“Biar aku bawa Kai ke kamar,” ucap Milea sambil mengambil Kai dari gendongan Hanzel saat mereka sampai di apartemen. Hanzel memberikan Kai ke Milea, dia pun menatap wanita itu pergi ke kamar, sebelum kemudian membalikkan badan untuk menatap kedua orang tuanya. “Duduklah Pi, Mi.” Hanzel mempersilakan untuk duduk lebih dahulu. Cheryl dan Orion pun duduk di sofa, Hanzel hanya bisa menghela napas kasar mengingat kejadian tadi. “Kalian tadi bertengkar dengan orang tuanya Milea?” tanya Hanzel malah tak habis pikir karena para orang tua bertengkar. Orion melirik sang istri yang hanya diam, lantas menatap Hanzel yang tampak kesal. “Ya, mami yang memulainya. Mami tidak terima dengan ucapannya yang menuduh jika kamu salah didikan,” geram Cheryl. “Mami menggamparnya dengan tas, dia pikir mami takut!” Cheryl menceritakan dengan emosi menggebu. Hanzel sangat syok mendengar ucapan sang mami. Cheryl selalu terlihat anggun dan berwibawa ketika di hadapan orang lain, tak menyangka sang mami bis
“Sudah? Mau sampai kapan?” Melvin hanya menatap ayah Milea yang menemuinya, tapi malah terus minum kopi yang disuguhkan. Pria itu menunggu sampai Mark mau membuka pembicaraan. Mark menghabiskan secangkir kopi yang disuguhkan kepadanya, lantas melonggarkan dasi yang terasa menyekik lehernya. “Aku tidak punya banyak waktu jika hanya untuk melihatmu minum kopi. Jika ada yang mau dibicarakan, bicarakan saja segera,” ucap Melvin menyindir. Mark menatap sahabatnya itu, hingga kemudian mendengkus kasar. “Aku tidak paham, kenapa Milea masih memilih pria yang sudah membuatnya menderita!” geram Mark akhirnya mau bicara. “Aku juga heran, kenapa Cantika mau dengan pria yang memiliki masa lalu buruk sepertimu,” balas Melvin yang tentunya mengandung nada sindiran. Mark langsung menatap Melvin, hingga mencebik kesal. “Ini berbeda,” sanggah Mark. “Apanya yang beda? Ya masalahnya memang beda, tapi yang jelas sama-sama buruk,” ucap Melvin dengan santainya kemudian menyesap kopi miliknya. Mark
“Minum susunya dulu, baru nanti minum obatnya.”Hanzel meletakkan segelas susu di meja tepat di hadapan Kai. Milea sedang membersihkan meja makan.Kai menatap Hanzel yang duduk menjaga jarak darinya. Dia mengambil gelas di meja, lantas meminum susu itu perlahan.Hanzel menatap Kai yang sedang minum. Dia masih bertanya-tanya, kenapa tak menyadari wajah Kai sejak awal bertemu, mungkin karena saat pertama kali bertemu, Hanzel tak peduli dengan Kai.“Kenapa kamu di sini terus?” tanya Kai setelah minum.Hanzel terkejut mendengar pertanyaan Kai, tapi dirinya tetap berusaha tenang sambil mengulas senyum ke Kai.“Karena aku ingin menjagamu dan Mama,” jawab Hanzel penuh percaya diri.“Kenapa mau jaga Kai dan Mama?” tanya Kai seperti hendak menyelidiki sesuatu.Hanzel ingin sekali mengatakan kalau dia ayah kandung Kai yang berhak menjaga bocah itu tapi dirinya masih menahan keinginannya itu karena takut Kai belum bisa menerimanya.“Ya, karena ingin saja. Kai sedang sakit, tidak ada yang jaga Ma
“Kamu beberapa hari ini ke mana saja, Hanz? Oma ga lihat kamu pulang, tapi kamu kok ga ada pamit kalau ke luar kota?” tanya sang oma saat melihat Hanzel pulang.Hanzel menggaruk kepala tidak gatal mendengar pertanyaan sang oma, hingga melirik sang mami yang ternyata belum tidur padahal malam sudah larut.Cheryl tampak menganggukkan kepala, sepertinya ingin agar Hanzel menceritakan yang terjadi agar tak semakin lama merahasiakan soal Kai dan Milea dari kakek-neneknya.“Oma, hari ini sehat-sehat, kan?” tanya Hanzel sambil memegang satu tangan sang oma.“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Kamu pikir oma ini gampang sakit? Atau kelihatan sakit?” Sang oma memicing curiga ke Hanzel.Hanzel melebarkan senyum, lantas mengajak sang oma duduk.Cheryl dan Orion juga ada di ruang keluarga itu, sedangkan sang opa sudah beristirahat di jam segitu.“Ada apa? Kenapa tatapan kalian aneh?” tanya sang oma sedikit was-was.Sebagai orang tua yang sudah hidup lebih lama, serta sering melihat tingkah anak-an
“Kamu bawa apa saja?” tanya Milea terkejut saat melihat Hanzel datang membawa dua paper bag besar.“Oh, ini dari Oma,” jawab Hanzel sambil berjalan menuju dapur.Kai ternyata ada di meja makan, bocah laki-laki itu menatap Hanzel yang baru datang membawa banyak barang.“Oma?” Milea tentunya terkejut mendengar jawaban Hanzel.“Iya, Oma. Aku sudah memberitahunya semalam, lalu pagi-pagi dia memintaku membawa ini untuk kalian,” ujar Hanzel menjelaskan lantas menatap Kai yang sedang minum susu.Hanzel meletakkan dua paper bag di meja, sedangkan Milea ingin melihat apa isi paper bag itu.“Oma memasak sup untuk Kai,” ucap Hanzel meletakkan tempat khusus sup di meja, tak lupa dia menatap Kai sambil memberikan senyum hangat.“Ada sayuran dan beberapa lauk juga. Kata Oma, ini bisa dimasukkan ke lemari pendingin dan dipanaskan kalau mau makan,” ucap Hanzel ke Milea.Milea pun mengangguk-angguk mendengar ucapan Hanzel.“Oma membuat cookies untuk Kai. Lihat, lucukan?” tanya Hanzel saat memperlihatk
Milea benar-benar dibuat pusing dengan tingkah dua oma yang kini duduk bersama Kai. Dia masih bertanya-tanya, apakah keduanya janjian atau memang datang bersama secara tak sengaja.“Minum, Ma, Bi.” Milea meletakkan dua cangkir teh di meja untuk Cantika dan Cheryl.Cheryl langsung menatap Milea yang memanggilnya dengan sebutan bibi lagi.“Bukankah aku sudah bilang panggil mami seperti Hanz?” Cheryl mengingatkan karena sudah mengatakan itu ke Milea.Milea tersenyum canggung karena tak mengikuti perkataan Cheryl, sedangkan Cantika menatap Cheryl yang terlihat serius menginginkan Milea memanggil dengan sebutan itu.“Wah, kue buatan Oma Buyut habis, ya.” Cheryl melihat toples yang tadi disiapkan mertuanya habis mengisakan beberapa potong kue saja.Kai memandang ke toples itu, lantas memberanikan diri membalas ucapan Cheryl.“Iya, kuenya enak,” jawab Kai sambil menoleh Cheryl yang ada di sisi kirinya.“Kalau enak, Kai main ke rumah oma, biar bertemu Oma Buyut lalu dibuatin kue lagi, mau?” t
“Aku ingin menemui Papa,” ucap Milea saat sedang duduk berdua dengan Hanzel malam itu.“Tiba-tiba? Apa ada masalah?” tanya Hanzel mendadak cemas.“Tidak, tidak ada masalah. Hanya saja aku merasa jika perlu ada yang kami luruskan,” jawab Milea menjelaskan.Hanzel menatap Milea yang terlihat serius tapi juga tampak sedih.“Bagaimana kalau aku temani, sekalian aku mencoba meyakinkan sekali lagi tentang hubungan kita,” ucap Hanzel sambil menggenggam telapak tangan Milea. Dia tidak bisa membiarkan Milea bertemu Mark sendiri.Milea terlihat berpikir sejenak mendengar ucapan Hanzel, dia melihat keseriusan dari tatapan mata pria itu.“Kalau begitu, kita temui Papa di rumah. Hanya saja ada hal yang harus aku bicarakan berdua dengannya,” ujar Milea memperbolehkan Hanzel ikut.**Setelah berencana menemui Mark. Milea dan Hanzel sepakat untuk menemui Mark setelah kondisi Kai lebih baik.Hari itu, Hanzel mengajak Milea dan Kai ke rumah karena mereka akan menemui Mark sedangkan Kai akan dititipkan
“Milea mengabari kalau akan datang bersama pria itu.”Cantika menemui suaminya yang ada di ruang kerja. Dia menyampaikan rencana kedatangan sang putri ke suaminya itu.Mark sedang mengecek berkas saat mendengar ucapan Cantika, tapi pria itu tak merespon sama sekali.Cantika menatap Mark yang keras kepala, bahkan selama beberapa hari ini komunikasinya dengan pria itu pun sangat buruk.“Aku tahu banyak penyesalan yang membuatmu bersikap dingin, tapi bukan berarti kamu bisa mengabaikan apa yang masih ada. Jangan membuatmu semakin menyesal karena kehilangan satu-satunya yang kita punya, bagaimanapun Milea juga anak kita, tak seharusnya kamu bersikap keras seperti itu!” Cantika tampaknya sudah tak bisa lagi diam dengan sikap suaminya.Mark menutup berkasnya mendengar ucapan sang istri. Dia tak banyak bicara dan memilih merapikan mejanya.“Kamu lupa? Kamu pernah memohon kesempatan kedua kepadaku? Sekarang putrimu pun berjuang ingin kesempatan kedua darimu, apa kamu tidak bisa memberikannya?
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.