Hanzel masuk ruangan dengan penasaran, hingga melihat siapa yang sedang menunggunya di ruangan itu.“Ada apa mencariku?” tanya Hanzel saat melihat siapa yang sedang menunggunya.Hanzel tak menyangka jika Jean ada di sana sedangkan mereka tak akrab meski tahu satu sama lain.Jean langsung berdiri saat melihat Hanzel satang. Dia tak menjawab pertanyaan Hanzel, wanita itu berjalan mendekat ke Hanzel, lantas melayangkan tamparan ke pria itu dengan sangat keras.Hanzel sangat terkejut mendapat tamparan Jean, hingga menatap wanita itu dengan rasa bingung dan kesal.“Kenpa kamu tiba-tiba memukulku? Apa aku membuat salah kepadamu?” tanya Hanzel sambil menatap kesal.“Semua pria itu memang brengsek, termasuk kamu! Aku sudah memperingatkannya berkali-kali agar menjauhimu, tapi dia hanya tersenyum dan berkata kalau dia yang mau. Aku benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa dia mengorbankan waktu dan tenaganya untuk pria tak punya hati sepertimu!” amuk Jean dengan suara meledak dan tatapan pen
“Ada apa, hm?” tanya Milea saat siang itu Hanzel datang menjemputnya tapi terlihat banyak beban.Hanzel menoleh Milea, tampaknya dia memang tak bisa menyembunyikan apa yang sedang dipikirkan.“Ada apa, hm? Apa mau ke tempat tenang dulu sebelum ke toko?” tanya Milea yang seolah tahu jika Hanzel butuh bicara.Hanzel mengangguk mendengar tawaran Milea. Mereka pun akhirnya pergi ke kafe untuk bicara lebih dulu.“Ada apa? Kalau ada masalah cerita saja, bukankah kita sepakat untuk saling membicarakan masalah kita satu sama lain,” ujar Milea mengingatkan akan janji mereka sendiri.Hanzel menatap Milea yang tampak cemas. Dia bingung harus bercerita dari mana, sampai-sampai sedikit menunduk sambil menghela napas kasar.Milea pun masih menunggu Hanzel bicara. Dia menatap pria itu serta memberi waktu agar Hanzel siap.“Sebenarnya aku ingin membahas soal Jill, tapi aku takut kmu tidak berkenan,” ujar Hanzel tak langsung membahas inti permasalahan.Milea cukup terkejut mendengar Hanzel ingin memba
“Apa? Singapore? Mau apa, Hanz? Kamu mau tunangan, kenapa malah pergi?” tanya Cheryl heran dan bingung saat mendengar ucapan Hanzel. Hanzel menatap sang mami yang tampak cemas, lantas menjelaskan perlahan. “Mami ingat Jill?” tanya Hanzel. “Jill? Tunggu! Jangan bilang kamu tak bisa melepasnya sedangkan kamu mau menikah dengan Milea. Jangan melakukan hal tidak masuk akal, Hanz.” Cheryl mendadak syok membayangkan apa yang hendak dilakukan putranya. “Mi, tidak seperti itu. Jill sakit parah, aku ingin menemuinya hanya untuk memastikan serta memberinya dukungan saja,” ucap Hanzel menjelaskan. Cheryl dan Orion diam mendengar ucapan Hanzel, keduanya menatap bersamaan ke pria itu. “Apa Milea tahu?” tanya Orion memastikan agar putranya tak salah jalan. “Tahu, aku sudah bicara kepadanya. Bahkan dia yang memintaku untuk menemuinya, meski memang aku ingin,” jawab Hanzel. Orion menoleh ke istrinya, melihat betapa cemasnya sang istri. “Ya, kalau memang Milea pun mengizinkan. Papi juga takkan
“Sudah gosok gigi?” tanya Milea saat Kai baru saja keluar dari kamar mandi.Kai langsung memperlihatkan deretan giginya ke Milea untuk menjawab pertanyaan sang mama.“Pintar, sekarang ayo bobok.” Milea mengajak Kai untuk naik ranjang.Kai naik ranjang, lantas menarik selimut.“Apa papanya Kai pergi lama?” tanya Kai karena tahu kalau Hanzel pergi.“Tidak,” jawab Milea sambil memulas senyum.Kai sudah berbaring sambil memandang Milea yang duduk menatapnya.“Papa pergi sebentar karena ada urusan, nanti juga cepet pulang,” ujar Milea, “kenapa Kai tanya? Sudah kangen, ya?” Milea menggoda putranya itu.“Papa janji mau ajak Kai lihat pertandingan bisbol. Jadi Kai mau nagih kalau Papa pulang,” ucap Kai.Milea memulas senyum lantas mengusap kening Kai.“Sekarang tidur, ya.” Milea mengecup kening Kai agar segera tidur.Kai memejamkan mata menuruti perintah Milea untuk tidur.Milea pun diam sambil menatap Kai yang mengharapkan Hanzel segera pulang.Setelah Kai tidur pulas, Milea pun keluar dari
Hanzel pergi ke rumah sakit setelah semalam menginap di hotel. Dia mencari ruang inap Jill setelah sebelumnya bertanya ke bagian resepsionis.Hanzel berjalan di koridor sambil mengecek nomor kamar, hingga dia melihat ibu Jill keluar dari salah satu ruangan di sana.“Bibi.” Hanzel langsung menyapa wanita itu.Ibu Jill tampak terkejut melihat ada yang menyapanya.“Iya,” ucap wanita itu sambil memperhatikan wajah Hanzel.“Benar ini kamar Jill?” tanya Hanzel sopan.Wanita itu semakin terkejut mendengar Hanzel bertanya soal putrinya.“I-iya,” jawab wanita itu tergagap. “Kamu siapa?” tanya wanita itu balik.“Saya Hanz, temannya Jill.” Hanzel pun memperkenalkan diri.Wanita itu kaget karena pria yang ada di hadapannya memperkenalkan diri sebagai Hanzel.“Ah … Hanz yang suka ngajak Jill pergi?” tanya wanita itu memastikan.Hanzel yang kini terkejut mendengar pertanyaan wanita itu. Dia memulas senyum sambil menganggukkan kepala.“Kamu ke sini ingin menjenguk Jill?” tanya wanita itu.“Iya,” jaw
Milea duduk di belakang meja kerjanya, mengecek beberapa berkas tapi pikirannya tak fokus. Dia sesekali melirik ke ponsel karena menunggu Hanzel menghubungi. Hingga akhirnya ponselnya berdering, nama Hanzel terpampang di layar membuatnya sangat bersemangat. “Halo, Hanz.” Milea langsung menjawab panggilan itu. “Kamu di mana?” tanya Hanzel dari seberang panggilan. “Di kantor, mengecek beberapa berkas,” jawab Milea sambil memainkan pulpen. “Bagaimana kabar Jill?” tanya Milea meski rasanya berat bertanya. “Tidak terlalu baik. Tapi dia sudah mendapat pengobatan di sini. Akan aku ceritakan semua saat pulang nanti,” jawab Hanzel, “aku menghubungi karena mencemaskanmu,” ucap Hanzel lagi. “Kenapa mencemaskanku?” tanya Milea sambil menegakkan badan. Dia mengulum senyum karena mendengar Hanzel mencemaskan dirinya. “Aku takut kamu berpikiran yang tidak-tidak jika aku tak menghubungi, karena itu aku menghubungi dulu,” jawab Hanzel. Milea mengangguk-angguk mendengar ucapan Hanzel, meski dir
Tiga hari berlalu, hari pertunangan Hanzel dan Milea pun sudah di depan mata tapi belum ada tanda-tanda Hanzel pulang.“Apa Hanz sudah mengabarimu kalau mau pulang?” tanya Aruna saat bertemu Milea.“Dia mengirim pesan jika akan pulang secepatnya, tapi belum tahu pasti kapan pulangnya,” jawab Milea sambil mengaduk jus dengan sedotan.Aruna pun menoleh ke Ansel, merasa kasihan karena Milea terlihat sedih.“Mungkin Hanz belum pulang makanya belum mengabari,” ujar Ansel mencoba menenangkan perasaan Milea.Aruna pun mengangguk-angguk mengiakan ucapan Ansel untuk mendukung Mila.Milea menatap Aruna dan Ansel yang mmeberi dukungan kepadanya., lantas memulas senyum.Mereka pun kembali makan, hingga Aruna menatap ke arah pintu.“Itu Winnie,” ucap Aruna sambil menunjuk ke pintu.Ansel dan Milea langsung menoleh saat mendengar ucapan Aruna.“Winnie.” Milea langsung berdiri untuk menghampiri saudaranya itu.Winnie tersenyum melihat Milea dan yang lain. Dia berjalan menggunakan satu tongkat untuk
Milea berlari keluar dari kamar setelah mendapatkan panggilan telepon dari satpamnya. Dia menuruni anak tangga dengan cepat, sampai tak peduli jika suara langkah kaki cepatnya bisa membangunkan semua orang di rumah itu. Milea keluar dari rumah meski waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dia berhenti sejenak saat melihat seseorang di depan pos satpam sedang duduk dengan penjaga rumah, hingga Milea kembali berlari untuk menghampiri. “Hanz!” panggil Milea sambil berlari saat memastikan jika pria itu benar sang pujaan hati. Hanzel menoleh saat mendengar suara Milea. Dia melihat wanita itu berlari ke arahnya, membuat Hanzel langsung berdiri untuk menyambut Milea. “Mi--” Hanzel baru ingin menyapa tapi terkejut saat Milea langsung memeluknya. Satpam yang tadinya di luar menemani Hanzel, langsung masuk pos karena tak mau mengganggu Milea dan Hanzel. “Kenapa tidak menghubungiku jika pulang, hah?” tanya Milea dengan nada tinggi tapi meski begitu sebenarnya dia sedang senang setelah
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.