"Aaaaaaaarrgggghhhhhh...sakit!!!"
Abimana tiba tiba menjerit kesakitan. Abimana merasa semuanya menjadi kabur dan gelap.Abimana pingsan. Melihat Abimana pingsan membuat Karin sangat panik, sedangkan taksi online yang Karin pesan belum nampak."Mas...mas...bertahan ya, Mas! sebentar lagi mobilnya datang kok," ucap Karin. Matanya melebar melihat darah yang terus merembes membasahi potongan kemeja yang menutup luka Abimana."Tolong...tolong...!"Karin menjerit meminta pertolongan. Namun seakan suaranya hanya habis sia-sia, tak ada satupun orang maupun kendaraan yang melintasi mereka. Hari pun mulai beranjak gelap. Kabut pun mulai turun, suasana sepi dan mencekam kini dirasakan Karin.Rasa takut dan cemas akan keadaan Abimana menguasai hatinya.Di tengah kecemasan, Karin melihat sebuah taksi berhenti tak jauh dari tempat mereka berdua.Sopir taksi itupun dengan cepat membantu Karin membawa Abimana menuju rumah sakit terdekat.Setibanya di rumah sakit, Abimana yang mengalami pendarahan hebat dan tidak sadarkan diri langsung mendapatkan perawatan intensif dari para dokter.Setelah berhasil melewati masa kritisnya, Abimana dipindahkan ke ruang rawat inap.Ia harus menjalani masa perawatan selama dua minggu di rumah sakit tersebut.Dan pada akhirnya, setelah dua minggu menjalani perawatan di rumah sakit, Abimana diperbolehkan pulang oleh dokter.Dengan senang hati, Abimana keluar meninggalkan rumah sakit tersebut. Ia merasa bosan karena selama dua minggu harus berbaring tanpa bisa bergerak dengan leluasa. Meskipun Abimana belum diperbolehkan meninggalkan rumah karena harus menjalani masa pemulihan selama satu bulan, tetapi ia merasa bahagia bisa menghirup udara luar rumah sakit yang baginya menjenuhkan dan membuatnya semakin sakit."Akhirnya kamu keluar juga dari rumah sakit, Mas! penat rasanya tiap hari nungguin kamu disana," ucap Karin sambil menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa."Ia, Sayang, siapa juga yang mau lama-lama tinggal di rumah sakit, kalau saja wanita sialan itu tidak berulah, mungkin sekarang kita sudah menguasai semua surat surat berharganya" balas Abimana."Iya, Mas, kamu benar sekali, semua ini gara-gara mantan istrimu itu lho, kita harus segera menemukan Aisyah, Mas! aku sudah nggak sabar menguasai semua harta kekayaan keluarganya," timpal Karin gemas."Sabar, Sayang, setelah aku pulih, kita akan segera menemukan Aisyah! aku harus membalas perlakuannya kepadaku, untuk sementara, kita nikmati saja fasilitas mewah rumah kita ini, ha...ha...ha..." Abimana tertawa terbahak-bahak, ia merasa puas bisa menyingkirkan Aisyah dari rumahnya sendiri."Pasti dong, Sayang, aku sangat menikmati semua ini, ini adalah mimpiku sejak kecil, Sayang" ucap Karin manja.Adapun Aisyah, setelah berhasil kabur dan melukai Abimana, ia melajukan mobilnya dengan kencang, berharap Abimana dan Karin tidak mengerahkan anak buah mereka untuk mengejarnya.Setelah dirasa jauh dari Abimana, ia menepikan mobilnya. Aisyah merenungi kejadian yang baru saja dialaminya.Badannya terasa lemas, tangannya pun bergetar hebat, ia merasa bingung karena berani melukai orang seperti tadi.Sejenak Aisyah segera menguasai kembali dirinya. Ia segera mengamati jok mobil yang ia tempati, memeriksa kembali barangkali ada noda darah Abimana yang belum dibersihkan.Aisyah pun segera membersihkan pisau dapur yang dipakai untuk menusuk Abimana.Ia membungkus pisau itu dengan kain bersih dan menyimpannya di bawah jok mobil."Aku harus segera ke vila rahasia keluargaku," gumamnya.Ia pun segera melajukan mobilnya ke luar kota dimana vila husus keluarganya yang tidak bisa sembarang orang masuk, termasuk Karin dan Abimana yang belum pernah menginjakkan kaki di vila keluarganya.Sementara itu,Dikediaman Aisyah yang direbut oleh Abimana, Karin sedang asyik menikmati makan malam dengan berbagai menu yang menggugah selera.Dengan mesra Karin menyuapi Abimana yang disambut Abimana dengan sukacita."Sayang, setelah ini kita ke kamar ya, aku ingin menyingkirkan semua barang barang Aisyah sampai ga ada satupun yang bisa mengingatkanmu kepada wanita itu" rajuk Karin manja."Kamu ini, untuk apa aku berbuat sejauh ini jika dihatiku masih ada wanita sialan itu? sudahlah nggak perlu cemburu kepada dia, Sayang," ucap Abimana."Ayok, kita beresin kamarnya sekarang!" ujar Abimana sambil menuntun Karin menuju kamar utama.Di dalam kamar,Karin membereskan semua baju baju dan barang barang miliknya. Ia lupa bahwa kamar ini adalah kamar Aisyah.Ia menata kamar ini sesuka hatinya, memindahkan bahkan tak segan membuang barang barang yang menurutnya tidak berguna.Setelah puas mengeluarkan semua barang barang milik Aisyah dan memindahkan barang barang miliknya, Karin pun tertidur lelap di atas kasur king size yang empuk milik Aisyah.Sementara itu, Abimana masih terpekur menghadapi sebuah brankas yang diletakkan di bawah ranjang.Sudah berulang kali ia mencoba membuka brankas itu tetapi tetap tidak terbuka. Padahal seingat dia kodenya adalah ulang tahun dirinya, tetapi setelah dicoba tetap brankas tersebut masih terkunci."Sial! kenapa aku bisa lupa kode brankas ini? bagaimana aku bisa mengambil semua surat berharga yang tersimpan di dalamnya?" rutuknya dalam hati.Abimana pun mencoba sekali lagi untuk membuka brankas tersebut menggunakan tanggal lahir Aisyah. Dan, ceklek, ternyata pintu brankas pun terbuka lebar.Namun, mata Abimana lebih terbuka lebar lagi setelah melihat isi brankas tersebut."Kemana surat tanah serta surat surat berharga lainnya? perasaan aku dan Aisyah menaruhnya disini? gumam Abimana heran."Aisyah,"Deg, seketika jantungnya berdetak hebat, emosinya meluap, badannya gemetar dan tangannya mengepal menahan amarah."Kurang ajar! apa jangan jangan Aisyah sudah mengambilnya? tapi kapan ? bukankah dia hanya membereskan baju bajunya saja?,""Arghhhhh..."Abimana pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia mencoba mencari surat surat berharga milik keluarga Aisyah di dalam lemari dan semua laci yang ada di kamar itu.Tetapi sayang, semuanya nihil.Ia tidak menemukan satu lembar pun surat surat berharga itu, bahkan perhiasan dan uang yang tersimpan di brankas pun raib."Aisyah...!!!"Abimana menjerit meluapkan amarahnya.Membuat Karin yang terlelap pun melonjak kaget. Dengan menahan kantuk, Karin bertanya kepada Abimana."Ada apa, Mas? kenapa kamu berteriak seperti itu? mengganggu tidurku saja! aku lelah, Mas! ingin tidur sebentar aja! sungut Karin kepada Abimana."Diam kau, Sayang! surat surat berharga Aisyah tidak ada di brankas! pusing aku dibuatnya!" bentak Abimana kapada Karin."Apaaa...?"Karin terlonjak dari tempat tidur setelah mendengar apa yang diucapkan Abimana."Tidak ada bagaimana, Mas? bukankah sudah aman katamu waktu itu! sudah kamu ganti kodenya!" cecar Karin."Itulah yang tidak aku mengerti, kenapa bisa tidak ada? padahal kode brankas nya sudah aku ganti dengan tanggal lahirku! jawab Abimana."Aduh, Mas...! rugi dong kita kalau surat surat berharga itu dikuasai Aisyah!" sungut Karin."Tapi, Mas, kita bisa memancing Aisyah untuk keluar dari persembunyiannya dan merebut kembali surat surat berharga itu!" seru Karin mantap."Bagaimana caranya?" tanya Abimana."Kita jadikan perusahaan milik Aisyah sebagai umpannya, Mas! bukankah wanita sialan itu tidak rela perusahaannya kita kuasai? kita gunakan perusahaan itu untuk merebut semuanya yang Aisyah miliki!" ucap Karin dengan angkuhnya.Di tempat lain,Selepas membersihkan sisa darah Abimana yang masih tercecer di jok mobil dan mengamankan pisau yang digunakan untuk melukai Abimana, Aisyah mengemudikan mobilnya dengan kencang, ia takut Abimana menyuruh anak buahnya untuk mengejar dirinya.Hamparan perkebunan teh dan sayur mayur yang menyegarkan mata, tidak jua membuat Aisyah merasa nyaman. Ia masih merasa trauma dengan kejadian yang baru saja dialaminya.Jalanan yang dilalui Aisyah semakin kecil dan berkelok, maklum saja, orangtua Aisyah membeli villa keluarga itu di tempat terpencil daerah pegunungan di desa terpencil, jauh dari hiruk pikuk kota. Tentu berbeda dengan beberapa villa milik keluarganya yang berada di daerah Puncak.Semakin lama, Aisyah mulai merasakan sedikit ketenangan. Ia mulai mengurangi kecepatan kendaraannya, mengingat jalanan yang harus ia lalui pun tidak bisa menggunakan kecepatan kendaraan yang tinggi.Sesekali, Aisyah menikmati pemandangan sepanjang perjalanan yang begitu indah.Dimana hampar
"Assalamu'alaikum." Aisyah mengucap salam ketika melangkahkan kakinya ke dalam rumah panggung itu. Dengan langkah gontai akibat kelelahan Aisyah duduk di kursi rotan. Peluh mengalir membasahi sekujur tubuhnya. "Bersih sekali disini, tidak sia-sia papa mempercayakan villa ini kepada Abah Entis dan Ma Onah." Gumam Aisyah sambil berjalan menelusuri seluruh ruangan di rumah itu. Rumah panggung sekaligus villa keluarga Aisyah ini hanya memiliki dua kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Rumah ini sengaja didesain sederhana supaya tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya. Terutama saingan bisnis almarhum papanya dulu. Oleh karena itu, almarhum papanya seringkali mengajak Aisyah dan mamanya kesini, untuk melepas penat dari hiruk pikuk ibukota. Puas melihat sekeliling rumah, Aisyah memutuskan untuk beristirahat di kamar depan. Tempatnya sedari dulu jikalau keluarganya menginap disini. Aisyah segera memindahkan barang-barang dari dalam tas dan menyimpannya kedalam lemari. L
"Ibuuuu," Aisyah tetap menangis di pelukan Ma Onah. Aisyah melihat kalau orang yang memeluknya kini adalah ibunya. Ia memeluk wanita yang terus membelai rambutnya penuh kasih sayang itu. "Ini Ema, Non!" Ma Onah melepas pelukannya dan memegang erat tangan Aisyah. Aisyah sejenak tertegun mendengar penuturan Ma Onah. Ia memandang Ma Onah seksama. Memastikan kalau wanita yang dihadapannya kini orang lain. Namun sayang, Aisyah tetap melihat Ma Onah itu ibunya. Dalam pandangan Aisyah, ibunya tengah tersenyum kepadanya. Aisyah yang sedang terpuruk dan sangat merindukan orangtuanya itu menghambur kembali kedalam pelukan Ma Onah. Ia memeluk wanita paruh baya itu dengan erat. Seolah enggan melepaskan pelukannya. "Ibu, Aisyah kangen," rengeknya manja. Ingusnya sampai keluar mengotori baju Ma Onah. "Non Aisyah! ini ema, bukan nyonya!" Ma Onah kembali mengingatkan Aisyah. Namun Aisyah tetap bergeming dan menangis kembali. "Ibu... Mas Abi," Aisyah bicara sambil menangis. Ma Onah akhirnya
"Sudah! non Aisyah jangan nangis terus! nanti cantiknya hilang," hibur Ma Onah."Ma, ustadz nya sudah datang," Abah Entis berbisik sambil mempersilahkan ustadz masuk.Masuklah seorang laki-laki tampan nan rupawan. Memakai koko dan peci putih juga kain sarung dan berkalung sorban hitam mendekati Aisyah."Mas Abi?" Aisyah bergumam."Mas, ini beneran kamu? Kamu mau menjemput aku, Mas?" Aisyah kembali bertanya dengan suara yang jelas."Maaf, saya bukan Abi suamimu. Saya orang lain," jawab ustadz itu menatap tajam ke arah Aisyah."Kamu jahat, Mas! Untuk apa kamu datang kemari kalau bukan untuk menjemput aku?""Pergi kamu dari sini! Aku benci kamu, Mas!" seru Aisyah garang.Ia kemudian mengamuk lagi. Bantal guling Aisyah lempar ke arah ustadz itu. Sementara sang ustadz hanya tersenyum melihat Aisyah seperti itu, perlahan ia mendekati Aisyah."Jangan dekati aku, pergi kamu!" Aisyah histeris. Tanpa disangka, ia mengambil gelas yang berada di meja rias dan melemparnya ke arah ustadz.Hap,Gela
"Istri saya terjatuh saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit ini, dokter." Abah Entis menceritakan kejadian yang baru saja mereka alami."Saya turut prihatin, Pak! Tetapi, pendarahan istri Bapak harus segera dihentikan,""Tolong segera tandatangani surat persetujuan operasinya, Pak!" dokter itu kembali mengingatkan Abah Entis muda.Bingung dengan biaya operasi yang harus dibayar, Abah Entis terpaku dalam diam. Tak dihiraukannya dokter yang terus memanggilnya."Bapak baik-baik saja?" dokter itu menepuk pundak Abah Entis. Membuat dirinya tersadar dan menoleh ke arah dokter."I-iya, dokter! Saya mengerti, tapi.." ucapan Abah Entis menggantung."Ada masalah?" dokter muda itu menautkan kedua alis tebalnya."Saya bingung dengan biaya operasinya dokter," Abah Entis muda berterus terang."Ijinkan saya yang membayar biaya operasi istri anda, Pak." pasutri yang tadi menolong Abah Entis telah berada di dekatnya."Segera tangani istri Bapak ini, dokter! Saya yang akan mengurus administrasinya
Abah Entis yang lelah setelah setengah hari mengayuh becak mengais rezeki, terduduk lesu melihat puing-puing rumah bedeng yang berserakan dimana-mana.Peralatan rumah tangga bercampur debu dan sampah bercampur jadi satu, tak berbentuk lagi.'Dimana aku tinggal malam ini?' batin Abah Entis.Raut wajahnya memancarkan kegelisahan dan kecemasan mendalam. Bukan hanya bingung mencari tempat tinggal baru, tetapi ia juga harus memikirkan istrinya yang baru pulih pasca operasi dan melahirkan.Terbayang pula tangisan bayi kecil mereka, Abimana. Disaat keinginannya untuk membawa pulang Abimana dan kembali berkumpul bersama, Abah Entis muda harus menerima kenyataan bahwa rumahnya terkena penggusuran."Akang, jangan melamun! kita harus segera mencari tempat tinggal," Ma Onah muda menepuk pundak suaminya."Iya, Nyai!" Abah Entis bangkit berdiri dan membawa bungkusan pakaian yang sudah dirapikan istrinya.Terlihat orang-orang sibuk berlalu lalang pergi meninggalkan tempat itu satu persatu.Abah Enti
Kedatangan ustadz muda bernama Yusuf itu membuat perubahan besar untuk Aisyah.Perlahan tapi pasti, Aisyah semakin kuat dan tegar menghadapi tantangan kehidupan.Pengkhianatan Abimana yang sempat membuatnya depresi, sekarang berangsur pulih dan membaik.Ustadz muda itu sengaja di undang setiap hari oleh Abah Entis untuk mengajak Aisyah dialog seputar kehidupan.Tepat seminggu setelah pertemuan pertama Aisyah dan ustadz Yusuf, kondisi kejiwaan Aisyah telah kembali seperti sediakala.Bahkan, Aisyah kini lebih menyerahkan diri kepada Tuhan penguasa semesta. Aisyah juga rutin mengkaji ilmu agama kepada ustadz Yusuf.Setiap sore hari, ustadz Yusuf akan bertandang ke rumah Aisyah untuk mengajarkan Aisyah ilmu agama.Selain karena motivasi dari ustadz Yusuf, kepedulian dan kasih sayang Abah Entis dan Ma Onah membuat Aisyah semakin nyaman dan kembali ceria.Ditambah lingkungan pedesaan yang asri, serta penduduknya yang ramah, membuat Aisyah semakin betah tinggal di sana.Suatu sore setelah u
Sementara itu di tempat kejadian Aisyah kecelakaan,Para warga yang sedang berkebun dan bertani saling pandang mendengar suara dentuman yang cukup keras.Mereka berbondong-bondong mencari sumber suara. Mereka mencari sebelah kanan dan kiri jalan tetap tidak menemukan apa-apa.Sampai seseorang yang memeriksa daerah curam berkelok, berteriak memanggil warga yang lain."Disini sepertinya telah terjadi kecelakaan," tunjuknya ke arah jurang yang sebagian pohon pohonnya patah dan menjuntai ke bawah."Iya, seperti bekas luncuran sesuatu," seorang lainnya ikut menimpali."Jangan-jangan, ada yang jatuh ke bawah jurang, Kang!" ucap warga kepada Ketua Rt yang kebetulan ikut hadir."Sebaiknya kita periksa ke bawah, takutnya ada korban!" ketua Rt memerintahkan warga untuk segera menuruni tebing jurang yang curam."Hati-hati, Kang!" sebagian warga yang menunggu di atas mengingatkan.Lima warga laki-laki turun ke bawah jurang, termasuk ketua RT, sementara yang lain menunggu di atas. Mereka tidak tu
"Turuti kemauan dia!" Narendra memberi perintah kepada anak buahnya sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Tubuhnya gemetar menahan takut. Ya, Narendra yang seorang penjahat pun merasa ketakutan saat pistol menempel tepat di pelipisnya."Bagus! Cepat antar sahabatku ke dalam mobil!" Mahesa kembali memberi perintah. Dengan cepat, anak buah Narendra memapah Rendra masuk ke dalam mobil milik Mahesa. "Lepaskan bos kami!" anak buah Narendra berteriak. Mereka mencoba merangsek ke arah Mahesa. Namun, dengan sigap Mahesa menarik pelatuk pistol mainan yang dipegangnya, membuat anak buah Narendra urung mendekat."Berani mendekat, bos kalian tinggal nama!" Seringai Mahesa licik. Membuat anak buah Narendra kembali mundur beberapa langkah.Terdengar deru mobil Mahesa mendekat, secepat kilat Mahesa menyeret Narendra masuk ke dalam mobil miliknya dan meninggalkan anak buah Narendra yang seolah terhipnotis.Dan pada akhirnya, kejar kejaran antara dua mobil terjadi. Dengan kecepatan penuh, mobil Mah
Mobil yang dikendarai Mahesa melesat membelah jalanan yang mulai sepi. Wajahnya menegang tiap kali ia dengar suara jeritan Rendra yang terdengar tak berdaya. Bisa dipastikan, Rendra di keroyok lebih dari dua orang."Brengsek! Siapa yang berani main-main dengan Mahesa Bagaskara?" Mahesa mengepalkan tangannya geram.Ia bersumpah akan memberi pelajaran setimpal terhadap siapapun yang berani menyentuh sahabatnya.***"Ternyata anak buah Mahesa Bagaskara tak seperti yang terdengar! Lembek!" suara cibiran dan cemoohan terdengar memenuhi taman yang sepi itu. Suasana taman itu memang tak seperti taman kota yang lainnya. Karena letaknya kurang strategis, sehingga penerangan pun tak memadai. Hanya ada di tiap ujung taman dengan cahaya temaram."Berani satu lawan satu, jangan keroyokan?" Rendra berusaha bangun, meskipun seluruh tubuhnya merasakan sakit."Besar juga nyalinya! Hajar dia!" pria berkacamata hitam itu turun dari mobil mendekati Rendra. Dengan cengkraman kuat, ia memaksa Rendra meneng
"Mam, sorry aku harus pergi sekarang!" Mahesa yang merasa tak nyaman di rumahnya sendiri turun menghampiri kedua orangtuanya di meja makan."Lah kok pergi? Temenin Cassandra dong!" Nyonya Rini merenggut. "Mami aja yang temenin, kan dia tamunya Mami!" Mahesa memalingkan wajahnya dari Cassandra."Cassandra itu calon kamu, Nak! Coba kenalan lebih dekat! Pasti kamu suka," Nyonya Rini tersenyum kepada Mahesa."Udah berapa kali aku bilang, Mam! Aku sudah punya calon sendiri, pilihan sendiri!" Mahesa menjawab ketus ucapan ibunya."Memangnya siapa calon mu itu hah? Pasti cuma akal-akalan kamu aja!" gerutu Nyonya Rini."Serius, Mam! Dia seorang pemilik perusahaan," Mahesa mencoba meyakinkan ibunya."Sudahlah, Mam! Nggak enak juga berdebat di depan tamu! Biarkan anakmu dengan pilihannya!" Tuan Adam mengedipkan matanya kepada Mahesa."Nggak bisa gitu, Pah!" Nyonya Rini menatap tak suka suaminya.Sementara Cassandra pura-pura tenang meskipun hatinya marah besar dengan ucapan Mahesa."Dengar Cass
"Mimpi? Apa aku bermimpi? Kenapa rasanya sangat nyata?" gumam Cassandra pelan. Ia bergidik ngeri kala mengingat kejadian menyeramkan barusan di dalam kamar."Tante, boleh aku istirahat di ruang tamu aja?" Cassandra melihat ke arah nyonya Rini. Berharap beliau mau mengabulkan permintaannya."Baik, ayok Tante bantu bawakan barang-barang mu!" Nyonya Rini mengangguk setuju. Meskipun beliau tak percaya dengan cerita hantu Cassandra, tetapi rasa ibanya menyeruak dalam dada kala melihat Cassandra yang histeris." Mami, aku makan duluan ya! Udah lapar nih!" Mahesa yang keluar dari kamar berpapasan langsung dengan Cassandra.Meskipun terkejut, Mahesa bersikap seperti dingin mungkin di depan Cassandra."Tunggu Cassandra sebentar, Mahesa!" Nyonya Rini menuntun wanita muda itu turun menuju ruang tamu."Kelamaan, Mi! Aku tunggu di meja makan aja sekalian makan duluan!" Mahesa tak menggubris ucapan ibunya."Kita tunggu Cassandra dulu, Nak! Sebentar aja," Nyonya Rini melirik Mahesa tajam.'Oh My God
"Suara apaan itu?" Cassandra yang tengah selonjoran setelah dipijit pelayan Mahesa terperanjat kaget.Hihihihi,Suara menakutkan itu kembali terdengar semakin nyaring. Cassandra mulai turun dari ranjangnya. Dengan tubuh sedikit gemetar ia terlihat mencari asal suara."Pergi sana! Jangan ganggu aku!" teriak Cassandra dengan tubuh merapat di tembok.Sayangnya, suara aneh dan menakutkan kembali terdengar. Bahkan sekarang terdengar langkah kaki yang diseret mendekati kamarnya."Ya, Tuhan! Apa mungkin kamar ini ada penghuninya?" Cassandra terlihat panik.Srek-srek,Suara langkah berat itu semakin mendekat, membuat bulu kuduk Cassandra berdiri tegak. Dalam keadaan panik seperti itu, tiba-tiba lampu kamar padam dengan sendirinya. Sontak saja Cassandra berteriak histeris,"Aaaaaaaaa!" dengan kedua tangan menutupi wajahnya."Tolong, jangan ganggu aku!" Isak Cassandra mulai terdengar, membuat Mahesa yang memantau dari layar komputer tertawa puas."Syukurlah," bisik Cassandra saat lampu kembali
"Akhirnya kamu pulang juga, Mahesa!" Nyonya Rini menatap kesal puteranya.Mahesa hanya mengangkat bahunya lalu mencium punggung tangan maminya sopan."Maaf, Mi! Jalanan macet parah," Mahesa mencoba memberi alasan. Tubuh lelahnya ia hempaskan di sofa empuk."Maaf, maaf! Kasihan Cassandra nunggu kamu lama!" Nyonya Rini mendelik kesal."Udah dong, Mami cantik! Ketemu anak tuh disayang, dielus apa gimana! Bukannya dimarahin!" Mahesa mulai terlihat kesal."Lagian ngapain Mami pake acara ngenalin aku ke anak teman Mami segala!" sungut Mahesa kesal."Ngapain katamu? Dengar ya! Mami tuh udah kepingin banget nimang cucu! Kalau nungguin kamu bawa menantu sampai Mami tua pun kayaknya nggak akan!" Nyonya Rini nyerocos tak mau kalah dari Mahesa."Tapi nggak perlu pake acara gini juga kali, Mam! Aku udah punya calon yang super istimewa!" elak Mahesa."Halah, kelamaan! Pokoknya kamu pasti langsung jatuh cinta pada Cassandra. Udah cantik, keluarganya juga pebisnis sama dengan kita! Cocok sama kamu!"
Sebuah Audy merah berhenti di depan sebuah mansion mewah.Tin, hanya dengan bunyi klakson dari Audy merah, pintu gerbang mansion bergaya klasik Eropa itu terbuka sendiri. "Selamat sore, Nyonya!" Satpam berbadan tegap segera menghampiri."Mahesa ada?" suara wanita paruh baya terdengar menanyakan sang pemilik mansion."Tuan muda pulang sedikit terlambat hari ini, Nyonya!" jawab Satpam itu sangat sopan."Ok!" wanita cantik paruh baya itu hanya mengacungkan jempol, sebelum melajukan mobilnya."Welcome in Indonesia, Mrs. Rini and Mis Cassandra!" Rendra menyambut ibunya Mahesa yang baru turun dari mobil dengan sangat ramah dan sopan. "Kapan Mahesa pulang kerja, Rendra? Apakah dia sudah tau akan kedatangan saya?" Nyonya Rini merasa kesal karena putera sematawayangnya tidak nampak."Mungkin terjebak macet, Nyonya! Tuan muda sendiri sudah tau akan kedatangan Nyonya!" Rendra kembali mengangguk sopan kepada wanita di hadapannya."Kamu pasti letih ya, Sayang! Lebih baik kita istirahat sebentar
"Mas, aku bukain bajunya ya!" Karin panik karena Abimana semakin mendekat bahkan hampir memegang handle pintu kamar mandi."Ish! Kamu ini kenapa sih? Kok sikapmu aneh gitu?" langkah Abimana terhenti, ia merasa jengkel dengan kelakuan istrinya yang tak masuk akal."Ya kan kalau masuk kamar mandi udah nggak pake baju enak, Mas! Tinggal rendeman di bathtub!" Karin berusaha tersenyum sewajar mungkin untuk meyakinkan Abimana."Nggak usah!" Abimana mendengus kesal. Dengan perlahan, ia memutar handle pintu.Kring-kring,Tiba-tiba ponsel Abimana berdering sangat nyaring. Disusul ketukan di pintu kamar membuat Abimana urung membuka pintu kamar mandi."Ya, halo!" Abimana yang penasaran segera mengangkat panggilan telpon."Saya mengantar mobil pesanan anda! Kami sudah memasuki halaman rumah anda!" suara dingin di seberang telpon kembali terdengar."Apa? Anda sudah sampai disini?" Abimana tersenyum ceria."Tunggu sebentar, saya segera turun ke bawah!" ucap Abimana sambil membetulkan kancing kemej
Abimana yang merasa suntuk tak bisa bertemu sosok Claudia saat pulang kerja melampiaskan kekesalannya dengan mampir di sebuah gerai otomotif.Kebetulan hari ini grand opening festival produk otomotif dan berbagai pendukungnya. Nampak jejeran mobil keluaran terbaru di bagian depan menarik banyak minat pengunjung.Bukan hanya produk otomotif saja yang ada disana, aneka food court juga tak ketinggalan menambah kemeriahan festival itu."Kayaknya gue butuh kendaraan baru!" gumam Abimana, mengingat mobil yang sekarang dipakainya kalah mewah dengan mobil Claudia."Silahkan, Pak! Ini ada beberapa mobil produksi Eropa dan juga asia keluaran terbaru!" seorang salesgirl cantik menyapa Abimana.Abimana hanya manggut-manggut melihat-lihat mobil mewah yang berjejer rapi.Pandangannya tertuju pada satu mobil sport warna biru metalik milik brand ternama Aston Martin Rapid S seri terbaru produksi negara Lady Diana."Delapan milyar?" Abimana bergumam saat mengetahui harga mobil incarannya."Iya, Pak! D