Malam semakin larut, bintang-bintang yang berkerlip memenuhi langit malam terlihat dengan jelas di depan kebun teh yang tampak tidak ada ujungnya itu. Langit yang tidak tertutup oleh apapun bisa menjadi pemandangan yang indah bagi beberapa orang, bisa menjadi tempat untuk menyendiri dan memikirkan segala permasalahan yang ada di dalam hidupnya. Juga bisa menjadi tempat bagi para makhluk yang bisa memunculkan ekstensinya kepada para manusia, karena sinar bulan bisa menjadi kekuatan bagi mereka untuk bisa menampakan dirinya agar para manusia ketakutan saat melihat wujudnya yang menakutkan. Namun, hal itu tampaknya tidak berlaku bagi kedua orang disana. Wanita yang masih muda dengan memakai baju kaos dan jaket berwarna biru muda dengan celana yang trendi pada masanya, juga sesosok laki-laki yang mungkin saja itu adalah Bapaknya dengan pakaian yang lebih santai. Dia hanya memakai kaos oblong bergambar band luar negeri yang sedang populer pada waktu itu, juga hanya memakai sendal jepit d
Tidak semua orang yang bisa akan mengatakan bahwa dirinya adalah seseorang yang mempunyai suatu keilmuan yang sudah dia pelajari selama hidupnya. Mereka biasanya lebih menyembunyikan dirinya dari kerumunan orang dan menganggap dirinya adalah orang biasa seperti layaknya orang-orang yang ada di sekitarnya. Seperti Pak Uki, dia adalah orang yang tidak ingin apa yang dia dapatkan dari leluhurnya diketahui oleh banyak orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu bahwa dia mempunyai keilmuan yang ada di dalam dirinya seperti Pak Darsa, namun dia juga tidak mencap dirinya sebagai orang yang bisa seperti layaknya Abah Ido, yang menjadikan apa yang dia pelajari tentang hal-hal seperti ini, untuk dijadikan sebagai mata pencaharian seperti sekarang. Pak Uki hanya seorang petani, petani dari sebuah kampung kecil di salah satu gunung yang berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebuah gunung yang mempunyai sumber panas bumi alami sehingga tanahnya yang begitu subur, sehingga dapat ditanami oleh b
Layar tancap yang di gelar di pasar malam, masih terlihat meriah. Mereka semakin berkerumun di depan layar karena ini adalah salah satu hiburan bagi mereka semua, film-film horror yang Mang Badru putar disana, malah terlihat seperti film action oleh mereka semua. Tidak ada tatapan dan raut wajah yang ketakutan, tidak ada teriakan-teriakan ketika hantu yang di film muncul untuk menakuti para manusia yang ada di dalamnya. Yang ada mereka malah bersorak-sorai dan menunggu hantu itu muncul di dalam film tersebut. Mang Badru yang ada di bawah bersama dengan para penonton, secara tak sadar merasakan sesuatu yang aneh atas tingkah laku para penonton yang ada di dekatnya, apalagi seringkali bau busuk yang menyengat tercium olehnya, juga wangi-wangi bunga yang seringkali melintas sekilas ketika film sedang berlangsung pada malam itu. Hanya Mang Suhay yang mungkin masih belum sadar, mungkin karena dia duduk di atas dekat dengan proyektor, sehingga dia tidak mengamati dengan sangat jelas situa
Di Saat yang bersamaan, Pak Uki masih berdiri di tengah-tengah kebun teh yang gelap itu. Bersamaan dengan sosok Nenek yang seringkali muncul di tengah-tengah kebun teh dan seringkali menghalangi manusia yang akan datang ke Gunung Sepuh. Meskipun, semua tindakannya diabaikan oleh para manusia itu, karena mereka sudah terbutakan oleh ambisinya untuk mendapatkan kekayaan dan kejayaan dengan instan di dalam gunung. Nenek tersebut tidak berwujud sebagai makhluk yang menyeramkan, giginya tidak bertaring, wajahnya tidak menakutkan, pakaian yang dia kenakan pun terlihat rapi tidak kotor dan berdarah-darah seperti makhluk lainnya. Dia mewujudkan dirinya sebagai Nenek-nenek biasa, yang sering kali muncul sambil membawa kayu bakar di tengah-tengah kebun teh yang luas tersebut. Para warga di Kampung Sepuh, atau para warga yang melintas di jalur tersebut, seringkali menyebut sosok itu dengan nama Nini Enteh, yang berarti Nenek Teh. Karena wujudnya sering kali memunculkan dirinya di tengah-tenga
Esih, adalah anak yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang keilmuan yang Bapaknya pelajari dan apa dampak yang terjadi pada dunia ini, tentang adanya suatu kegelapan yang menyelimuti dunianya ketika malam hari, juga tentang hal-hal yang aneh yang sering kali dia temui di dalam rumahnya ketika ditinggal sendirian disana. Pak Uki sama sekali tidak mengajarkan Esih apapun, dia hanya memberikan cerita-cerita tentang mitos dan legenda-legenda dari tanah Pajajaran agar Esih tahu bahwa para makhluk tersebut ada. Agar Esih tidak terlalu penasaran hingga akhirnya mendalami apa yang bapaknya pelajari semasa hidupnya. Kekhawatiran atas anak semata wayangnya membuat Pak Uki hanya mempercayakan Esih untuk di jaga oleh salah satu sosok yang awalnya menjaga ibunya secara turun-temurun, menjaga dari para makhluk yang ingin mengganggunya. Juga dari para manusia yang ingin menggodanya. Sehingga, hingga saat ini. Esih jarang sekali didekati oleh teman kuliahnya, karena apabila ada salah satu laki-la
Nasib Esih tampaknya sungguh berbeda dengan nasib yang dialami oleh Mang Suhay dan Mang Badru. Film terakhir sedang di putar sekarang, Sebuah film yang ditunggu-tunggu, karena filmnya sangat terkenal sangat luas setelah film anak ajaib yang sudah diputar sebelumnya. Film yang menceritakan tentang seorang ibu yang menjadi pengabdi dari sekte setan yang mempunyai ritual yang aneh agar dia bisa mempunyai anak. Namun karena tidak mau menyerahkan anak bungsu yang dijanjikan sesuai kesepakatan sebelumnya kepada sekte tersebut, akhirnya keluarga itu diteror oleh hantu-hantu yang bergentayangan disana. Mang Suhay dan Mang Badru kini hanya terduduk tidak berdaya di depan Nengsih, Bu Laras, dan sosok bayangan besar yang ada di belakangnya. Sesosok yang wujudnya tidak terlihat dengan jelas oleh mereka berdua, yang terlihat hanyalah asap dari cerutu yang dia hisap oleh kedua mulutnya. “Teh Nengsih, kenapa kita harus duduk disini, film masih diputar, kalau ada apa-apa nanti penonton pada protes
Pagelaran layar tancap yang sering diadakan di kampung-kampung pada tahun itu, memang seringkali ada kejadian-kejadian mistis yang tak jarang dialami oleh para warga yang sedang menonton, atau oleh pemiliknya sendiri. Memang, target pasar mereka yang ke kampung-kampung di daerah pegunungan. Pasti sering melihat ada sesuatu yang aneh di antar penonton, ada suatu kejadian kesurupan di tengah-tengah film. Bahkan ada kejadian-kejadian yang muncul diluar nalar yang mengakibatkan layar tancap yang mereka gelar harus dihentikan sementara. Meskipun, hal itu hanya sesaat saja. Semakin lama mereka berdua berkecimpung di dunia layar tancap itu, mereka semakin paham dan tidak terlalu memperdulikan atas apa yang terjadi di malam itu. Saking terbiasanya akan hal tersebut, mereka menganggap di malam tersebut akan seperti malam-malam biasa di dalam hidupnya, dan akan menjadi pembicaraan para warga ketika pagi menjelang. Namun, berbeda dengan sekarang. Dia tidak lagi melihat para makhluk yang muncu
Sudah hampir lima belas menit yang Esih habiskan untuk berjalan menyusuri kebun teh dan perkampungan. Dia kini masih berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh yang gelap, wajahnya tampak kebingungan sekarang, karena warung yang sedang dia cari-cari tampaknya belum terlihat oleh kedua matanya pada saat itu. “Mana warungnya, perasaan dari tadi hanya ada rumah-rumah yang tampak sepi,” Pikir Esih yang masih berjalan dengan lampu minyaknya yang menyala dan menerangi langkah kakinya di malam tersebut. Pikiran Esih sangat tenang, dia tidak merasakan takut ketika berjalan sendirian di tengah malam dan hanya ditemani oleh satu cahaya dari lampu minyak yang dia pegang. Karena mungkin dia sudah terbiasa dengan hal-hal yang dilakukan oleh bapak dan pamannya dari Esih kecil hingga kini dia kuliah, makanya Esih tidak pernah merasa takut ketika sedang berada dalam kegelapan. Meskipun, ada sesuatu yang membuat Esih tidak pernah sekalipun diganggu oleh para makhluk kecuali para makhluk yang ada