BAB 16MENCARI KONTRAKANKarena kehamilan itu, Rachel menuntut untuk dinikahi. Aku belum bisa menikahinya secara resmi, jadi kuputuskan untuk menikah secara siri dahulu. Untungnya, keluarganya tidak keberatan. Ibu yang kuberitahu pun juga turut gembira. Maklumlah, anak yang dikandung Rachel merupakan cucu pertama untuk Ibu. Aku hanya dua bersaudara dan adikku masih kuliah.Hari-hari kulalui dengan penuh semangat. Sebentar lagi, aku akan menjadi seorang ayah. Aku sering izin keluar kota kepada Kienan untuk menemani Rachel. Bahkan, aku pun mulai jarang ke kantor. Aku lebih asyik dengan tempat karaoke yang sudah memiliki 3 cabang.Hari ini, aku mengantar Rachel untuk memeriksakan kandungannya. Kami bertemu Kienan di depan rumah sakit. Disitulah awal malapetaka ini terjadi.*****************************Akbar menangis tergugu. Dia menyesal telah menduakan Kienan. Bagaimana mungkin dia bisa mengkhianati perempuan sebaik Kienan?Sebagai seorang istri, Kienan mampu menjalankan perannya den
BAB 17PERMINTAAN BU ANA"Kontrakan jelek begini, apa harganya gak bisa dikurangi?" tanya Bu Ana nyinyir."Gak bisa, Bu. Harganya segitu itu sudah murah. Yang lain saja gak ada yang protes," ujar Bu Markonah."Tapi itu terlalu mahal," Bu Ana masih mencoba untuk bernegosiasi."Kalau menurut Ibu kemahalan , cari saja kontrakan lain. Beres," ujar Bu Markonah sewot."Gak gitu juga Bu. Saya mu disini saja, tapi kurangi ya harganya?""Maaf, tidak bisa. Saya tidak mau kena komplain sama yang lain. Sudah, jadi apa gak ini? Kalau gak jadi gak papa, saya bisa nyari orang lain buat ngontrak.""Jangan dong, Bu! Jadi, kok. Ini uangnya," ujar Bu Ana lalu menyerahkan uang untuk kontrak sebulan."Nah, gitu dong dari tadi! Nih, kuncinya! Ingat, kalau bayar kontrakan jangan sampai telat," ujar Bu Markonah, lalu pergi. Bu Ana menghembuskan napas perlahan."Ra, kamu beneran mau pindah kesini?" tanya Cindy memastikan."Iya, tapi … aku bisa minta tolong lagi, gak?" tanya Aira lirih."Tentu. Apa?" tanya Ci
BAB 18SUGAR BABY"Sudah, Sayang. Semuanya sudah beres. Setelah ini, kita akan tinggal dimana? Aku gak mau ketemu mereka lagi," sahut Rachel."Bagaimana kalau sementara kita tinggal di tempat ibumu saja?""Apa? Gak mau. Ibu tinggal di desa, Sayang. Malas ah, pulang kesana. Tetangganya suka julid.""Biarin aja, gak usah didengerin," ujar Gerry."Gaklah! Aku mau kita pindah ke kota sebelah saja! Aku mau mendirikan butik, mumpung masih ada duitnya!""Ya sudah kalau itu mau kamu! Gini aja! Sementara kita di sini dulu aja. Di kota sebelah aku punya teman, nanti aku minta tolong dia untuk mencarikan ruko yang bagus. Bagaimana?" usul Gerry."Nah, kalau itu aku setuju. Terimakasih, Sayang!""Sama-sama!" sahut Gerry sembari memeluk kekasihnya."Sayang … mau minum gak?" tawar Rachel. "Boleh, biar aku yang ambil, kamu disini saja!" sahut Gerry.Gerry segera beranjak mengambil botol minuman keras dan dua buah gelas."Ini untuk kamu, Sayang!" ujar Gerry mengulurkan gelas berisi minuman."Terimaka
BAB 19HARI PERTAMA"Kalau kamu kerja, trus kuliah kamu gimana?""Kuliah tetap jalan kok, Bu! Aku kerja ambil shift malam.""Apa kamu gak kecapekan?" tanya Ibunya sanksi."Gak papa, Bu. Yang penting, aku bisa bantu Ibu. Boleh ya, Bu?" rayu Aira."Terserah, asal tidak mengganggu jadwal kuliah kamu.""Terimakasih, Bu. Ya sudah, Bu, aku berangkat dulu!"Aira segera meninggalkan kontrakannya menuju kontrakan Cindy. "Bagaimana? Sudah siap?" tanya Cindy saat keluar."Sudah, ayo!" sahut Aira.Mereka segera berangkat menuju lokasi yang ditentukan menggunakan taksi online. Selang satu jam kemudian,mereka sudah sampai di tujuan."Kita duduk disana saja!" ujar Cindy menunjuk pojok ruangan."Mau pesan apa, Ra?" tanya Cindy setelah memanggil pelayan.Aira menelan ludah memandang daftar menu. Cafe yang mereka tuju merupakan cafe yang cukup terkenal."Jangan khawatir! Nanti mereka yang bayar! Kita pesan saja!" ujar Cindy memahami kegundahan Aira."Beneran? Okelah! Kalau begitu, aku kamu beef steak,
BAB 20KEINGINAN KIENAN"Gerry brengsek!" teriak Rachel frustasi saat telah kembali ke apartemennya."Aku sudah mengorbankan segalanya untuk kamu! Mas Hendra menceraikan aku karena ketahuan selingkuh sama kamu! Bahkan kini aku tidak boleh menemui putraku! Sekarang, berani-beraninya kamu menghianati aku! Aku akan membalasmu, Ger! Ingat itu!" umpat Rachel. Rachel mengacak rambutnya frustasi. Dia merasa kebingungan. Semua uangnya ada di kartu tersebut. Bahkan, seluruh koleksi perhiasannya pun raib. Kini, dia hanya memiliki uang yang tersisa di dompetnya. Setelah menimbang-nimbang, Rachel memutuskan pulang ke rumah Ibunya. Dia tidak mungkin tetap tinggal di apartemen, karena dia pasti membutuhkan biaya untuk makan. Uangnya yang tersisa tidak akan cukup. Rachel segera berkemas. Setelah selesai, dia segera berangkat menaiki kendaraan umum.*******************************Sudah dua bulan Aira menjalani profesinya sebagai sugar baby. "Aira, dari mana kamu punya uang untuk membeli makanan
BAB 21PENANGKAPAN GERRY"Jangan panggil Pak lah, kita diluar kantor. Panggil nama saja. Lagian, saya belum setua itu," ujar Pak Nizam."Ha … maaf, Pak! Kelepasan!" ujar Kienan sembari menahan tawanya."Apanya yang lucu? Apa menurut kamu aku setua itu?" protes Pak Nizam. "Tidak, Pak! Hanya lucu saja!" "Kok masih panggil Pak, sih?""Trus, saya harus panggil apa?" tanya Kienan."Baiklah! Saya panggil Mas saja, ya? Gak enak kalau langsung nama," ujar Kienan."Boleh juga. Saya panggil kamu Kienan saja, ya? Toh, usia kamu di bawahku!" ujar Nizam dengan pedenya."Kok tahu?" "Tahu dong! Kan, saya sudah ngubek-ngubek data perusahaan kamu!""Sampai data pribadi saya?" tanya Kienan penasaran."Sebenarnya gak. Itu hanya bonus saja!" sahut Nizam sambil nyengir.Kienan hanya tertawa melihat sisi lain seorang Nizam. Ternyata, dia orangnya menyenangkan juga. Tidak sekaku seperti saat di kantor, pikirnya."Halo!" ujar Nizam sembari menggerakkan tangannya di depan Kienan. Kienan tergeragap karena k
BAB 22PENANGKAPAN RACHELDor … dor ….Polisi mengeluarkan beberapa tembakan peringatan. Sebagian anak buah Gerry telah tertangkap. Beberapa anggota kepolisian terlibat aksi kejar-mengejar. Mereka terus berlari memasuki kawasan hutan. Dor … dor ….Polisi terpaksa menembak kaki para buronan itu, dan akhirnya semua tertangkap, termasuk Gerry yang berjalan terpincang-pincang karena kaki kirinya terkena tembakan.************************Hari ini Kienan menjalani rutinitas seperti biasa. Jenuh, itu pasti. Apalagi, selama ini dia terbiasa hanya mengurus rumah dan yayasan,kegiatan yang tidak terikat oleh jadwal. Setelah selesai dengan setumpuk dokumen dan beberapa meeting, sore ini Kienan ingin memanjakan matanya di pusat perbelanjaan. Dia ingin melihat pernik-pernik untuk bayi kembarnya. Kemarin, dia sudah melakukan USG. Hasilnya, kedua anaknya berjenis kelamin perempuan.Sesampainya di pusat perbelanjaan, Kienan segera menuju pusat kebutuhan bayi. Disana, banyak sekali pernik-pernik lucu
BAB 23MAKAN SIANG"Apakah benar anda Ibu Rachel Puspitasari?" tanya petugas kepolisian tersebut."Iya, Pak! Ada apa, ya?" "Kami kesini membawa surat penangkapan Anda atas tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Ibu Kienan.”"Apa?" teriak Rachel dan Ibunya bersamaan. "Benar itu, Chel?" tanya Ibunya tak percaya."Tidak, Bu! Itu tidak benar! Pak Polisi, ini pasti hanya salah paham!" ujar Rachel membela diri. "Mohon maaf, silahkan jelaskan di kantor polisi! Sekarang, Anda ikut kami!" "Tidak, Pak! Saya tidak mau! Saya tidak bersalah!" ujar Rachel masih berusaha membela diri. "Pak, tolong jangan bawa anak saya. Saya mohon, Pak! Dia tidak bersalah!""Tolong jangan mempersulit kami! Ayo, Bu!" ujar polisi tersebut sembari memborgol Rachel dan menariknya paksa ke dalam mobil polisi. Aksi tarik menarik tersebut menjadi tontonan para warga. Mereka berbisik-bisik berusaha mencari tahu yang terjadi."Rachel kenapa dibawa polisi, Bu?" tanya salah satu warga yang super kepo kepada Ibu Rachel yang
BAB 13AKHIR YANG BAHAGIA"Ibu!" ujar Farel terkejut."Ngapain kamu di rumah perempuan itu? Ayo pulang!" sentak wanita bertubuh tambun tersebut."Aku hanya mengantar mereka pulang saja, Bu!" sahut Farel."Jangan banyak alasan, cepat pulang! Hei, Nana! Kamu itu sudah menikah. Bisa-bisanya kamu menggoda anakku. Kalau mau selingkuh, cari laki-laki lain, jangan anakku. Aku tidak rela!" sentak ibu Farel."Ibu, siapa yang menggoda sih? Aku hanya mengantar mereka. Lagi pula aku sendiri yang berinisiatif!" sahut Farel membela Nana."Jangan bela mereka. Ingat ya, ini peringatan terakhir. Jangan ganggu anakku lagi!" Usai mengatakan hal tersebet, wanita bertubuh tambun tersebut segera menyeret Farel meninggalkan rumah Nana. Tak diperdulikannya beberapa warga yang menonton kejadian tersebut."Ada apa, Na? Kok ibu dengar ribut-ribut!" tanya Bu Husna. "Tadi … ibunya Mas Farel kesini!" sahut Nana dengan mimik sedih. Bu Husna menghela nafas panjang sejenak. Bisa bisa menebak apa yang tejadi tadi. Di
BAB 12BERTEMU KEMBALIDengan penuh percaya diri, pengendara tersebut segera turun dari motornya. Belum juga dia melepas helmnya, Nana sudah menghampiri dan melabraknya.“Hei, Mas, maksudnya apaan, menghalangi jalan kami? Mau pamr motor?” sentak Nana. Pria tersebut yang hendak melepaskan helmnya, menghentikan aksinya seketika. Dia menatap Nana dengan intens dari balik helm full facenya.“Kalau mau aksi keren-kerenan, jangan disini! Lagipula saya gak minat!” lanjut Nana.“Nana ... jangan kasar begitu! Maaf ya, Nak!” ujar Bu Husna merasa tidak enak.“Untuk apa Ibu minta maaf sama dia. Dia yang salah kok!” sahut Nana membela diri.“Iya, Bu, tidak apa-apa! Saya paham kok! Saya kan sudah hafal dengan sifatnya!” sahut pria tersebut. Nana terkesiap seketika. Suara itu, suara yang pernah sangat akrab di telinganya. Nana menatap pria tersebut dengan intens. Sayangnya, keberadaan helm yang masih dikenakan pria tersebut, membuatnya tidak bisa mengenali pria tersebut.Menyadari kebingungan wanita
BAB 11DI KAMPUNGTok tok tok ....“Sebentar!” samar-samar, Nana mendengar sebuah sahutan dari dalam. Nana tersenyum tipis. Itu adalah suara yang selalu dia rindukan selama ini.“Nana! Masya Allah!” ujar wanita yang berusia hampir senja tersebut. Beliau menatap Nana dengan penuh haru.“Ibu!” ujar Nana dengan suara tercekat. Dia pun segera mencium punggung tangan wanita tersebut. Wanita tua tersebut membawa Nana ke dalam pelukannya.“Nana! Ibu kangen banget sama kamu!” ujarnya dengan air mata yang mulai membasahi pipi.“Nana juga kangen sama Ibu dan Bapak!” ujar Nana. Dia pun sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Kerinduannya membuncah. Sejak menikah, ini pertama kalinya dia kembali menginjakkan kaki di rumah orang tuanya. Untuk beberapa lama, mereka saling berpelukan meluapkan kerinduan yang terpendam.“Kamu kok sendirian? Reno mana?” tanya wanita tersebut.“Em ... Mas Reno sedang sibuk, Bu. Jadi, gak bisa ngantar!” sahut Nana beralasan.“Bapak mana, Bu?” tanya Nana lagi.“Ba
BAB 10FAKTA MENGEJUTKAN"Bapak kenal Pak Nizam?" tanya Nana bingung."Em … iya, Na. Dulu!" sahut Akbar dengan wajah bingung."Pak Akbar apa kabar sekarang?" tanya Nizam mengalihkan perhatian."Alhamdulillah baik, Pak Nizam! Silahkan duduk! Maaf, tempatnya kotor!" ujar Akbar."Tidak masalah, terima kasih!" ujar Nizam, lalu duduk di salah satu bangku pembeli. "Na, ini sudah malam. Sebaiknya kamu istirahat saja. Lagipula, warung kan sepi. Sebentar lagi Bapak juga beberes!" ujar Akbar."Nana bantuin beberes aja ya, Pak?" sahut Nana."Tidak usah. Kamu istirahat saja!" ujar Akbar.Nana menghela nafas panjang."Baiklah kalau begitu. Pak Nizam, saya permisi dulu ya!" pamit Nana."Iya, silahkan!" sahut Nizam. Nana pun meninggalkan majikannya bersama Akbar."Jadi … ini kegiatan Pak Akbar setelah keluar dari penjara?" tanya Nizam."Iya, Pak. Sebenarnya, waktu itu beberapa kali saya mencoba melamar pekerjaan, tapi tidak ada yang mau menerima. Akhirnya, saya merintis jualan bakso ini!" sahut Akb
BAB 9RENCANA MENGGUGATBeruntung, sebelum dia benar-benar terjatuh, Nizam meraih tubuhnya. Untuk beberapa saat, mereka saling bertatapan. Jantung Nana berdetak dengan kencang. Seumur-umur, baru kali ini dia berada pada jarak sedekat ini dengan majikannya.“Papa!” sebuah panggilan mengagetkan mereka. Nana segera berdiri dan Nizam pun melepaskan pelukannya.“Papa ngapain di dapur?” tanya Clara, putri Nizam.Nana berusaha bangkit dan berdiri tegak, sedangkan Nizam segera melepaskan pelukannya pada Nana. Suasana pun menjadi kikuk. “Em ... ini, tadi Nana jatuh. Kebetulan Papa pas disini. Kamu belum berangkat?” tanya Nizam pada putrinya. “Sebentar lagi, Pa!” sahut Clara seraya menatap Nana curiga.“Saya buatkan kopinya dulu, Pak!” pamit Nana.“Oh, iya! Saya tunggu di depan!” ujar Nizam.“Ayo, Sayang!” ajak Nizam pada Clara.“Papa gak kerja?” tanya Clara.“Ntar, berangkat agak siangan! Papa ada janji ketemu klien di dekat sini! Dari pada bolak-balik, mending berangkat ntar sekalian!”
BAB 8TALAK“Cepat berikan uangnya!” perintah mertuanya.“Maaf, Bu, saya tidak bisa!” sahut Nana tegas.Narti yang merasa sangat geram, segera merampas tas Nana yang masih dipegangnya. Nana pun berusaha mempertahankan tanya sehingga terjadi aksi saling mendorong hingga akhirnya mereka berdua terjatuh. Nana menghembuskan nafas lega karena dia berhasil mempertahankan tasnya.“Ibu!” teriak Reno saat melihat Ibunya jatuh tersungkur.“Ibu tidak apa-apa?” tanyanya khawatir.“Nana, apa yang kamu lakukan sama Ibu?” bentak Reno pada Nana. “Ren, istrimu sungguh durhaka, Ren! Dia sama sekali tidak menghargai Ibu!” ujar Narti seraya terisak.Reno menatap istrinya dengan geram. Reno segera membantu Ibunya bangkit dan duduk di sofa. “Ibu kenapa bisa jatuh gitu?” tanya Reno lagi.“Ibu didorong Nana, Ren! Ibu hanya mau pinjam uangnya sedikit untuk membeli obat!” ujar Narti.“Memangnya uang yang aku kasih kurang, Bu?” tanya Reno.“Uangnya sudah habis, Ren! Sudah Ibu gunakan untuk bayar kuliahnya Viv
BAB 7MULAI BEKERJA"Bang, aku mau ngomong!" ujar Nana. Saat ini, mereka telah selesai makan malam dan sedang bersiap untuk tidur."Kalau masalah yang tadi pagi, aku gak bisa, Na. Uangku sudah habis. Lagian, benar kata Ibu, mereka kan orang tuamu,ngapain aku harus ikut repot?" sahut Reno cuek."Aku tahu, Bang. Makanya, sekarang aku mau minta izin!" sahut Nana."Izin apa?" tanya Reno penasaran."Aku ditawari pekerjaan di rumah mantan majikannya Mbak Siti. Kalau boleh, aku kerja disana!" ujar Nana. "Kerja apa?" tanya Reno."Jadi pembantu, Mas!" sahut Nana.Reno tersenyum sinis."Kamu memang pantasnya jadi babu!" sahut Reno.Nana menghela nafas panjang."Aku ingin membantu ekonomi orang tuaku, Mas. Kasihan,mereka itu sudah tua. Sudah seharusnya mereka beristirahat!" ujar Nana."Bagaimana dengan pekerjaan kamu disini?" tanya Reno."Aku akan mengerjakan sebelum dan setelah pulang bekerja, Mas! Mas Reno jangan khawatir! Aku tidak akan melalaikan kewajibanku!" ujar Nana lagi.Reno tampak se
BAB 5TAMU TAK DIUNDANGNana pun segera melangkah ke depan dan membuka pintu. Saat pintu telah terbuka, Nana termangu menatap tamunya."Siapa, Na?" tanya Narti yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Nana menoleh menatap sang mertua, lalu sedikit menyingkir dari pintu."Prita! Tumben pagi-pagi sudah sampai sini! Ayo, masuk!" sapa Narti seraya tersenyum lebar."Iya, Bu, maaf mengganggu!" sahut Prita merasa tak enak. "Gak papa, ayo masuk!" sahut Narti.Dengan tersenyum lebar, Prita masuk ke dalam rumah. Nana mematung di tempatnya seraya menatap Prita. "Ngapain kamu bengong disitu? Sana, lanjutkan masaknya!" sentak Narti kepada Nana. Dengan terpaksa, Nana melangkah ke belakang dan melanjutkan aktivitasnya."Ada apa, Prit? Tumben pagi-pagi sudah main ke sini!" tanya Narti lagi."Iy, Bu. Semalam aku ketemu Bang Reno, katanya Nana sakit. Aku pikir pagi ini gak ada yang masak. Jadi, ini aku bawakan makanan untuk sarapan. Ternyata Nana sudah sembuh, ya!" ujar Prita."Aduh, jadi merepot
BAB 3KEMARAHAN RENOPukul 17.00 WIB Mana terbangun dengan badan yang lebih segar. Usai membersihkan badan, Nana segera melangkah keluar sebelum mertuanya marah. Di ruang tengah, Nana melihat sang mertua tengah menangis sesenggukan di pelukan suaminya."Mas, Ibu kenapa?" tanya Nana heran. Reno menatap Nana nyalang."Apa yang kamu lakukan sama Ibu?" bentak Reno."Apa maksudmu, Mas? Aku tidak berbuat apa-apa!" sahut Nana."Tidak berbuat apa-apa? Ibu sampai nangis gini kamu bilang tidak berbuat apa-apa?" bentak Reno."Mas, aku beneran gak tahu! Aku aja baru bangun tidur!" sahut Nana membela diri."Nah, itu! Itu yang bikin Ibu nangis!" bentak Reno."Maksudnya bagaimana sih, Mas? Aku gak ngerti!" tanya Nana lagi."Masih bilang gak ngerti juga? Baik, aku jelaskan. Kamu biarkan Ibu mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian, sementara kamu seharian hanya tidur-tiduran? Keterlaluan!" bentak Reno."Apa?" Nana menatap mertuanya bingung. Melihat sang mertua masih terisak, akhirnya Nana paham.