Assalamu'alaikum Selamat siang menjelang sore. š Masih semangat ya puasanya. Semangat! Bantu Vote GEM ya kak untuk karya ini supaya othor semangat ngetiknya pake kekuatan superš
Dareen terus membuka beberapa benda yang memungkinkan, namun nihil. Pemuda itu hampir putus asa. Detik terasa begitu sangat lambat. Jantungnya bagai sedang dipecut dengan sangat keras. Pemuda itu mengusap keringat di dahinya. Di saat ia hampir putus asa, matanya menangkap flash disk kuning yang terselip di dalam lubang kalender yang model tegak seperti bangun ruang segita."Syukurlah. Maafkan aku Bang. Seperti yang kau katakan, darah lebih kental dari air," desisnya.Dareen lalu bergegas keluar dengan langkah lebar. Ia Dareen langsung menemui ibunya di hotel. Indri menyambut kedatangan anaknya dengan hati berdebar-debar."Ini flashdisknya, Ma!" seru Dareen melempar flash disk itu ke arah ibunya. Ia masih sangat marah dan kecewa namun dia tak memiliki pilihan.Indri menangkap beda kuning itu dengan sumringah.
Dareen menegak air mineral yang ada di atas nakas dekat kasur ibunya. Indri yang melihat tingkah anaknya semakin was-was. "Ada apa, Dareen? Apa yang kamu temui di rumah ...." "Aku menemukan penghuninya. Laki-laki itu sangat kasar dan licik sekali. Aku sungguh tak percaya, aku berasal dari darahnya!" Indri menarik tubuhnya ssndiri agar mampu duduk tegap. Ia menatap pintu, takut-takut suamimya hadir. "Kecilkan suaramu itu, Dareen!" seru Indri dengan suara ditekan. "Aku meminta uang itu kembali justru aku yang ditantangnya. Dan ... Aarrgh!!! Sial!!!Bagaimana bisa Mama melakukan perbuatan asusila hingga dia memiliki bukti?! Aku memang bukan taat agama tapi Mama melebihi batasan Mama sebagai wanita bersuami!" Bibir Indri tiba-tiba memutih ketakutan. Ia sangat takut dengan bayangan jika fotonya itu tersebar luas. Itu adalah bencana di atas bencana. "Te-terus, gimm-gimmana solusinya ini Dareen?! Mama serasa gak bisa nafas lagi ini. Tolongin Mama, Dareen." Tok! Tok! Belum sempat
"Tapi kamu tidak setara dan akan sulit mengimbangi suamimu, Dahlia. Jika ditilik, dulu, Mama kandungnya Aditya yang merintis pertama kali perusahaan Central Glori ini. Itu karena dia punya ilmu bisniss yang bagus. Aku akan mempertimbangkan kelanjutan hubungan kalian dengan satu syarat," ujar Hadi bersemangat."Apa itu, Pa?""Masuklah dalam Central Glori. Bawa perusahaan menjadi lebih jaya lagi. Barulah kau pantas menjadi Nyonya di sini."Lemas kaki Dahlia mendengarnya. Ia tak memiliki keahlian apa-apa. Bahkan ia sering merasa kagum saat melihat Belinda seharian di depan laptop dengan tumpukan buku yang menggunung. Apakah dia akan melakukan hal seperti itu? Pantaskah dia?"Ta-taapi, Pa. Aa-aaku tak punya ilmunya, Pa. Aa-akuu hanya lulusan SMA dan see-sekarang aku kuliah jurusan pendidikan anak TK. Membayangkan kerja di sana, rasanya tubuhku langsung mengempis Pa."Hadi
Dahlia meraih kasar hijabnya dari tangan Indri. Ia menatap tanpa rasa takut pada ibu tiri suaminya itu. Wajah Indri yang semula garang tiba-tiba menjadi pias. Meski rambutnya tergerai, Dahlia menggunakan bergonya. Rambutnya yang panjang melebihi panjang hijabnya. Ia melangkah keluar dari kamar itu."Dahlia! Tunggu!""Berhenti. Jangan bicara apapun. Cukup!"Praaank!Pintu kamar itu tertutup dengan suara sangat keras. Dahlia menghentak masuk ke kamar suaminya. Hadi yang mendengar suara itu segera menuju kamarnya."Ada apa, Ma? Kamu marahin, Dahlia lagi?"Hadi melihat ikat rambut yang ia yakini milik Dahlia jatuh di lantai tepat di bawah tangan Indri."Kamu apakan dia, Ma? Sampai ikat rambutnya Dahlia ada di lantai."Indri hanya diam saja dengan tubu
Di sisi lain, Aditya melempar tas jinjingnya dengan nafas memburu. Ia langsung duduk menghempaskan dirinya ke sofa."Mas, kamu sudah pulang! Syukurlah. Ada yang ingin aku bicarakan. Hampir meledak dadaku ini, Mas. Makanya kusiram seluruh tubuhku ini," ujar Dahlia menggosok-gosok rambutnya yang basa dengan handuk.Melihat suaminya diam saja, Dahlia mendekat. Ada guratan kegusaran di wajah Aditya. Perlahan Dahlia menyentuh bahu suaminya."Kamu kenapa, Mas?""Apa yang harus aku lakukan, Dahlia?! Ibu tiriku itu telah berselingkuh. Dia telah mengkhianati ayahku. Maafkan aku, sejujurnya malam itu, aku juga melihatnya dengan laki-laki itu."Dahlia hanya menghela nafasnya."Hari ini juga aku tahu sebuah fakta, Mas. Tentang Dareen ...."
Aditya berlari sekencang yang dia bisa. Berdebar kencang jantungnya melihat ayahnya sudah tak sadarkan diri bersamaan dengan sebuah kertas di tangan laki-laki tua itu. Tampak Indri sedang meraung-raung, merobek-robek kertas foto menjadi ukuran yang sekecil-kecilnya. āBertahanlah Papa!ā teriak Aditya langsung memapah ayahnya. Parjo yang baru saja terbangun karena semalam ronda masih sempoyongan dengan sarungnya berusaha mengambil kesadaran dengan langsung berlari membuka pintu mobil dan pintu gerbang. Dahlia mengikuti langkah suaminya yang melesat cepat. Mobil melaju dengan sangat kencang bersamaan dengan doa-doa yang terlantunkan dari mulut Dahlia. Di sisi lain, Dareen yang masih terlelap, sayup-sayup mendengar suara teriakan. Dengan kasar ia mengusap wajahnya, merasa itu hanya suara tivi yang biasa ayah tonton pagi-pagi. Ia memutuskan bangkit dan mencuci wajah. Perutnya lapar karena semalam dia mengerjakan proyek sketsa bangunan perumahan pesanan sebuah perusahaan properti. Ia memil
Dahlia makin terisak. Kini keluarga itu sudah terpisah. Wajah Dareen di depan kelopak matanya. Pastilah pemuda itu akan sangat terpukul. Ia menoleh ke belakang dan benar, dia menemukan Dareen mematung di depan pintu. Pemuda itu tak berkata apa-apa selain tatapan kosong melihat ayahnya yang berbaring sembari menceraikan ibunya. Sempat dia beradu tatap dengan ayahnya, namun Hadi segera membuang pandang.“Dareen …,” lirih Aditya.Dengan cepat, Dareen membuka kembali pintu kamar itu dan berlari meninggalkan rumah sakit itu. Suara motornya menggelegar bahkan justru semakin ia gaskan.“Papa, Papa masih anggap Dareen anak Papa kan?” tanya Aditya tak sabaran. Meski ia tahu, mungkin bukan waktu yang tepat untuk membahas ini dengan kondisi ayahnya yang seperti itu.“Ja-jaa-jangan bica-bicarakan itu, aan-daai memo-hon kematian itu bo-boleh, aku ing-ingin ma-mati
Indri merasakan dunia sedang berguncang hebat lalu dia jatuh ke dalam lubang yang amat dalam dan gelap. Melihat Dareen sesak nafas sembari memegang dada, Indri tak bisa bersuara."Da-da-dareeeen!!!" teriak mulutnya sebisa yang dia mampu.Wanita itu mengguncang-guncang tubuh anak laki-lakinya yang menggelepar. Dingin sekujur tubuh Dareen, perlahan kulitnya memucat. Indri berteriak sangat kencang. Nihil. Wanita itu segera mengambil kesadarannya. Ia menopang lututnya dan berlari keluar. Kakinya berlari tanpa jeda menuruni tangga rumah itu.Kraaak!Kakinya terpeleset lalu tubuh tua Indri menggelinding melewati anak tangga yang kecil-kecil. Sekuat tenaga dia menahan kepalanya menggunakan tangan. Sakit sekali seperti habis diremuk redamkan namun itu sama sekali tak ingin dia rasa. Nyawa Dareen yang utama."Tuhan, bantu aku, bantu aku! Demi anakku!"
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand