Home / Urban / Kado untuk Ibu Mertua / Belaan Sang Mertua

Share

Belaan Sang Mertua

Author: Siti Aisyah
last update Last Updated: 2023-04-12 20:40:06

"Dengan senang hati aku akan membantumu, tetapi kamu harus meninggalkan Ines dan menikahi aku. Hidupmu akan terjamin setelah itu, Ram."

Ramzi mendongak mendengar ucapan Ririn. Lelaki itu kembali mengusap pelipisnya yang bercucuran keringat.

Ririn membuka kaca mata yang hanya untuk gegayaan itu lalu memakainya di kepala.

"A--Aku." Ramzi menggaruk tengkuknya dan bicara dengan terbata. Ucapan Ririn yang akan membantunya membuat ia seperti orang linglung.

Ririn tersenyum memperlihatkan giginya yang putih dan rapi setelah melakukan perawatan mahal di klinik kecantikan itu. Tangannya terulur dan menepuk pundak Ramzi dengan lembut.

"Nggak usah buru-buru. Pikirkan baik-baik tawaranku ini dan satu yang harus kamu ingat, Ram. Kesempatan ini tidak akan dua kali. Kamu pasti tahu kalau aku punya banyak uang dan bisa melakukan apa pun dengan uangku itu." Ririn tersenyum.

"A--Aku." Ramzi ingin mengatakan kalau dia tidak akan meninggalkan Ines yang sangat dicintainya, tetapi entah kenapa seolah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kado untuk Ibu Mertua   Kemauan Ririn

    Hati Ririn berbunga-bunga melihat Ramzi meski hanya melalui video call. Senyum lelaki itu seolah mampu membangkitkan semangat. Dia bertekad tidak akan melepaskan lelaki itu setelah didapatkannya nanti. Ambar yang tadi bersama Ririn beranjak untuk membuat jus. "Halo, Ram." Ririn tersenyum. "Aku senang akhirnya kamu menghubungiku juga." "Iya, aku perlu menghubungimu karena ada hal yang ingin kubicarakan," kata Ramzi. "Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih atas tawaranmu itu." Ririn tertawa kecil. Ia mengubah posisi duduknya dengan menaikkan salah satu kakinya di atas meja. "Apa, sih, yang nggak buar kamu, Ram. Aku jamin kamu tidak akan menyesal meninggalkan Ines demi aku. Kamu bisa menempati kios itu secara gratis karena kios itu milik kerabat ibuku." Ramzi menatap Ines dan Mila secara bergantian yang ikut mendengar obrolannya dengan Ririn karena ia sengaja memakai mode loud speaker. Mila kesal melihat Ramzi yang tidak langsung berbicara ke intinya tetapi malah berbasa-basi mem

    Last Updated : 2023-04-14
  • Kado untuk Ibu Mertua   Salah Sasaran

    Ucap syukur alhamdulillah menggema setelah Ramzi mengucap ijab qabul. Lelaki yang memakai baju putih lengan panjang dengan manik-manik berkilauan di sekitar dada serta bunga melati melingkar di lehernya itu mengulurkan tangan pada Ririn. Ririn yang memakai kebaya warna senada dengan Ramzi itu mencium tangan sang suami dan berlanjut dengan cium keningnya. Kilatan cahaya dari sang fotografer tiada henti menerpa keduanya.Dari sekian banyak tamu yang hadir juga tidak lupa mengarahkan kamera ponsel mengambil video atau sekadar foto untuk mengabadikan momen yang begitu sakral itu. Pernikahan Ririn dan Ramzi dinilai tidak biasa karena Ramzi menikah di saat dirinya masih punya ikatan pernikahan dengan Ines dan wanita cantik yang saat ini tengah mengandung anak pertamanya itu juga hadir di sana. Iya, Istri pertama Ramzi itu dengan senang hati merelakan suaminya menikah lagi. Dia adalah seorang wanita yang berhati mulia serta taat agama. Dia tahu dimadu akan mendapatkan balasan surga. Ole

    Last Updated : 2023-04-14
  • Kado untuk Ibu Mertua   Panik

    Ramzi panik saat memasuki kamar melihat Ines sedang bersandar di pinggir ranjang seraya mengusap perut yang sudah membesar itu. "Sakit, Mas. Sakit banget." Napas Ines tersengal, keringat sebesar biji jagung mengucur membasahi pelipisnya. "Apakah bayinya sudah mau lahir?" tanya Ramzi seraya mengusap perut sang istri dengan lembut. Ines menggeleng. "Semoga tidak, Mas. Usia kandunganku ini belum ada delapan bulan." Ramzi berlari ke rumah Mila untuk meminta bantuan dan ibunya itu menyarankan agar membawa Ines ke rumah sakit agar segera mendapat penanganan lebih cepat. "Sabar, ya, Nes. Kita ke rumah sakit sekarang." Ramzi mengangkat tubuh Ines yang terus meringis kesakitan. Ines duduk dengan diapit Ramzi dan ibu mertuanya. Ia merasakan kontraksi hebat di perutnya hingga membuat keringatnya bercucuran. "Bisa lebih cepat tidak, Pak." Mila panik seraya menggenggam tangan Ines yang sedingin es. "Ini sudah cepat, Bu," kata sang supir tetap fokus dengan kemudi di tangannya. Sesuai pro

    Last Updated : 2023-04-14
  • Kado untuk Ibu Mertua   Setuju

    Setelah menunggu selama lima puluh menit dengan perasaan cemas dan gelisah serta hati dan bibir yang terus memanjatkan do'a, akhirnya penantian itu tiba. Ines sudah melahirkan dengan selamat. Bayi perempuan dengan berat 1700 gram itu segera dimasukkan ke dalam inkubator dan setelah satu jam, Ines dipindahkan ke area pasca operasi caesar. Ramzi mencium kening Ines yang masih berbaring lemah di atas ranjang lalu berbisik. "Terima telah berjuang untuk anakku meski saat ini kita belum bisa memeluknya." Ines tersenyum. "Bukan anak kamu, Mas." Mata Ramzi melebar. "Bukan anakku? Lalu anak siapa?" "Anak kita." Ramzi menggenggam tangan Ines dan menatap wajahnya yang masih terlihat pucat pasca operasi. "Setelah ini aku tidak ingin kamu hamil lagi." "Lho, kenapa? Bukankah kita sudah berencana untuk punya anak banyak. Minimal empat seperti Ibu agar rumah kita selalu rame?" Ines menatap suaminya. "Aku tidak tega melihat perut kamu harus disayat-sayat. Pasti rasanya sakit banget. Duh, maaf,

    Last Updated : 2023-04-18
  • Kado untuk Ibu Mertua   Iri

    "Bu Murni nggak ikut? Kok belum ganti baju?" Murni menatap sang tetangga dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita yang rumahnya bersebelahan dengannya itu sudah rapi memakai setelan celana panjang warna cokelat dan atasan warna orange serta berkerudung padahal biasanya wanita bernama Fitri itu hanya memakai daster dan tidak berjilbab. "Mau ke mana, Fit? Tumben cantik?" tanya Murni seraya menatap bibir Fitri yang biasanya pucat itu memakai lipstik. "Loh, kamu ini bagaimana, to? Kita mau menjenguk Ines yang baru saja melahirkan Masa' kamu nggak ke sana?" jawab Fitri bersemangat. "Kita? Maksudnya kamu jenguk Ines tidak sendiri gitu?" tanya Murni dengan dahi berkerut. Dia yang nota bene sebagai nenek saja tidak punya minat untuk menjenguk sang cucu, tetapi tetangga malah begitu semangat ingin ke sana. Iya, Murni akui Ines memang selalu menjaga hubungan baik dengan para tetangga sebelum menikah dan diboyong ke rumah suaminya itu. Murni tersenyum. "Bayi Ines itu bermasalah. Dia mel

    Last Updated : 2023-04-18
  • Kado untuk Ibu Mertua   Mimpi buruk

    Ponsel di dalam tas hitam milik Murni berbunyi berulang kali, tetapi karena suasana di rumah Ines sangat riuh terlebih banyak anak kecil yang berceloteh sehingga sang pemilik tidak mendengarnya. Ulfa uring-uringan karena merasa panggilannya diabaikan oleh ibunya sendiri. "Gara-gara Ines, Ibu jadi mengabaikan panggilanku." Ulfa menggerutu. Lalu ia mencoba mengulangi panggilannya, tetapi hingga yang ke tiga kalinya tidak ada respon. Baby Alifa di pangkuan Murni menggeliat dan tiba-tiba merintih. Buru-buru Ines mengambil alih bayinya dari tangan ibu kandungnya itu. "Ikut nenek kok nangis," kata Fitri. Jantung Murni berdegup kencang mendengar kata nenek. Iya, kini dia harus mengakui kalau bayi perempuan bernama Alifa itu akan memanggilnya nenek seperti Zanna--anaknya Ulfa. "Mungkin dia haus, Nes. Coba kamu susui lagi," kata Mila. Wanita itu dengan sabar menata posisi Baby Alifa di pangkuan Ines agar nyaman saat minum ASI, tidak lupa dia juga menutup payudara Ines dengan kerudung ag

    Last Updated : 2023-04-18
  • Kado untuk Ibu Mertua   Keluargaku

    "Kamu sudah tua, Rin. Sudah saatnya untuk mencari pendamping hidup," kata Ambar seraya mengusap tangan Ririn dengan lembut.Ririn semakin kesal. Dihempaskannya tangan Murni lalu melempar bantal putih yang didekapnya itu ke lantai. "Tua? Astaga, Bu. Usiaku belum ada 30 tahun masa dibilang tua, sih?" Wanita bergaun sepanjang lutut itu turun dari ranjang lalu berjalan menuju jendela. Pandangan matanya tertuju ke pohon-pohon di sekitar rumahnya yang menghijau. Dari dalam kamarnya yang berada di lantai atas, dia dapat melihat sebuah motor bebek milik Candra yang terparkir di halaman. Ambar berjalan lalu mendekati Ririn dan ikut menatap ke luar. "Seorang perempuan yang sudah hampir 30 tahun itu sudah termaksud perawan tua. Usia kamu sepantaran dengan Ramzi sedangkan dia sudah punya anak sekarang. Seharusnya kamu juga sudah punya anak, tetapi apa?"Wanita paruh baya itu meraih pundak Ririn hingga kini keduanya berdiri saling berhadapan lalu menatapnya tajam. "Kamu malah masih asyik menge

    Last Updated : 2023-04-18
  • Kado untuk Ibu Mertua   Hanya Milikmu

    Acara selamatan atas lahirnya bayi Ines yang diberi nama Alifa Azzahra sekaligus aqiqah itu sudah selesai. Rumah Ines sangat ramai dengan hadirnya dua buah keluarga besar yang berkumpul menjadi satu. Dari pihak Ines dan dari pihak Ramzi. Saat ini mereka tengah makan bersama di ruang tamu secara lesehan dengan menggelar karpet. Kursi yang biasa berada di sana terpaksa di letakkan di luar agar ruangan menjadi lebih luas. Bayi Ines perempuan dan sesuai anjuran, mereka menyembelih satu ekor kambing, tetapi Ramzi menyembelih dua ekor kambing. Yang satu ekor dimasak dan khusus dibagikan dan yang satu ekor dimakan satu keluarga besar dengan dimasak gulai. Ines tersenyum melihat ibu dan ayahnya yang mau membaur dengan keluarga suaminya. Mereka terlihat seperti satu keluarga yang utuh. Mata Murni panas saat teringat dengan Ulfa. Anak kesayangannya itu seharusnya ikut berada di sana dan berbahagia bersama dua keluarga yang bersatu itu, tetapi Ulfa menolak untuk datang saat Murni mengajakn

    Last Updated : 2023-04-18

Latest chapter

  • Kado untuk Ibu Mertua   Akhir dari Semuanya

    Ririn mundur beberapa langkah hingga menyentuh tembok. Tatapan matanya tidak berkedip melihat Candra yang menatapnya seolah hendak menelannya bulat-bulat. "Ayolah, Rin. Selama dua tahun ini aku sudah begitu sabar menunggumu untuk bisa kusentuh. Kita ini suami istri, tetapi kenapa aku tidak pernah mendapatkan hakku? Kesabaran seorang lelaki ada batasnya. Aku seorang lelaki normal yang tidak akan sanggup menahan hasrat yang bergejolak ini," kata Candra dengan tatapan memelas. Brak! Pintu terbuka lebar bersamaan dengan masuknya Yani--ibunya Candra. "Apa maksudmu, Ndra?" "Ibu?" Ririn dan Candra berbarengan. "Apa maksudmu tidak pernah menyentuh Ririn? Pernikahan macam apa ini?" tanya Yani dengan nada tinggi. Mau tidak mau Candra bercerita pada ibunya kalau selama menikah dengan Ririn, ia sama sekali tidak pernah merasakan indahnya surga dunia. Ririn selalu menolak saat diajak melakukan hubungan suami istri. Bahkan, selama ini mereka tidak pernah tidur dalam satu ranjang. Candra tidu

  • Kado untuk Ibu Mertua   Terima kasih

    "Romi, bolehkah aku kembali padamu?" kata Indy dengan mulut bergetar. Romi mengurai rangkulannya pada Ulfa lalu menatap tajam Indy yang berusaha tersenyum semanis mungkin. "Apa? Ingin kembali?" Indy mengangguk. "Iya, boleh kan? Aku yakin tidak mudah bagimu melupakan diriku yang sangat cantik ini. Bukankah kamu dulu begitu tergila-gila padaku?" Romi tertawa sumbang. "Romi yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalau dulu dia suka main dengan banyak wanita, sekarang tidak lagi. Sekarang hanya ada satu wanita yang aku cintai di dunia ini yaitu Maria Ulfa." Indy melengos ketika Romi menatap Ulfa penuh cinta lalu mencium keningnya. "Jadi, kamu nolak aku?" tanya Indy dengan nada tinggi. "Hal seperti ini tidak usah ditanyakan lagi. Jawabannya sudah pasti. Sekarang silakan kamu pergi dari sini dan biarkan aku hidup tenang bersama istriku tercinta." Romi menatap Ulfa dan mengedipkan mata. Ia merasa dari hari ke hari rasa cinta pada wanita yang dulu pernah disia-siakannya itu semakin bertamba

  • Kado untuk Ibu Mertua   Dia Datang Kembali

    "Kau tahu kenapa aku sangat ingin mendonorkan sebagian hatiku ini untukmu?" tanya Ulfa setelah mereka pulang dari rumah sakit seminggu kemudian dan saat ini mereka berada di rumah Ines. Ines tersenyum. "Kenapa?" Ines mengambil air putih dan menyesapnya. "Sampai saat ini aku masih mencintai Ramzi dan dengan adanya sebagian hati di tubuhmu itu aku harap secuil hati itu bisa mendapatkan cinta dari orang yang aku cintai." Ines melotot, tetapi Ulfa malah tertawa. "Enggak, Nes. Aku bercanda. Sebenarnya yang mau mendonorkan hati untukmu itu adalah Ibu, tetapi setelah diperiksa dokter ternyata kondisi kesehatannya tidak memungkinkan. Saat dalam pemeriksaan tensi darah Ibu drop sementara untuk menjadi pendonor harus dalam keadaan prima. Lagi pula usia Ibu yang sudah 56 tahun sudah tidak diperbolehkan menjadi pendonor karena maksimal berusia 55." "Iya, Nes. Waktu itu Ibu berniat memberikan secuil hati ini untukmu, tetapi Ibu tidak memenuhi syarat untuk menjadi pendonor. Maafkan Ibu." Murni

  • Kado untuk Ibu Mertua   Sembuhlah, Adikku

    "Astagfirullah."Dunia Ramzi dan Ines seakan berhenti berputar saat mendengar pendengar penjelasan dokter bahwa organ hati Ines bermasalah. Ines memang sudah lama merasa badannya kurang sehat, tetapi ia berpikir mungkin itu efek dari sering begadang karena punya bayi. Ia juga sering mual dan muntah, tetapi ia tidak pernah menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Ramzi memejamkan mata. Belakangan ini, ia merasa nafas Ines sangat bau tidak seperti biasanya. Lelaki itu ingin mengatakan pada sang istri akan hal itu, tetapi ia takut wanita yang sangat ia cintai itu tersinggung. Iya, siapa yang tidak malu dan tersinggung jika disebut mulutnya bau padahal baru saja gosok gigi. Tidak tahunya itu adalah salah satu tanda jika organ hatinya bermasalah. Ines juga merasa tubuhnya semakin kurus. Hal itu ia rasakan saat celana maupun rok yang biasanya pas atau ketat, kini terasa longgar, tetapi wanita itu menganggap hal itu biasa terjadi karena ia sedang menyusui. Nanti kalau Alifa sudah berhen

  • Kado untuk Ibu Mertua   Ines Sakit?

    "Ibu bilang juga apa, Ul?" Murni mengusap pundak Ulfa dengan lembut. "Buang jauh-jauh rasa benci yang menumpuk dalam hatimu itu. Hidup rukun bersama saudara itu lebih menyenangkan." Saat ini mereka sedang berada di rumah sakit menunggu Ramzi yang sedang diperiksa dokter. Lelaki yang sudah menyelamatkan Zanna itu perlu dilakukan rontgen karena ia mendapat pukulan di bagian perut berulang kali. "Aku tidak akan pernah memaafkan diriku jika Ramzi sampai kenapa-napa. Dia menjadi begini karena aku lalai sebagai orang tua dalam menjaga anak." Romi mengacak rambut frustrasi. Ia tatap kakinya yang hanya tinggal sebelah sehingga membuat ia sulit bergerak. "Doakan saja semoga Ramzi tidak apa-apa," kata Murni. "Iya, Bu. Semoga dia baik-baik saja." Romi tergugu membayangkan Ramzi yang berjuang sendiri melawan penjahat itu. Pukulan demi pukulan ia dapatkan, sementara ia sendiri tidak bisa melakukan apa pun. Semua orang bernapas lega saat hasil rontgen keluar dan Ramzi dinyatakan baik-baik saja

  • Kado untuk Ibu Mertua   Kita adalah Keluarga

    Ines tersenyum sendiri melihat status WA kakaknya. Dalam diam, dia bersyukur akhirnya Ulfa mendapat kebahagiaan dengan caranya sendiri. Tiba-tiba terbersit dalam benaknya untuk datang berkunjung ke rumah Ulfa.Semenjak Ulfa menikah, sekali pun ia belum pernah berkunjung ke rumahnya karena selalu dilarang dengan alasan tidak level menerima tamu seperti Ines, tetapi sekarang Ines yakin, kakaknya itu pasti akan memberi izin.Untungnya Ramzi tidak keberatan diajak ke rumah kakak ipar. Mereka berdua telah sampai di sebuah rumah megah berlantai dua dengan halaman luas dan terlihat asri dengan tanaman rumput jepang. Ulfa yang sedang memasak, gegas mematikan kompor begitu mendengar pintu depan ada yang mengetuk. Wanita itu mengintip dari balik jendela siapa yang datang. Ia memekik saat melihat Ines dan Ramzi sudah berdiri di depan rumahnya. Dengan bibir mengerucut, wanita yang saat ini sedang hamil muda itu membuka sedikit daun pintu dan melongokkan kepala. "Mau ngapain kalian ke sini?"

  • Kado untuk Ibu Mertua   Siap hadapi cobaan

    Sebuah undangan pernikahan berwarna gold dengan foto prewedding yang sangat cantik baru saja diantar oleh seorang kurir. Ulfa menatap dengan saksama undangan yang ditujukan untuk Romi dan istri itu. Wanita yang sedang sedang menyapu itu menghela napas dalam-dalam. Romi sering dapat undangan yang membolehkan datang bersama pasangan, bahkan dianjurkan, tetapi ia sama sekali tidak pernah mengajak sang istri. Wanita itu menghela nafas dalam-dalam saat bayangan Romi yang melarangnya ikut itu kembali hadir di dalam ingatannya. "Aku datang sendiri saja, kamu nggak usah," kata Romi seraya merapikan kerah bajunya di depan cermin. Lelaki itu hendak berangkat untuk menghadiri pesta pernikahan salah satu temannya di kantor. "Kenapa, Mas? Bukankah aku ini istrimu dan di situ tertulis dengan jelas kalau yang diundang itu Romi dan istri?" Ulfa mengerucutkan bibir. Romi menyemprotkan parfum ke tubuhnya, bau parfum musk seketika menguar di kamar itu. "Aku malu jalan sama kamu, Ul,""Tetapi aku in

  • Kado untuk Ibu Mertua   Bahagia yang Sesungguhnya

    Ulfa tertawa usai mengusapkan tangannya yang kotor terkena tepung terigu ke pipi Romi sehingga pipi suaminya itu putih seperti badut. Mulut Romi terbuka lebar saat tangannya meraba pipi dan mendapati tepung terigu itu menempel di pipinya. Ia menatap tajam pada Ulfa sambil tersenyum. Romi mengotori tangannya dengan tepung terigu seraya berkata. "Awas, ya?" Sambil membalas mengusapkan tangannya ke hidung Ulfa hingga wajah istrinya itu terlihat lucu di matanya. Keduanya lalu perang tepung, setiap kali Ulfa mengusap tepung berwarna putih itu ke pipi Romi, lelaki itu akan membalasnya dan hal itu terjadi berulang kali. Ulfa dan Romi saling pandang. Romi tertawa puas melihat wajah sang istri yang belepotan penuh dengan tepung dan itu tampak sangat lucu baginya tanpa ia sadari dirinya juga berwajah seperti mau main jantilan saat ini. Begitu juga dengan Ulfa, wanita itu kegirangan melihat suaminya berwajah seperti badut yang sangat lucu. "Ayo, joget, nanti aku kasih donat," kata Ulfa ser

  • Kado untuk Ibu Mertua   Galau

    Di ruangan serba putih dengan dua buah ranjang beroda, satu untuk pasien dan satunya lagi untuk keluarga yang menunggu. Terdapat layar televisi LED terpasang di dinding. Ruangan yang sangat luas itu hanya ditempati Romi sendiri. Romi terbaring lemah di atas brankar. Sebuah infus menancap di pergelangan tangannya. Di sampingnya Ulfa tertidur dengan posisi menelungkup dan sambil duduk di kursi.Tangan Romi gemetar saat mengusap rambut hitam istri yang selama ini ia sia-siakan itu. Air matanya meleleh begitu saja membasahi pipi. Lelaki itu sama sekali tidak menyangka wanita yang selama ini ia hina justru malah tulus merawatnya sedangkan Indy yang ia sayang dan puja-puja malah pergi meninggalkannya di saat ia terpuruk. "Aku janji setelah ini akan menjadi ayah dan suami yang baik." Bahu Romi berguncang dan air matanya mengucur semakin deras. Perlahan Ulfa membuka mata saat mendengar isakan tangis dari Romi. "Kamu sudah bangun, Mas?" Ulfa mengangkat kepala dan menggosok mata yang terasa

DMCA.com Protection Status