Home / Romansa / Kadrun / Chapter 10

Share

Chapter 10

Author: Mardiana Kappara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Gentala Arasy merupakan ikon Kota Jambi, sebuah menara jam setinggi 80 meter yang dibangun di Kelurahan Arab Melayu, Pelayangan, Jambi Kota Seberang dengan rancangan artistektur bangunan yang kental dengan karakter Melayu dan Arab. Di dalam menara jam tersebut terdapat museum kebudayaan Jambi yang menyajikan 100 lebih koleksi fakta peninggalan sejarah Jambi di masa lalu. Sebuah jembatan pedestrian atau yang lebih dikenal warga Jambi dengan sebutan Jembatan Gentala Arasy dengan bentuk unik seperti huruf S membentang di atas Sungai Batanghari yang menghubungkan Menara Jam Gentala Arasy yang berada di Jambi Kota Seberang dan Ancol Kota Jambi.  Jembatan sepanjang kurang lebih 1 km itu hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Pagi ataupun sore, banyak warga yang memanfaatkan jembatan itu sebagai tempat jogging ataupun sekedar berjalan-jalan. Sementara di malam hari, pemandangan sekitar Gentala Arasy menjadi sangat menarik untuk dipandang dengan permainan lampu warna warni yang dit

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kadrun   Chapter 11

    Setiba di kediamannya, Kadrun lunglai memarkirkan motornya di pekarangan kontrakan. Malam sudah menunjukkan pukul 23:15 WIB. Belum sampai tengah malam. Akan tetapi Kadrun sudah merasa terlalu lelah walaupun tidak ada rasa kantuk menggantung di kelopak matanya. Sebelum pulang, lebih dari sepuluh kali Kadrun menghubungi telepon gengam sang istri, namun kondisinya selalu sedang tidak aktif. Hati Kadrun makin gundah. Sesak dadanya semacam penyakit asma, padahal dia tidak pernah punya riwayat penyakit tersebut. Kadrun memukul-mukul dadanya karena merasa seperti ada sumbat yang mengganjal dan tidak bisa dilepaskan.Kadrun membuka pintu depan rumahnya. Ternyata tidak terkunci. “Ah, dia ada di rumah ternyata,” terdengar sekilas nada girang dari mulut Kadrun.Kadrun langsung meluncur menuju sofa. Dia membanting tubuh kurusnya di atas sofa singgasana coklat tersebut. Diraihnya remote televisi dari dalam laci meja. Siaran televisi yang menyala l

  • Kadrun   Chapter 12

    Kadrun sempat tertidur sejenak di dalam kamar entah untuk berapa saat. Dia terbangun kemudian setelah mendengar gedoran Beuti di pintu kamarnya.“Pak, Air panas sudah siap! Sudah disediakan di ember hitam di dalam kamar mandi!” Beuti memberitahukan di balik pintu.Kadrun menggeliat dan mulai meringis merasakan kepalanya yang tiba-tiba menjadi berat."Pak! Pak!" gedoran Beuti kembali terdengar. Kepala Kadrun terasa dipukul berkali-kali dengan suara Beuti.“Iya. Sebentar lagi saya ke kamar mandi. Tolong siapkan saja saya obat sakit kepala. Ada di laci meja depan televisi.” Kadrun berusaha bangkit dengan sempoyongan.“Iya, Pak.”Kadrun membuka pintu sambil menggantungkan handuk di leher. Beuti menghampirinya dengan segelas air putih dan sekeping obat. Setelah meminumnya, Kadrun menuju ke kamar mandi dengan langkah yang diseret.Kadrun merasa lebih segar sehabis mandi dengan air hangat. Dia kembali ke k

  • Kadrun   Chapter 13

    Kala 'ku pandang kerlip bintang nun jauh di sanaSayup 'ku dengar melodi cinta yang menggemaTerasa kembali gelora jiwa mudakuKarena tersentuh alunan lagu semerdu kopi dangdut Kadrun tersentak dari tidur akibat nada dering telepon gengamnya sendiri. Dengan mata masih terpejam, Kadrun meraba-raba saku jaket dan celananya, setelah menemukan barang tersebut Kadrun segera mengangkat panggilan yang tertera.“Iya, Wok? Kenapa?” terdengar serak suara Kadrun.“Dipanggil Pak Kadis sama Pak Kabid,” jawab Brewok di seberang telepon.“Hah? Siapa, Wok? Pak Kadis manggil Pak Kabid? Lah, terus apa hubungannya denganku, Wok?” Kadrun berbicara masih dengan mata terpejam.“Hoi, Jok! Bangun! Bangun! Bangun!” Brewok meneriaki Kadrun dari seberang telepon membuat Kadrun langsung menjauhkan telepon gengamnya dari kuping. Mata Kadrun lang

  • Kadrun   Chapter 14

    “Pak Kasi, bagaimana kalo kita susun kelompok kerja dulu baru kita ajukan ke Pak Kabid daftarnya?” Brewok mengusulkan pada Kadrun. Mereka sudah berada di ruangan sendiri dan duduk di kursi masing-masing.Kadrun menggerakkan kursinya ke salah satu meja di mana dia menyimpan rokok dan mancis. Kadrun menyalakan satu batang dan menghisapnya dalam-dalam. Kadrun lalu melempar kotak rokoknya pada Brewok berikut mancis. Dengan sigap Brewok menyambut. Sahabat Kadrun tersebut juga melakukan hal yang sama, menyalakan rokok sebatang dan menghisapnya dalam-dalam.“Ok. Boleh juga. Tolong kau masukkan nama kawan-kawan yang memang bisa sejalan dengan kita cara pikirnya. Jangan masukkan orang-orang yang bertingkah. Malas aku ngurusnya, Jok! Karena ini masalah penyaluran bantuan. Aku benar-benar ingin kita bisa bekerja secara terperinci, tepat sasaran, dan tidak ada permainan. Ngeri aku, Jok! Apalagi aku belum pernah ngurus anggaran.”“Siap, laksanak

  • Kadrun   Chapter 15

    Pulang dari kantor, Kadrun memutuskan untuk kembali ke kontrakannya untuk sekedar mandi dan berganti pakaian walaupun sebenarnya dia merasa sangat malas bertemu Beuti. Ada harapan lain yang dikejarnya di kontrakan, sosok istrinya. Telepon gengam sang istri masih tetap tidak bisa dihubungi sejak kemarin. Dia berharap istrinya sudah pulang ke kontrakan mereka.Sesampai di kontrakan, Kadrun harus menerima kenyataan hanya ada Beuti di sana. Perempuan cantik itu sudah mengenakan baju seragam sepakbola seperti arahan Kadrun.“Mau mandi pakai air panas, Pak?” tawar Beuti.“Tidak usah. Saya buru-buru.” Kadrun memperhatikan kontrakannya yang tertata rapi dan beraroma lavender. Dia menuju ke kamar dan mendapati tumpukan baju yang sudah disetrika di atas ranjang.“Beuti,” Kadrun memanggil.Tergopoh-gopoh Beuti datang menemui Kadrun di kamar.“Baju-baju ini nanti kau susun di dalam lemari ya.”Beuti

  • Kadrun   Chapter 16

    Kadrun menghentikan laju motor bebeknya di tepi Jembatan Makalam. Sebuah jembatan di tengah Kota Jambi berdinding beton merah yang menghubungkan kawasan Cempaka Putih dengan Simpang Kapuk. Satu dari tiga jembatan yang terkenal di Kota Jambi selain Jembatan Gentala Arasy dan Jembatan Batanghari II. Jembatan Makalam diambil dari nama walikota pertama Jambi yang menjabat sejak tahun 1946 hingga 1948. Terdapat sebuah makam tua di bawah kaki jembatan yang dipercaya masyarakat setempat menimbulkan suasana angker di sekitar Jembatan Makalam pada malam hari.Brewok membuka helm di kepalanya dan menatap Kadrun yang telah turun dari motor dan langsung duduk di tepi trotoar jembatan.“Kok cuma begitu, Drun?” Brewok bertanya, terdengar nada kesal di suaranya.Kadrun diam. Dia membuka helm yang masih berada di kepalanya. Rambut keritingnya dia kibas-kibaskan.“Seharusnya kau tinju saja manusia sombong itu. Benci betul aku lihat gaya bicaranya! Mentan

  • Kadrun   Chapter 17

    Genap dua hari sudah Siti tidak pulang ke rumah. Kadrun masih terus berusaha menghubungi nomor sang istri yang selalu dijawab operator dengan jawaban yang sama: Nomor yang Anda tuju sedang tidak dapat dihubungi atau nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.Kadrun tampak bersiap-siap berangkat ke kantor di teras kontrakannya sambil memasang tali sepatu. Hari ini ada rapat penting berkaitan dengan pembahasan anggaran hibah yang baru saja diterima kantornya berkaitan dengan bantuan modal untuk pengrajin batik Jambi di Kota Jambi. Masalah Siti untuk sementara dikesampingkannya dulu walaupun tidak mungkin bisa dilakukan sepenuhnya. Pekerjaan kantor juga menjadi tanggung jawabnya untuk segera dilaksanakan.Bang Somad menghampiri Kadrun sambil membawa sekantung plastik hitam berisi jeruk.“Apa ini, Bang?” Kadrun menerima pemberian Bang Somad dengan tatapan curiga. “Tumben abang kasih aku jeruk. Pagi-pagi begini pula. Pasti ada mau Abang sama aku kan?&

  • Kadrun   Chapter 18

    Kadrun merasa sangat lelah hari itu. Dia memutuskan untuk segera pulang ke rumah dan menolak beberapa ajakan temannya berkumpul sehabis pulang kerja. Kadrun menghampiri motor bututnya di parkiran dengan lunglai. Kembali handphone dia keluarkan dari dalam kantong celana. Dia kembali menghubungi sebuah nomor yang selalu tidak aktif. Kadrun menghela napas. Dia menghidupkan motor bututnya dan mulai melajukan kendaraan kesayangannya tersebut. Sepanjang jalan pikiran Kadrun terus melayang entah ke mana. Beberapa kali berhenti di lampu merah, Kadrun akan diklakson pengendara lain karena masih terpaku padahal lampu merah sudah berubah warna menjadi hijau.Kadrun akhirnya memasuki pekarangan kontrakannya. Dia langsung memarkir motor di tempat biasa. Melepaskan helm dan membawanya ke dalam rumah. Setiba di dalam rumah dia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa. Dia menyandarkan seluruh bebannya sambil memejamkan mata.“Sudah pulang?” sebuah suara yang sangat dikenal

Latest chapter

  • Kadrun   Chapter 25

    Pertemuan dengan Zulaikah memutar memori putih abu-abu yang telah lama berlalu. Sepanjang jalan mengendarai sepeda motor kesayangannya senyum Kadrun tak berhenti mengembang. Kenangan antara dirinya dengan Zulaikah kembali berputar di kepalanya. Mereka berdua adalah sepasang sahabat yang sangat kompak dan saling memahami satu sama lain. Zulaikah selalu membantunya mengerjakan tugas sekolah dan ujian. Sementara Kadrun selalu menjadi pelindung Zulaikah. Mereka sering menghabiskan waktu selain di sekolah adalah di pasar. Tempat kursus menjahit Zulaikah berada di dekat pasar sementara Kadrun suka nongkrong di pangkalan ojek sekaligus pangkalan preman. Kadrun selalu menunggu Zulaikah selesai kursus menjahit, setelah kursus Zulaikah akan mengajarkan Kadrun pelajaran sekolah yang tertinggal, atau memberikan PR yang sudah dia kerjakan untuk Kadrun.“Masuk sekolah lah besok, Drun. Ada ulangan matematika,” Zulaikah berujar kala itu di pangkalan ojek setelah selesai kursus menjahit.“Aku belum be

  • Kadrun   Chapter 24

    “Kau sudah sangat sukses sekarang, Zulaikah.” Kadrun menyahut.Zulaikah tersenyum. “Ya, syukurlah. Rezeki itu Tuhan yang mengatur. Sebagai manusia kita harus mensyukuri.”“Aku bangga ternyata kawan akrabku jadi orang terkenal sekarang.” Kadrun menggoda Zulaikah yang sedang meneguk teh hangat yang dia pesan.“Ah, kawan akrab apa? Kau tidak bisa mengenaliku pas kita ketemu,” protes Zulaikah memonyongkan mulutnya.“Kau sangat berbeda, Zulai! Apalagi kau mengenakan hijab. Wajahmu tidak lagi jerawatan. Kau juga tidak mengenakan kacamata. Dulu kau hitam legam. Sekarang kulitmu seputih pualam. Manalah aku memikirkan kalau kalian orang yang sama. Apalagi dulu kau juga selalu memakai kawat gigi.”“Ingatanmu payah. Masa tidak sedikitpun dari wajahku ini yang kau ingat, padahal aku tidak operasi plastik. Apalagi kalau aku oplas habis-habisan!”“Ah, masa kau mau oplas? Begini

  • Kadrun   Chapter 23

    Kadrun terbangun dari tidurnya. Dia duduk sambil memegang kepala di atas ranjang kontrakannya. Dia memperhatikan sekeliling, masih terasa dan tercium aroma Siti. Bagi Kadrun kebersamaannya dengan Siti Majenun hanya sebuah mimpi. Sekarang dia sudah terbangun dari mimpi. Dia kembali ke kehidupan normalnya. Dia kembali kepada keadaan sedia kala.Kadrun melirik jam weker di atas nakas. Pukul 03.00 WIB dini hari. Matanya tidak lagi mampu dia pejamkan walaupun sebenarnya ia ingin segera tertidur dan kembali disibukkan dengan pekerjaan kantor. Kadrun meraih handphone yang tergeletak di nakas sebelah weker. Dia membuka sebuah pesan Whatsapp yang tak terbaca. Sebuah nomor tak dikenal mengirim sebuah pesan.Saya Zulaikah. Maaf, lancang mengirim pesan. Besok pagi apakah kita bisa bertemu? Jam sarapan. Jam 7.30. Saya tunggu di Kafe Morning.Kadrun mengingat kembali sosok Zulaikah. Dia perempuan yang tampak santun dan berpendidikan.

  • Kadrun   Chapter 22

    Setelah pertemuan di rumah dinas walikota, Kadrun segera memenuhi janjinya pada Agam, membawa sahabatnya itu ke tempat karaoke langganan mereka. Sambil mendengarkan Agam dan Brewok duet lagu dangdut sampai lagu rock metal, pikiran Kadrun melayang entah ke mana. Sebagian besar pikirannya terbang ke rumah, dia merindukan Siti sekaligus merasa membencinya pada saat bersamaan. Dia ingin segera pulang ke rumah. Beberapa kali dilihatnya arloji tetapi dua jam waktu berkaraoke yang dia pesan terasa terlalu lama berakhir.“Ayo, Jok. Nyanyi apa?” tanya Brewok menegur Kadrun yang terus melamun.Kadrun menggeleng.“Hei, di tempat karaoke itu nyanyi bukan melamun, Jok!” Agam ikut berkomentar.Kadrun hanya tersenyum. “Kalian lah dulu menyanyi, nanti aku belakangan.”Agam dan Brewok kembali memilih lagu. Mereka kembali bernyanyi, kali ini lagu pop Jawa. Kadrun menghela napas. Walaupun suasana hatinya sedang tidak baik, ta

  • Kadrun   Chapter 21

    Seperti yang sudah dijadwalkan, Kadrun bersama Agam dan Brewok sepulang kerja langsung meluncur ke rumah dinas walikota untuk menemui Ibu Walikota yang memanggil Kadrun. Rumah dinas tersebut tampak megah dengan pengawalan yang cukup ketat. Satpol PP menyambut kedatangan mereka bertiga di depan pintu pagar.“Wah, Bang Agam, sudah lama sekali tidak mampir ke sini. Sibuk sekali nampaknya?” tegur salah satu petugas Satpol PP yang mengenal Agam. Lelaki itu langsung mengulurkan tangan menjabat tangan Agam dengan erat.“Tidak sibuk-sibuk amat lah, Bang Rahmat. Kerja seperti biasa lah. Lagi pula kalau Ibu tidak memanggil saya, ndak berani juga saya sering-sering kemari, Bang. Oh, Iya, Bang. Ibu ada? Tadi pagi beliau menelpon saya menyuruh kawan saya kemari menemui beliau. Bapak Kadrun. Kata beliau ada tamu dari Jakarta yang mau diperkenalkan.” Agam menjelaskan.“Oh iya. Sudah ditunggu Ibu. Silahkan masuk saja, Bang Agam,” lelaki bertu

  • Kadrun   Chapter 20

    Kadrun tiba di kantor tanpa banyak bicara, sepanjang koridor kantor yang dilaluinya Kadrun tidak menyapa siapapun. Dia langsung memasuki ruangannya, meletakkan jaket, duduk di kursi kerjanya, dan mengaktifkan komputer.“Hei,” Brewok yang sedari tadi mengikuti Kadrun dari parkiran menepuk bahu sahabatnya itu. “Kayak pakai kaca mata kuda, jalannya ndak lihat kiri kanan lagi?”Kadrun tidak berkomentar.Brewok jadi dibuat garuk-garuk kepala. “Ada masalah berat di rumah? Bukannya katamu Siti sudah balik ke rumah.”Kadrun menatap tajam pada Brewok membuat lelaki itu jadi menelan ludah. Tidak ada satu katapun keluar dari mulut Kadrun.“Perlu aku peluk, Jok?” tawar Brewok membuat Kadrun bergidik. Dia kembali menghadap komputernya.Brewok yang merasa tidak mendapat respon positif sejak kedatangannya juga ikut-ikutan menarik kursinya menghadap komputer kerja.“Ya, enak buat desain batik saja

  • Kadrun   Chapter 19

    Kadrun bangun lebih pagi, dia duduk sejenak di tepi dipan sambil memandangi wajah istrinya yang sedang tertidur pulas. Dia menghela napas lalu berdiri keluar dari kamar sambil meraih handuk yang tergantung di belakang pintu lalu melingkarkan handuk tersebut di lehernya. Dia menyeret langkahnya ke kamar mandi. Tidak berselang sepuluh menit, Kadrun sudah menuntaskan ritual mandi paginya dan kembali keluar kamar mandi.“Sudah saya buatkan kopi, Pak. Saya taruh di atas meja depan tivi,” Beuti menyambut Kadrun yang keluar dari kamar mandi.Kadrun mengangguk. “Ma kasih, Beuti.”“Pakaian dinas Bapak sudah saya gantung di lemari pakaian di kamar Bapak.” Beuti kembali menambahkan sambil mengiringi langkah Kadrun menuju ruang tengah.“Ma kasih, Beuti.”“Terus, kemarin ada paket diantar kurir untuk Bapak,” Beuti kembali bersuara sambil menyodorkan sebuah amplop coklat besar yang sedari tadi dipegangn

  • Kadrun   Chapter 18

    Kadrun merasa sangat lelah hari itu. Dia memutuskan untuk segera pulang ke rumah dan menolak beberapa ajakan temannya berkumpul sehabis pulang kerja. Kadrun menghampiri motor bututnya di parkiran dengan lunglai. Kembali handphone dia keluarkan dari dalam kantong celana. Dia kembali menghubungi sebuah nomor yang selalu tidak aktif. Kadrun menghela napas. Dia menghidupkan motor bututnya dan mulai melajukan kendaraan kesayangannya tersebut. Sepanjang jalan pikiran Kadrun terus melayang entah ke mana. Beberapa kali berhenti di lampu merah, Kadrun akan diklakson pengendara lain karena masih terpaku padahal lampu merah sudah berubah warna menjadi hijau.Kadrun akhirnya memasuki pekarangan kontrakannya. Dia langsung memarkir motor di tempat biasa. Melepaskan helm dan membawanya ke dalam rumah. Setiba di dalam rumah dia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa. Dia menyandarkan seluruh bebannya sambil memejamkan mata.“Sudah pulang?” sebuah suara yang sangat dikenal

  • Kadrun   Chapter 17

    Genap dua hari sudah Siti tidak pulang ke rumah. Kadrun masih terus berusaha menghubungi nomor sang istri yang selalu dijawab operator dengan jawaban yang sama: Nomor yang Anda tuju sedang tidak dapat dihubungi atau nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.Kadrun tampak bersiap-siap berangkat ke kantor di teras kontrakannya sambil memasang tali sepatu. Hari ini ada rapat penting berkaitan dengan pembahasan anggaran hibah yang baru saja diterima kantornya berkaitan dengan bantuan modal untuk pengrajin batik Jambi di Kota Jambi. Masalah Siti untuk sementara dikesampingkannya dulu walaupun tidak mungkin bisa dilakukan sepenuhnya. Pekerjaan kantor juga menjadi tanggung jawabnya untuk segera dilaksanakan.Bang Somad menghampiri Kadrun sambil membawa sekantung plastik hitam berisi jeruk.“Apa ini, Bang?” Kadrun menerima pemberian Bang Somad dengan tatapan curiga. “Tumben abang kasih aku jeruk. Pagi-pagi begini pula. Pasti ada mau Abang sama aku kan?&

DMCA.com Protection Status