"Tak perlu kamu bicara begitu, Gunawan. Lagi pula, kamu tak mungkin menerimaku yang pesakitan ini."
"Meski yang tersisa dari tubuhmu hanyalah tulang, asal hatimu tulus mencintaiku, aku akan melayanimu sampai aku atau kamu yang dipanggil-Nya lebih dulu. Percayalah padaku, Martha. Cintaku dari 30 tahun yang lalu masih sama dengan saat ini. Aku tak butuh uangmu. Kamu bisa membuat perjanjian hitam di atas putih bahwa aku takkan menyentuh uangmu walau serupiah pun."
Martha berkaca-kaca mendengar ucapan Gunawan. Laki-laki itu mengusap air matanya yang jatuh begitu saja. Berkali-kali selama bertahun-tahun, Gunawan menjadi pelipur laranya karena kerap kali Mandala menyakiti perasaannya.
"Apa kau mau menghabiskan waktu di sisa umurmu bersamaku, Martha?"
Sejenak hanya hening di antara mereka. Klip potongan-potongan peristiwa perselingkuhan Mandala, penyelundupan uang perusahaan yang berkali-kali dilakuka
"Lebih cepat lagi!" teriak Belinda mencubit pinggang Dareen. "Kamu kok ngatur?!" Tangan kiri Dareen melepas stang motornya dan memukul tangan Belinda yang sedang mencubitnya. "Bodo'! Pokoknya ngebut! Kalau bisa biar lepas kepalaku juga gak apa-apa, Dareen! Berat sekali masalahku ini!" "Sinting," desis Dareen memutar gas motornya dengan kencang. Belinda memeluk pemuda itu dengan kencang. Gadis itu membiarkan air matanya dibawa angin. Bulir bening itu terus mengalir dan pecah di udara, bersamaan dengan rambut tebalnya dibiarkan terbang bebas. Ia benar-benar berada pada titik nadirnya yang terendah. Dia sudah kehilangan pekerjaannya dan menjadi pengangguran. Ia tak sanggup membayangkan jika ibunya sampai tahu. Belinda menangis sejadi-jadinya di atas motor besar yang sedang membawanya melesat kencang. "Pakai helmmu!" teriak Dareen. Ddduuuugh! Bukannya menuruti ucapan Dareen, Belinda justru melempar helm kecil bulat yang di tangannya. Benda itu terbang dan jatuh ke jurang yan
Belinda langsung memutuskan panggilan. Ia tersenyum kecil."Kamu gila! Aku takkan membiarkanmu bertemu Aditya. Sikapmu ini akan menyakiti Dahlia, Bel!" hardik Dareen berdiri dari motornya lalu mendekati Belinda."Ya jangan kasih tahu Dahlia lah. Lagian juga aku gak ada apa-apa sama kakak angkatmu itu," ujar Belinda santai seolah menegaskan pada Dareen bahwa dia bukan putra kandung Hadi Pratama.Dareen meraih tangan Belinda."Ayo kita pergi. Jangan bertemu Aditya. Jangan kau manfaatkan rasa simpati Aditya untuk menyakiti Dahlia!""Aku juga berhak bahagia, Dareen! Lepaskan!" teriak Belinda memberang."Aku tak peduli. Kamu tak boleh bertemu Aditya! Kau wanita ular!'Tanpa ragu, Dareen mengangkat tubuh Belinda dan meletakkannya di atas bahunya. Bertubi-tubi pukulan dari tangan Belinda mendarat ke punggung Dareen
Dareen langsung melepaskan helmnya dengan begitu saja tanpa peduli benda bulat itu menggelinding jatuh karena ia tidak menyantelnya dengan baik. Pemuda itu berlari masuk menuju kamar Aditya. Ia yakin, Dahlia berada di sana. Namun nihil. Ia langsung mencari ke kamar lukis. Di sana, nampak Dahlia sedang meringis kesakitan dengan kepalanya yang tertutup sarung yang tak sempurna."Dahlia! Kamu kenapa?""Sakit sekali perutku, Dareen.""Aa-ayo ke dokter!" seru Dareen kebingungan. Dahlia bukanlah Belinda yang dengan mudahnya untuk disentuh kulitnya."Sakit banget perutku ... ya Allah ...!"Meski ragu, Dareen mencoba memapah Dahlia."A-aku butuh hijabku," ringis Dahlia mencoba menutup kepalanya dengan sempurna."Sebentar. Aku carikan!"Mata Dareen berkeliling mencari. Dahlia menunjuk tas yang dipojok kamarny
"Kamu yakin? Aku tak perlu mengabari suamimu?" tanya Dareen untuk mengingatkan pada wanita di depannya itu, bahwa dia masih memiliki suami.Hanya gelengan kepala Dahlia yang terlihat."Dia sedang berasama wanita itu. Aku tahu, Dareen," ujar Dahlia.Membeliak wajah Dareen karena terkejut."Da-darimana ka-kamu yakin?"Dahlia menyerahkan ponselnya dan melihat status wa Belinda. Wajah gadis itu tidak menghadap kamera namun angel yang ditampilkan memenunjukkan dia sedang memeluk seorang laki-laki."Itu pakaian Mas Aditya hari ini, Dareen. Aku yang mencucinya, menyetrikanya dan menyiapkannya. Rupanya dia pakai untuk memeluk wanita lain," lirih Dahlia menengadah ke atas menahan air matanya."Pantas saja dia tak mau mengangkat telponku, dia sedang bersama wanita itu. Cinta pertamanya. Aku tahu dari foto mereka
#Kediaman Martha Sudah puluhan kali Mandala membujuk Martha agar mereka tak bercerai namun hasilnya selalu nihil. Martha sudah seperti batu karang yang kokoh, bergeming tak bergeser sedikit pun. Padahal, biasanya, Martha tak pernah tidak memberikannya kesempatan walau ia pernah menemukan Mandala dalam keadaan telanjang dada bersama gadis muda. "Aku gak sampai ngapa-ngapain lo sama Belinda, Mi. Kok kamu gini banget sih?!" Mandala mencoba untuk sekian ratus kali merayu istrinya. "Kamu pangku dia dengan jarak sedekat itu, bukan ngapa-ngapain? Kamu memang tak ada otak, Mas! Aku masih ingat raut wajah nafsumu menjelajahi gadis itu!" omel Martha. "Percaya sama aku Mi! Aku nggak ada hubungan apa-apa dengan Belinda! Meskipun aku sedikit bersenang-senang. Aku khilaf, Sayang." "Aku sudah capek Mas. Kamu tidak pernah berubah!" Mandala mengusap kasar wajahnya karena hampir frustasi dengan keteguhan sifat istrinya. "Apa kamu sudah lupa dengan janjimu untuk menjaga pernikahan ini? Kamu su
Aditya mencoba kembali menghubungi Dareen namun adiknya itu tidak bisa dihubungi. Aditya bingung dengan respon Dareen yang dianggapnya berlebihan. Sudah berulang kali dia masuk dan keluar di kamar lukis yang biasa Dahlia tempati. Laki-laki itu memandang ke sekeliling ruangan itu dan terlihat begitu berantakan baik pakaian dan selimut juga sprei sama sekali bukan seperti biasanya."Apa yang sudah terjadi? Tak biasanya Dahlia sekeras itu bicara. Mengungkit yang enam bulan dan cerai. Apa dia sadar saat ngomong? Dasar keras kepala. Dia yang salah, dia yang nyolot."Aditya duduk di kasur yang biasa istrinya singgahi."Apa tadi, aku salah dengar ya? Seseorang sedang menyebut nama Dahlia dan mengucapkan suntikan? Apa maksudnya? Dahlia mau suntik apa? Atau dia lagi nemenin seseorang begitu? Haiiiss ... wanita itu membuat kepalaku sakit. Kenapa pula aku harus peduli?! Dia sudah marah-marah tak jelas dan membuat masalah fata
Aditya masih termenung kosong meski sudah hampir dua jam Martha meninggalkannya. Bahkan sudah tiga kali, Nyoman keluar masuk ke dalam ruangannya untuk menyerahkan beberapa file yang harus dia tanda tangani."Tolong bantu aku hari ini, Pak Nyoman. Aku sedang benar-benar tidak bisa berpikir. Rasanya otakku sedang tidak di tempatnya," kata Aditya saat laki-laki dari Bali itu menyerahkan sebuah map untuk ke sekian kalinya."Anda harus menandatanganinya sekarang juga, karena ini berisi perjanjian permintaan barang selama satu bulan!" seru Nyoman tanpa ragu. Ia harus mengingatkan pada bosnya bahwa ada hal yang lebih krusial daripada menikmati perasaan yaitu bertahan hidup.Masih berat, Aditya membubuhkan tanda tangan tanpa membacanya. Suatu hal yang baru pertama kali dia lakukan. Hatinya saat ini sedang berusaha untuk menerima bahwa dia sudah dikalahkan oleh egon
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Dareen menyuguhkan buah pir pada Dahlia yang sedang asik menonton Youtube."Fisikku terasa membaik tapi hatiku masih basah berdarah," ujar Dahlia tanpa ragu."Izinkan aku menyembuhkannya. Aku punya obatnya."Dahlia hanya mendecih. Ia tahu arah pembicaraan Dareen dan dia memilih abai. Wanita itu kembali menscroll vidio tutorial membuat makanan rumahan. Ia memang memiliki bakat memasak sebab apapun yang dimasaknya akan selalu terasa enak, meski hanya sayur bening saja."Apa kamu tak ingin ibumu terus mengkhawatirkanmu? Sudah empat hari kamu di sini.""Nanti saja saat kita pulang. Berapa hari lagi kata dokter?" tanya Dahlia."Tiga hari lagi, cukup untuk kondisi terbaiknya," jawab Daren.Anggukan kepala Dahlia memperlihatkan keyakinan dan keteguhan hati wanita itu. Setelah tangisan er
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand