Fiona mencengkeram handphone dengan geram, seolah benda mahal itu adalah Cassandra. Gadis miskin yang berhasil membuat Andrian untuk pertama kali meninggalkannya.
Beberapa saat menunggu, akhirnya muncul juga wajah laki-laki di layar handphone.Senyum Fiona mengembang melihat wajah tampan seseorang di seberang sana. Untuk sejenak, dia bisa menghilangkan rasa kecewa akibat kepergian Andrian yang tiba-tiba."Aku butuh kamu, Amore! Kita bertemu malam ini!" pintanya dengan suara serak."Tentu saja, datanglah kemari, Sayang!" jawab laki-laki di seberang sana.Tak ingin membuang waktu lagi, Fiona segera berkemas. Dia ingin mengakhiri kekecewaannya malam ini dengan bersenang-senang di tempat lain.Di saat yang sama, Andrian memarkir mobilnya kasar di depan rumah. Laki-laki itu melirik sekilas pada security istana megahnya yang langsung bergegas memarkir mobil ke garasi.Langkah Andrian terhenti di anak tangga karena mendengar suara kehidupan dari kamar tamu. Andrian berbalik langkah dan mengetuk pintu kamar tamu yang terkunci dari dalam.Cassandra yang baru saja memejamkan mata, tersentak, kemudian melangkah gontai ke pintu. Pandangan Cassandra langsung tertuju pada lelaki jangkung yang berdiri dengan sebelah tangan menahan daun pintu. Tatapan mata Andrian langsung menghujam pada wajah sayu Cassandra."Siapa suruh kamu tidur di sini? Ke kamarku, sekarang!" perintah Andrian.Cassandra memalingkan pandangan dari lelaki itu. Tetapi Andrian tidak memberinya kesempatan dan justru merangsek masuk ke kamar itu."Tu-Tuan, apa yang Anda lakukan?"Mendengar pertanyaan itu, Andrian tersenyum miring sekilas. Dia mencengkeram dagu Cassandra sedikit kencang yang membuat wanita itu mendongak. Cassandra memejamkan mata ketakutan melihat kilat tatapan tak biasa Andrian."Tu-Tuan, tol-long lepaskan saya. Sa--"Andrian segera membungkam bibir Cassandra dan mendaratkan ciuman menuntut pada istrinya itu. Tubuh Cassandra gemetar. Meskipun dia sering menemani para tamu pria hidung belang, tetapi perlakuan Andrian membuatnya takut.Tiba-tiba terlintas di benak Cassandra. Jangan-jangan Andrian adalah mafia yang akan membelinya itu. Andrian memaksa Cassandra membalas ciumannya. Dengan terpaksa, Cassandra membalasnya dan untuk kedua kali dia merasakan jantungnya berdetak kencang akibat ulah Andrian.Tangan laki-laki itu pun mulai bergerak liar di bagian tubuh sensitif istrinya. "Kenapa kamu tidak mau membalasnya, Cassandra?" tanya Andrian kecewa."Sa ... sa-sya, tolong jangan lakukan itu, Tuan!" mohon Cassandra menahan tangis.Andrian menarik tangannya. Melihat tatapan ketakutan wanita itu, Andrian menjadi tak tega. Cassandra memang resmi menjadi istrinya, tetapi pantang bagi Andrian untuk memaksanya. Andrian mundur selangkah dan memalingkan pandangan dari wanita cantik itu."Kenapa kamu ketakutan seperti hendak kumutilasi, Cassandra? Bukankah kamu juga berharap aku sentuh?" tanya Andrian sinis menyembunyikan gejolak batinnya.Laki-laki tampan itu memaki dirinya sendiri yang begitu mudahnya kalah oleh pesona istri miskin ini. Bahkan, Fiona yang selalu membuat Andrian mabuk kepayang saja, tidak sanggup mengusir bayangan Cassandra dari benaknya.Cassandra mencengkeram baju bagian atasnya dengan tangan gemetar. Wajahnya menunduk dalam. Dia tidak menampik ucapan Andrian jika sebenarnya juga berharap disentuh lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan cara seperti itu. Cassandra akan memberikan tubuhnya pada laki-laki yang mencintai dan dicintainya, bukan lelaki angkuh macam Andrian yang selalu menghinanya. Namun, sial justru laki-laki inilah suaminya.Andrian menatap manik sang istri dengan tatapan tajam. "Aku tidak tahu seberapa berharganya dirimu sampai kamu menolakku, Cassandra. Asal, kamu tahu, selama ini tidak ada seorang perempuan pun yang berani menolakku. Tetapi kenapa kamu begitu kurang ajar?" sindir Andrian sinis.Dikatakan seperti itu, Cassandra tak tahan lagi. Dia membalas sindiran Andrian dengan seringaian kecil. "Karena saya berbeda dari mereka, Tuan. Anda menghina saya sesuka hati Anda, tetapi Anda lupa jika saya memiliki harga diri meskipun miskin! Dan apa Anda juga lupa, kalau tidak akan pernah mau menyentuh saya? Jadi, bersikaplah profesional, Tuan!" balasnya kemudian beranjak ke pintu.Cassandra membuka pintu agak lebar dengan gerakan tangan mempersilakan Andrian pergi. Laki-laki itu mengeraskan rahangnya dan memukul daun pintu."Kurang ajar sekali kamu, Cassandra. Lihat saja, kamu harus membayar mahal semua ini!" desisnya kemudian berlalu.Cassandra tidak menanggapi. Dia menatap punggung tegap Andrian yang berlalu meninggalkan kamar. Wanita cantik itu menutup pintu pelan, lalu menyandarkan punggung di daun pintu."Tuhan, sampai kapan aku terjebak dalam perjanjian ini? Aku tahu, mungkin ini sebagian dari rencanamu untuk menghindarkan aku dari laki-laki misterius itu. Tapi, aku takut tidak sanggup menjalaninya, Tuhan!"Cassandra meluruhkan tubuh di lantai. Mengingat serentetan peristiwa tak menyenangkan, membuatnya nelangsa. Seandainya dia memiliki orang tua yang tidak gemar berjudi dan mabuk maka hidupnya tidak dibebani hutang. Tidak ada yang peduli, malam ini yang kata orang sebagai malam pengantinnya, dihabiskan Cassandra dengan menangis meratapi nasib.Tidak ada yang peduli rintihan hatinya, tidak juga Carollo, sang ayah, apalagi Andrian, suaminya.Di kamarnya....Andrian mondar-mandir tidak jelas di kamar mewah itu. Berkali-kali Andrian mengumpat, memaki ketidakberdayaannya di depan Cassandra. Hampir saja dia kalah oleh gairahnya sendiri. Beruntung Cassandra menolaknya. Jika tidak? Mungkin harga diri Andrian akan jatuh ke dasar jurang di depan istri miskin yang selalu dihinanya."Sial! Kenapa aku jadi gila seperti ini? Dia hanya gadis miskin tidak jelas asal-usulnya. Semua ini gara-gara Kakek! Cassandra, kamu harus membayarnya berkali lipat. Ini penghinaan untuk Andrian Petruzzelli!"Andrian mengusap kasar wajah, lalu menjambak rambutnya. Sejurus kemudian, Andrian menghempaskan tubuh tegapnya di atas tempat tidur.Kedua matanya menerawang menatap langit-langit kamar bernuansa monokrom itu. Andrian terdiam beberapa saat kemudian tersenyum satu sudut. Laki-laki itu melepaskan kancing-kancing kemejanya, kemudian melemparkan kemeja berwarna putih itu ke sembarang arah.Andrian meraih handphone dari saku celananya dan tidak berapa lama tampak menghubungi seseorang."Saya tidak mau tahu. Cari asal usul Cassandra Lusette. Kabari saya secepatnya!"Setelah panggilan berakhir, kembali Andrian tersenyum satu sudut. Laki-laki itu memejamkan matanya yang terasa berat. Tubuhnya pun lelah setelah menjalani serangkaian prosesi pernikahan yang melelahkan, tetapi penuh kemunafikan. Dia harus berpura-pura menebar senyum dan bahagia. Itu adalah hal yang dibenci oleh Andrian. Namun, semua itu dia lakukan demi sang Kakek dan demi tetap mengukuhkan diri sebagai ahli waris tunggal.Andrian menarik napas lelah. Dia tidak menyangka jika petualangannya sebagai seorang laki-laki berpengaruh dan memiliki segalanya harus terhenti akibat kehadiran Cassandra."Aku harus cari cara untuk membalas kesombonganmu, Cassandra. Lihat saja!" desisnya penuh dendam.****Pagi-pagi sekali, Cassandra mengendap menuju ke kamar Andrian. Hal itu dilakukan supaya tidak ada seorang pun yang curiga akan pernikahan kontrak mereka. Mulai pagi ini, Cassandra dan Andrian bersiap memerankan acting mereka sebagai pasangan suami istri yang saling jatuh cinta. Pintu kamar Andrian memang tidak dikunci sehingga memudahkan Cassandra memasukinya.Kamar masih dalam keadaan gelap. Dengan hati-hati Cassandra mendekati ranjang di mana Andrian masih nyaman dengan mimpinya. Cassandra menghentikan langkah ketika melihat kemeja Andrian tergeletak mengenaskan di lantai. Begitu juga dengan Andrian yang tak kalah kacau. Laki-laki itu tidur tanpa mengganti baju, tanpa melepas kaos kaki dan berada di ujung bawah tempat tidur. Sebelah kaki Andrian menggantung ke ubin yang dilapisi karpet beludru mahal. Cassandra membungkuk, mengambil kemeja Andrian dan meletakkan di keranjang cucian.Setelah itu, dia kembali mendekati tempat tidur dan dengan ragu mengangkat pelan kaki Andrian sambil
Cassandra membelalakkan mata. Dia beralih menatap Andrian yang justru tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Laki-laki itu malah sibuk dengan sarapan dan jus di depannya. Kelihatan sekali, Andrian tidak peduli akan apa yang dikatakan oleh Fiona dan apa yang dirasakan oleh Cassandra sebagai seorang istri. Tentu saja. Meskipun berstatus istri, Cassandra hanya dianggap sebagai beban hidupnya. Fiona melirik mantan kekasihnya itu. "Apa kamu tidak ingin kopi, Amore?" tanyanya sambil mengusap dagu kasar Andrian.Andrian melirik sekilas Fiona, lalu menatap penuh arti pada Cassandra. Sejurus kemudian, laki-laki itu pun mengangguk. Cassandra segera bangkit sambil menyunggingkan senyum sinis. Dia beranjak sambil membawa serta piring dan gelas miliknya yang masih menyisakan sedikit makanan.Andrian terkejut melihat ulah istrinya itu. "Mau ke mana kamu Cassandra? Tetap di sini. Kita sarapan bertiga!" titahnya tegas."Selera saya sudah hilang. Bukankah Anda harus melanjutkan sarapan berdua? Saya masi
Pyar!Fiona tak tahan lagi. Gadis itu mengambil vas bunga dan melemparkannya ke dinding. Tentu saja hal itu membuat Andrian mengerjap kaget.Laki-laki itu menatap tanpa ekspresi pada Fiona yang berdiri di samping tempat tidur. Wajahnya memerah menahan geram. Perlahan Andrian bangkit dan menyandarkan punggung di kepala ranjang."Kenapa kamu marah-marah begini?" tanyanya dengan mata menyipit.Fiona mendengus kasar sembari berkacak pinggang. "Aku sudah mengatakan padamu jika aku menyesal dan ingin kita kembali seperti dulu, Amore. Tetapi apa itu? Kamu terus menyebut namanya ketika kita berhubungan. Kamu juga mengigau memanggilnya. Apa ini, hah? Jadi, kenapa kita harus melakukannya ketika hatimu untuknya dan anak kalian? Sialan!" makinya berang.Andrian memejamkan mata sejenak kemudian menyingkirkan selimut. Laki-laki itu bergegas bangkit dan menatap tajam pada Fiona. Keduanya lantas berbalas pandangan tajam."Apa maksudmu mengatakan hal-hal yang tidak kumengerti? Dia, dia siapa?" tanya A
"Andrian!" bentak Fiona tak terima.Andrian mengangguk, lalu kembali membuat gerakan tangan yang sama. Di depannya, Cassandra menatap Andrian penuh arti. Dia melirik jemari tangan kiri Andrian yang masih menggenggam erat jemarinya. Sesekali Cassandra mendesis lirih, menahan nyeri.Di tempatnya, Fiona mendengus kasar dan kembali mengumpat. Dia menghentakkan kaki kemudian menyambar tasnya lalu beranjak dengan hati masgul.Brak! Pintu kamar dibanting kasar dari luar. Cassandra sedikit berjingkat, lalu menatap ke arah pintu. Selanjutnya, dia kembali menatap kakinya, ketika Andrian mengangkat telapak kakinya."Kenapa kamu tidak hati-hati? Lain kali jangan ceroboh lagi!" ucap Andrian tidak suka. Cassandra tersenyum samar mendengarnya. "Maafkan saya, Tuan. Maaf! Setelah ini saya akan bersihkan!" jawabnya lirih."Kenapa kamu tiba-tiba datang padaku dan membuat hidupku jadi susah? Hal-hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi. Merepotkan saja!"Senyum di bibir Cassandra pudar seketika men
"Katakan, apa itu, Cassandra? Jangan membuatku penasaran!" desak Andrian tak sabar.Cassandra menggigit bibirnya bingung. "Aku mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan milik teman kuliahku dulu. Aku harus jujur padamu meskipun pernikahan ini hanya hitam di atas putih, kamu masih suamiku ..." Cassandra menjeda kalimatnya ketika terdengar dengusan kasar dari mulut Andrian. Dia menatap manik kebiruan itu dengan perasaan takut.Andrian balas menatap sang istri menyelidik. "Dia laki-laki? Apa dia mantan kekasihmu sehingga kamu begitu ketakutan?" tebaknya jitu dengan dada naik turun.Cassandra mengangguk samar, lalu buru-buru menunduk dalam. Andrian mengusap kasar wajahnya yang telah memerah. Laki-laki itu menjulurkan sebelah tangan dan memegang dagu Cassandra, memaksa wanita itu mendongak."Apa kamu berpikir aku akan memberimu izin?" tanyanya dingin. "Kalau kamu ingin bekerja, bekerjalah di perusahaan kami. Aku ingin kamu menjadi sekretaris pribadiku. Dengan begitu, aku bisa mengawasi ger
Gennaro segera memasuki ruang kerjanya. Di belakangnya, Helena mengekori laki-laki tua itu. Baru saja Gennaro mendudukkan diri di kursi kebesarannya, telepon di atas meja berdering. Helena segera mengangkatnya.Beberapa saat, Helena terlibat perbincangan singkat, tetapi serius. Helena melirik pada Gennaro yang sudah kembali fokus pada layar komputer."Apakah tamunya sudah datang, Helena?" tanya Gennaro tanpa mengalihkan perhatian dari layar komputer.Helena yang telah berdiri di seberangnya mengangguk santun. "Sudah, Tuan. Tuan Ivo sudah mendampingi beliau di ruang meeting!" jawabnya sopan.Gennaro mengangguk dan kembali berdiri sembari merapikan jasnya. "Baiklah, saya ke sana dulu. Tolong kabari Andrian dan Cassandra untuk segera ke sana!" titahnya kemudian beranjak lebih dahulu.Di ruangannya, Andrian tampak serius mengajari Cassandra. Wanita itu sesekali mengangguk mengerti meskipun beberapa kali, seperti biasa, Andrian berbicara yang membuat panas telinga. Cassandra berusaha menga
"Katakan Cassandra, ada hubungan apa kamu dengan Antonio?" tanya Andrian dingin. Laki-laki itu mendekat dan menyingkirkan tangan Antonio, tetapi tatapannya tajam ke arah sang istri. "Kenapa diam, Amore? Bukankah kamu ingin menjelaskan sesuatu padanya? Jelaskan juga padaku apa yang harus kutahu!" tuntutnya.Antonio menggeser tubuh hendak berdiri di depan Cassandra karena melihat kilat kemarahan di mata Andrian. Namun, sekali lagi Andrian menunjukkan sikap posesifnya sebagai seorang suami. Kali ini Andrian menggeser pelan tubuh Antonio supaya menjauhi Cassandra.Dipandang seperti itu, Cassandra langsung menunduk. Dia menggigit bibirnya gugup. Tak disangka, keputusannya membatalkan lamaran kerja ke perusahaan Antonio, justru mempertemukannya dengan laki-laki itu di sini.Antonio adalah teman akrab Cassandra ketika mereka sama-sama masih menjadi penghuni panti asuhan. Beruntung bagi Antonio karena diadopsi oleh keluarga kaya dan menyekolahkan Antonio di sekolah favorite.Berbeda dengan Ca
"Aah, lepaskan aku, Antonio!" Sebaiknya kamu pergi, aku tidak ingin Andrian melihatnya. "Cassandra menyingkirkan lengan Antonio sedikit kasar.Wanita itu segera berdiri dan menatap tajam pada Antonio. Di depannya, Antonio membalas tatapan Cassandra penuh teka-teki.Cassandra menunduk, lalu kembali mengusap pipinya yang sembab. "Lupakan aku. Kita lupakan janji kita dulu. Aku tidak pantas untukmu walaupun seandainya aku bukan istrinya Andrian. Tidak seorang pun yang mau menerima perempuan sepertiku kecuali tanpa syarat apa-apa. Jadi, pergilah, Antonio!" usirnya lagi.Antonio masih bergeming. Laki-laki itu bersidekap dengan tatapan tak beralih dari Cassandra. "Tanpa syarat? Jadi, apa benar feelingku, kalau Andrian menikahimu karena sesuatu?" tebaknya.Cassandra langsung mendongak. "Bukan begitu, aku dan Andrian saling mencintai. Kami memang belum lama kenal, tapi apa yang salah dengan cinta kami?" elaknya.Pernyataan Cassandra justru menimbulkan senyum satu sudut di bibir Antonio. "Hh, a
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan