Imron dan Yuni yang mendengar ucapan anaknya hanya bisa saling pandang. Mereka berharap Aditya mau memaafkan Belinda.
"Dit, kamu mau kan maafin aku?"
Lagi, Belinda mencecar Aditya.
"Aku sudah maafin kamu, Bel."
"Berarti kita bisa balikan ya, Dit. Aku butuh kamu."
Aditya kembali diam. Dia takut jawabannya mempengaruhi kesehatan Belinda.
"Assalamu'alaikum!"
Semua mata menoleh ke arah pintu. Tampak Dahlia dengan tampilan cetarnya sedang berdiri dengan senyumnya yang merekah. Hampir saja akan melompat kedua bola mata Yuni dan Belinda melihat mantan pembantunya. Sangat cantik, elegan dan berkelas.
"Ka-kaamu?" Yuni sampai gelagapan.
"Hay semua. Pak, sehat?" tanya Dahlia mendekati Pak Imron.
Dia sangat menghormati laki-laki itu karena selama bekerj
"Lelucon," tanggap Aditya membuang wajahnya. Jantungnya bertalu-talu. Ia malu tapi baginya tak mungkin. Ini hanya permainan rasa karena terlalu sering bertemu. "Apanya yang lelucon, Mas? Apa jawabanmu?" cecar Dahlia. 'Aku tak mungkin mencintainya. Tak mungkin. Dia bukan tipeku. Bahkan aku sudah menulis kriteriaku sendiri. Ini hanya perasaan nyaman dan kagum dengan wanita ini. Aku tidak mencintainya' racau hati Aditya. "Kenapa diam?! Jawab dong!" tantang Dahlia. "Apaan sih kamu? Gak ada tema yang lain apa?!" ketus Aditya. "Laaah tadi kamu yang nanya-nanya!" seru Dahlia dengan nada tinggi. Aditya memilih melangkah melewati Dahlia. Ia ingin keluar dari pembahasan itu. Ia harusnya sadar lebih awal, rupanya Dahlia gadis yang nekad. Menyesal juga dia tadi bertanya begitu. "Wanita itu. Apa dia tak malu mengakui cinta pada laki-laki lebih dulu?! Dia menyebalkan. Dia bukan kriteriaku!" gerutu Aditya melangkah cepat meninggalkan istrinya. Dahlia mengejar suaminya. "Mas! Ayo
“Gak bisa gitu, dong Dareen. Masa giliran enaknya di kalian, pas apesnya hanya aku yang nanggung. Ini namanya nggak fair!”“Sesuai janji ibuku, kamu akan mendapatkan sejumlah uang 300 juta dan akan merekomendasikan kamu di perusahaan temannya. Ini terjadi hanya jika kamu ketahuan ayahku. Dia sedang gencar-gencarnya menemukan akunmu. Namun itu kemungkinan yang hanya 99% sebab Bryan adalah hacker terbaik di dunia IT.”Bibir Belinda gemetar. Hangat terasa di pipinya bersamaan dengan bulu dkuduknya yang meremang. Meski hanya 99%, ia sangat takut sekali. Lagi pula, ia sudah sangat nyaman dengan Central Glori. Baginya, ini tidak adil untuknya. Meski 300 juta, itu bukan angka yang pantas untuknya menagung semuanya sendirian. Ada nama baik dan harga diri yang sedang ia pertaruhkan.“Bagaimana kalau aku menolak? Aku ingin kita bertanggung jawab bersama-sama!”&l
"Bagaimana? Berikan jawabanmu sekarang, Aditya," ujar Hadi Pratama dingin.Tidak ada jawaban dari Aditya. Wajahnya seperti kosong. Bagaimana bisa, Belinda setega itu? Dia adalah sekretaris dan posisinya sangat diperhitungkan di sana. Dia gadis cerdas, riang dan memikat. Belinda adalah ikon Central Glori."Besok pagi Papa akan ke sana. Kalau kamu ingin membantu Papa menyerah surat pemecatannya, kamu bisa ikut."Hadi Pratama melangkah seperti akan masuk kamarnya."Tugas terakhirmu besok, Roy. Terimakasih untuk hari ini. Kamu bisa istirahat malam ini.""Terimakasih, Tuan."Laki-laki paruh baya itu langsung meninggalkan kediaman mewah Hadi Pratama.'Aku sudah tak sabar untuk tidur. Seminggu penuh aku dirongrong tua bangka itu, membuatku hampir gila' gerutunya dengan wajah lega."Mas ...," tegur Dah
"Ternyata aku sedang dikutuk. Terlahir dari seorang wanita yang sangat jahat!"Dareen memukul kasurnya dengan hempasan yang sangat keras. Nafasnya memburu bersamaan dengan ingatannya pada sesuatu. Segera tangannya membuka lacinya. Tampak foto Sarah dan Hadi Pratama. Ia sangat mengagumi sosok Sarah sejak pertama kali ayahnya memperkenalkan foto wanita itu. Rambut hitam bergelombang dengan alis yang terukir indah memayungi hidung bangir yang mungil. Sejak kecil, ia sudah didokterin ayahnya agar menghormati Sarah dan menganggap Aditya adalah kakak kandungnya meskipun mereka terlahir dari rahim yang berbeda."Ma-maafkan ibuku, Nyonya. Maafkan ...."Sempurna, air mata Dareen jatuh bertumpah ruah membasahi foto jadul itu. Malam yang ia harapkan menjadi waktu beristirahat setelah aktifitasnya yang padat berubah menjadi sangat mengerikan dan menoreh rasa kaget yang luar biasa. Sampai pagi menjelang, ia sedetik pun tak mamp
Tanpa menunggu tanggapan Dahlia, Dareen menyeret tangan kakak iparnya itu dan bergegas keluar. Dahlia seperti kehilangan akal, kakinya mengikuti langkah Dareen. Setelah beberapa langkah dari kamar perawatan Belinda, Dahlia langsung melepaskan tangannya. "Apa yang kamu lakukan, Dareen? Berdosa untuk kita bersentuhan!" "Aku yang akan menanggung dosanya. Kamu tak perlu khawatir," jawab pemuda itu santai. "Tak semudah yang kamu kira. Hukum Allah tidak enteng, Dareen. Lain kali, jaga jarakmu denganku," tegas Dahlia. Gadis itu mengusap pergelangan tangannya seolah sedang membersihkan sesuatu. Gemas rasa hatinya, kulitnya disentuh oleh lawan jenisnya yang bukan mahromnya. "Jangan banyak bicara. Cepatlah. Kamu kan mau kuliah!" seru Dareen. Dahlia hanya diam saja. Kedua bola matanya berkaca-kaca. Dareen mengerti, Dahlia pasti masih tersinggung dengan ucapan abangnya. "Aku akan menegur Abangku. Jangan masukan hati. Dia kalau lagi gamang, memang selalu ada petasan di mulutnya aktif.
Aditya sudah tak tahan. Siang itu, dia langsung pulang ke rumahnya, berharap Dahlia pulang namun rupanya nihil. Romlah mengatakan Dahlia belum pulang. Rumah nampak lengang, Hadi Pratama ditemani Indri sedang menghadiri acara pernikahan anak rekan bisnis mereka. "Makan dulu, Tuan Muda!" seru Romlah. Tak ada respon dari Aditya. Seleranya serasa hilang. Ia tak lapar. "Kemana sih dia? Sudah jam segini. Dareen juga tak nampak dari tadi. Mereka kemana?! Awas saja kalau mereka bermain di belakangku," gerutunya. Aditya mengigit jarinyanya berpikir. Kenapa ia merasa tak nyaman dengan semua ini? "Kenapa? Aku tak suka perasaan ini. Tak kan kubiarkan mengendalikanku." Pemuda itu berusaha membuka laptopnya mencoba fokus. Namun tidak bisa, pikirannya kalut. "Haiisss! Aku akan mencarinya di kampusnya yan
Aditya mengelus rambut istrinya yang harum dan tergerai indah. Sedari tadi, dia tak sungkan mencium kepala Dahlia. Entah mengapa, damai serasa di hatinya. Hilang penat dan gelisah di dalam dada, kini berganti ketenangan. Apa ini yang disebut cinta?"Kamu ngelakuin ini karena nafsu atau cinta, Mas?" tanya Dahlia dengan pelan sekali hampir tak terdengar. Pertanyaan wanita itu seolah bisa membaca pikirannya."Menurutmu?" tanya Aditya menguatkan pelukannya di tubuh istrinya."Apa sih, Mas?! Ditanya malah nanya balik!"Dahlia mencubit perut suaminya. Mereka sedang di dalam selimut yang sama tanpa sehelai benangpun di atara mereka."Iiih apa jangan-jangan kamu ini sebenarnya siluman kepiting, ya?! Sakiit ih!"Aditya menepis tangan istrinya. Dahlia tersenyum lebar."Kamu cemburu ya, Mas? Aku jalan sama cowok lain me
"Kenapa sama Papa?" tanya Dareen makin kesal karena sedari tadi, ibunya menyebalkan lalu sekarang menyebut nama ayahnya."Dia ... dia ... bukan ayah kandungmu, Dareen. Ayah biologismu yang sesungguhnya itu adalah Bram. Yang di depanmu inilah Papamu yang sebenarnya. Darah kalian sama karena kamu berasal dari benihnya."Seketika Dareen merunduk, nafasnya tersenggal. Jika ada lorong, meski gelap gempita, ia memilih akan memasukinya dan menghilang. Bagaimana rahasia sebesar itu disembunyikan ibunya sampai dia sedewasa itu?"Ma-maafkan Mama. Dulu, saat masih gadis, Mama pacaran sama Papa kandungmu ini. Kami melakukannya hingga kamu ada. Mama merahasiakannya dan minta menikah. Kakekmu tak setuju karena Bram saat itu hanya honerer di sebuah kantor pemerintah.""Oh ... itu yang membuat Mama sampai tega meracuni Mama Sarah dan me
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand