ansel mengantar Aruna sampai di depan lobi setelah mereka makan siang.“Apa nanti sore kita bisa jalan sebentar?” tanya Ansel sebelum Aruna keluar dari mobil.Aruna terkejut mendengar pertanyaan Ansel, tapi tak mungkin menolak permintaan pria itu.“Tentu,” jawab Aruna sambil memulas senyum.Ansel pun terlihat senang mendengar jawaban Aruna. Semenjak mereka berbaikan, keduanya belum memiliki waktu berdua untuk membahas banyak hal.Aruna turun dari mobil. Dia berdiri sambil melambai ke Ansel, sebelum akhirnya masuk lobi.Ansel pun meninggalkan tempat itu untuk kembali ke perusahaannya.Aruna berjalan menuju lift, hingga dia dikejutkan dengan suara Langit.“Masih belum melakukan yang daddy sarankan?”Aruna terkejut sampai memegangi dada melihat Langit yang tiba-tiba muncul di sampingnya.“Aku menunggu Ansel benar-benar pulih, Dad. Tidak mungkin aku membahas hubunganku dengan Ansel ke Mommy sendirian. Nanti terkesan Ansel seper
“Kita mau ke mana?” tanya Aruna sambil menoleh Ansel yang menyetir. Ansel menoleh Aruna yang penasaran. Dia pun membalas, “Ke tempat yang dulu sering kita datangi.” Aruna mengernyitkan dahi karena penasaan, hingga dia pun memilih melihat saja ke mana Ansel membawanya. Ansel mengajak Aruna ke area foodstreet. Saat melihat tempat itu Aruna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala pelan. “Ayo turun!” ajak Ansel setelah memarkirkan mobil. “Kamu ke foodstreet memakai jas?” tanya Aruna dengan sedikit nada ledekan. Ansel menurunkan pandangan. Dia pun melepas dasi juga jasnya, lantas menggulung ujung lengan kemejanya sampai siku bahkan membuka dua kancing teratas dari kemejanya. “Bagaimana sekarang? Sudah terlihat santai, kan?” tanya Ansel sambil memperlihatkan penampilannya saat ini. Aruna hanya tertawa menanggapi pertanyaan Ansel. Mereka pun akhirnya keluar mobil untuk menikmati jajanan yang ada di sana, seperti saat dulu mereka masih kuliah. “Sepertinya banyak yang berubah,” uca
“Kamu mau ke mana?” tanya Bintang saat melihat Aruna menuruni anak tangga dengan cepat.Ini hari Sabtu, Aruna libur kerja dan memang hari ini berencana mulai melancarkan rencana.“Ke depan bentar, Mom.” Aruna menjawab sambil menunjuk ke depan.“Ke depan? Ngapain?” tanya Bintang keheranan.“Jemput seseorang,” jawab Aruna hendak melangkah, tapi kembali berhenti karena pertanyaan Bintang.“Seseorang siapa?” tanya Bintang penasaran, bahkan dahinya sampai berkerut halus.“Pokoknya, Mommy pasti suka sama dia,” balas Aruna kemudian buru-buru berlari keluar rumah.Bintang ingin memanggil, tapi Aruna sudah keburu pergi.“Memangnya seseorang siapa?” tanya Bintang ke Langit.Langit hanya mengedikkan bahu mendengar pertanyaan Bintang.Di luar pagar rumah Aruna. Mobil Ansel sudah terparkir di sana kini tinggal menunggu Aruna datang.“Ingat, Emi jangan nyebut nama papi. Sebut nama Mami saja misal ditanya nantinya,” ujar Ansel memperingatkan agar rencana mereka tidak gagal.Emily menganggukkan kepal
“Kamu suka makan apa?” tanya Bintang saat duduk berdua bersama Emily karena Aruna sedang ke kamar kecil. “Aku suka semua, tapi paling suka sama es krim,” jawab Emily. “Di lemari pendingin ada es krim, nanti aku ambilkan setelah makan siang,” kata Bintang terus mengajak bicara Emily karena nyaman dengan gadis kecil itu. “Oma Bintang terbaik.” Emily mengangkat dua jempol untuk wanita itu. “Kamu bisa saja.” Bintang malah malu sendiri dipuji Emily. “Mamamu memang pergi ke mana?” tanya Bintang penasaran karena Emily sampai dititipkan di sana dua hari. Emily bingung karena tidak ada briefing soal itu. Dia ingin menjawab, tapi urung saat mendengar suara orang lain. Bintang dan Emily menoleh bersamaan, hingga melihat Sashi datang bersama anak dan suaminya. Sashi sangat terkejut melihat Emily ada di rumah itu. “Eh … Bibi Cantik.” Emily langsung menyapa. Sashi benar-benar bingung karena tidak tahu rencana Aruna dan Langit. “Kenapa kamu di sini?” tanya Sashi bingung juga cemas. “Kamu
“Apa Archie sudah bisa makan es krim? Kenapa dia belum bisa bicara?” tanya Emily sambil menoleh ke Bintang yang sedang mengambilkan es krim untuknya. “Archie boleh makan es krim, dia memang belum bisa bicara. Emi mau ngajarin Archie bicara?” tanya Bintang setelah menjawab pertanyaan Emily. Bintang memulas senyum, lantas kembali memindah es krim ke mangkuk khusus. “Nanti aku ajak bicara, biar Archie bisa bicara,” balas Emily, kemudian menatap Archie yang sedang bermain boneka miliknya. Emily duduk lagi di lantai dapur bersama Archie, lantas memandang balita berumur 3 tahun itu sambil tersenyum. “Archie, kalau panggil aku Emi, ya. Nanti kita sering-sering main,” ucap Emily sambil tersenyum lebar. Bintang menoleh ke Emily yang sedang mengajak bicara Archie. Dia pun tersenyum melihat Emily yang tampak menyukai anak kecil. “Nanti kalau kapan-kapan mau main bersama Archie, ke sini saja. Archie tiap siang di sini,” ucap Bintang sambil menghampiri Emily lantas memberikan mangkuk berisi
“Bagaimana kondisi di sana?” tanya Ansel dari seberang panggilan saat menghubungi Aruna. “Baik, tapi Emi sudah tidur. Sepertinya dia kecapean karena seharian main sama Archie,” jawab Aruna yang bicara dengan Ansel sambil mengamati Emily tidur. “Mommymu tidak curiga dengan Emi?” tanya Ansel terdengar cemas. “Tidak, malahan Mommy langsung suka. Sama sepertiku yang dulu langsung suka sama Emi. Dia ini menggemaskan dan lucu saat bicara,” jawab Aruna sambil memainkan rambut Emily. Terdengar suara helaan napas lega dari seberang panggilan, sepertinya Ansel was-was kalau Bintang tak menyukai Emily. “Kamu tenang saja. Emi juga pandai bicara. Dia tidak keceplosan bicara sama sekali, meskipun tadi hampir saja ketahuan karena Kak Sashi tidak tahu rencana kita, lalu dia bingung melihat Emi di sini. Untungnya aku berhasil menjelaskan dulu, sehingga Mommy tidak curiga,” ujar Aruna panjang lebar. “Syukurlah, maaf karena aku belum bisa ikut menghadapi mommymu,” ucap Ansel terdengar penuh penyesa
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.