Mungkin beberapa jam mereka memutari kota. Tidak ada penginapan yang benar-benar layak. Kalaupun ada, sudah pasti penuh. Mereka tidak mungkin memaksa pemilik penginapan untuk mengusir semua tamu. Bisa ketahuan.
Hari hampir gelap.
Ditrian ngotot, tidak mau kalau Sheira harus tidur di tempat yang tidak layak. Meskipun Sheira sudah bilang tidak apa-apa.
"Haaaah .... Itu yang terakhir Yang Mu-, maksudku Tuan Bermount. Sudah penuh juga," ucap Sir George sambil menggaruk kepala. Ia memanggil Ditrian dengan Tuan Bermount, dan Sheira dengan Alina sebagai nama samaran.
Mereka sudah turun dari kuda-kudanya dan berjalan kaki. Seharusnya kuda-kuda itu sudah beristirahat dari tadi.
Ditrian bersedekap, agak berpikir. Ia mengingat-ingat penginapan yang sudah mereka datangi. Dia tidak mungkin membiarkan Sheira berada di tempat seperti itu. Lebih baik berkemah lagi saja di tenda.
"Ditri- ah! Tuan Bermount. Mungkin ... kita bisa menemui temanku di kota
"Madam! Hentikan!" Sheira langsung menyambar tangan Madam Cherry dan membuat tubuhnya berhenti bersinar. "Dengarkan aku dulu! Kumohon! Mereka bukan musuhmu!"Dengan susah payah Sheira membujuk dan membawanya duduk ke sofa. Madam Cherry menangis dan terlihat sangat sedih. Sheira berusaha menjelaskan padanya bahwa ini semua ulah kekaisaran. Mulai dari Shana yang diberi ramuan sihir, tentang Pangeran Alfons, hingga nubuat para dewa di mimpinya.Suasana jauh lebih tenang."Aku ... aku belum bisa terima .... Pria itu sudah membunuh Reghar," tunjuk Madam Cherry pada si raja Direwolf. Ditrian masih berdiri di tempatnya, tak mengatakan sepatah katapun untuk membela diri."Aku tahu, Madam. Aku juga merasakannya, Reghar adalah kakakku. Tapi dia sendiri yang menginginkan ini. Ia ingin bersama Shana di nirwana. Mereka sudah bertemu. Mereka sudah bahagia di atas sana."Sekilas, wajah Madam Cherry terlihat sedikit sungkan, tapi tertutupi dengan air matanya.
"Reghar?" tanya Ditrian bingung.Mungkinkah ... di dalam kotak itu ada potongan tubuh kakaknya? Jarinya mungkin? Atau bola mata yang sudah diawetkan? Membayangkannya saja membuat Ditrian jijik.Sheira memutar kotak itu ke hadapan wajah sang raja.Sebuah cincin yang sangat sederhana. Cincin emas kecil yang biasa saja. Tidak ada ukiran istimewa di sana. Hanya ada sebuah batu merah delima yang kecil sebagai matanya.Alis Ditrian mengerut."Itu ...?""Jimat Magi-ku! Namanya Reghar. Ini ... pemberian Reghar."Sheira selesai menunjukkannya pada Ditrian. Kini cincin itu sudah menghadap padanya lagi. "Aku merindukanmu. Sudah waktunya. Ditrian ... bisakah kau menutup semua pintu dan jendela?"Tanpa ia bertanya, Ditrian menghampiri setiap jendela yang ada. Menutup tirai dan bingkainya rapat-rapat. Pintu juga ia kunci. Tak apa disuruh-suruh. Rasa penasarannya jauh lebih besar.Sheira menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian ia memung
"Ajak kami juga Tuan!" seru wanita-wanita itu sepanjang lorong.Mereka tak tahu siapa pria tampan nan kuat yang sedang menggendong wanita di rumah bordil Madam Cherry.Semua orang melihat mereka. Tamu-tamu juga. Beberapa wanita ada yang cekikikan melihat tingkah keduanya. Sementara itu, Sheira meronta-ronta dan merengek."Turunkan aku!" Ia memukuli punggung belakang Ditrian yang terasa percuma. Kedua kakinya sudah berontak menggantung di sana. Tapi dekapan lengan kanan Ditrian begitu kuat."Tuan, bolehkan saya bergabung? Tidak usah bayar," seorang wanita yang cantik dengan pakaian minim mencegatnya."Minggir!" hardik Ditrian dengan kasar."Akh!"Ia menyingkirkan wanita itu hanya dengan lengan kirinya hingga terjerembab ke tepian lorong. Memukul lebih tepatnya.Sheira yang mendengar teriakan itu mendongak. Sedari tadi kepalanya menggantung di bawah sampai darah rasanya sudah ada di ubun-ubun. Ia terkesiap melihat wanita itu terj
Angin sepoi-sepoi bertiup. Ditrian melihat pria yang sama di bawah pohon Ygritte. Entah sudah berapa kali ia menemui pemandangan ini.Dia sudah tahu, mimpi ini akan berakhir ketika ia menemui pria itu, Reghar. Lalu namanya disebut, 'Ditrian von Canideus'. Ditrian akan terbangun.Tapi ... kali ini berbeda."Aku senang kau sudah sejauh ini," ucap Reghar. Tatapannya yang tenang dengan senyum ringan menguasai Ditrian."Reghar ... aku ... aku benar-benar minta maaf. Aku sudah membunuhmu ... dan-.""Terimakasih," potongnya. "Aku bersama Shana berkatmu," senyumannya masih ada."Tapi ... Sheira ....""Kau bersamanya kan?" Ditrian mengangguk pelan. "Jaga adikku baik-baik ya."Ditrian terkesiap. Kata-kata Reghar barusan membuatnya membeku."Jaga dia dengan nyawamu. Katakan padanya, aku minta maaf sudah meninggalkannya sendirian." Reghar memegang bahu Ditrian, seperti nyata. "Dewa telah mengikat Sheira denganmu. Apapun yang kau lak
Di sebuah bukit dekat Kota Vanran, ibukota Galdea, ada sebuah pohon yang sangat besar dan rindang. Hanya ada pohon itu saja berdiri di sana, sendirian menghadapi angin.Madam Cherry membawa mereka ke sana. Tak lupa ia membawa seikat bunga warna-warni."Dimana makam Raja Reghar?""Di atas sana," tunjuk Sheira, tepat di kaki pohon itu.Langkah mereka pun semakin dekat."Ma-Madam? Apakah ini ...," Sheira kaget bukan main.Tidak ada pusara yang tertuliskan namanya, Reghar von Stallon. Hanya ada beberapa ikat bunga yang sudah kering dan tercerai kelopaknya karena angin.
"Sheira-ku sayang ... aku akan sangat merindukanmu," ucap Madam Cherry sambil memeluk Sheira."Madam, terimakasih atas semua yang telah kau lakukan untukku, dan untuk Reghar. Aku tak akan melupakannya.""Sheira-ku ... ingatlah ... aku akan selalu ada saat kau membutuhkanku. Hanya kau kepingan Reghar yang masih tersisa di dunia ini."Sepanjang ucapan selamat tinggal yang ia lontarkan, Madam Cherry hanya melirik sinis pada Ditrian. Ia tak mengatakan apa-apa, seolah pria itu dan sisa kaumnya tidak berarti.Sheira mengangguk. Setelah perpisahan itu dan semua orang siap dengan perbekalan mereka, rombongannya pergi. Wanita-wanita di Distrik Merah melambai pada sekumpulan 'pedagang' Direwolf itu.
"Bagaimana bisa ini terjadi?" geram Kaisar Julius. Suaranya serak dan berat. "Jelaskan padaku!" pekiknya sambil melempar perkamen.Gulungan dokumen itu langsung mengenai wajah Pangeran Alfons. Pria itu hanya bisa tersentak tanpa menghindari segepok gulungan perkamen yang tebal."Hal begitu saja kau tidak bisa?!" teriak pria tua itu."Maafkan saya, Baginda Kaisar. Saya siap menerima hukuman apa saja," lirih Alfons. Matanya tertunduk."Bahkan jika kupancung kepalamu, ini semua tidak akan selesai! Bagaimana kau bisa membuat tiga kerajaan membelot padaku!"Alfons masih belum berani bicara."Jawab aku!"
Sepanjang jalan, desa-desa yang mereka lewati menjadi lebih sepi. Penduduknya semakin berkurang seiring semakin jauhnya dari ibukota. Terkadang, rombongan itu tak bisa menemukan penginapan satu pun sehingga mereka harus membangun tenda.Nampaknya Sheira dan Ditrian tak banyak bicara. Ditrian berada di posisi semula, dimana dia diacuhkan oleh wanita itu."Yang Mulia ...," Sir George berhenti. Rombongan itu pun ikut berhenti.Dari jarak itu mereka bisa melihat kabut tebal yang membentang di balik desa. Wajah Sir George ngeri. Ia menelan ludah.Ditrian melangkahkan kudanya ke barisan depan. Wajah semua orang tegang, termasuk Putri Sheira."Ayo," perintah Ditrian.Rombongan itu melangkah menghampiri desa. Hanya ada beberapa bangunan di sana. Warganya sangat sedikit, bisa dihitung jari."Lihat! Direwolf datang lagi!" seru seorang anak kecil. Ia menunjuk pada mereka.Sir George turun dari kudanya dan menghampiri seorang
Ditrian meletakkan seikat bunga berwarna kuning keemasan. Ia tersenyum."Mirip kau," katanya.Empat puluh lima tahun berlalu. Empat puluh lima tahun lamanya pula Sheira terbaring di ranjang. Kini ia ditempatkan di sebuah menara tinggi. Setelah perang, raja-raja memantapkan Ditrian sebagai kaisar baru mereka. Kaisar Ditrian von Canideus. Setelah berabad-abad, akhirnya ada seorang kaisar yang adil dan bijaksana. Kekaisaran menjadi makmur. Semua makhluk hidup berdampingan dan beriringan. Bangsa Elf tak lagi begitu menutup diri mereka. Mereka membagi pengetahuan di bidang pengobatan dan sihir. Sementara para Dwarf terkadang menjual teknologi-teknologi yang mereka miliki seperti teknologi pembajak sawah otomatis dan kincir air yang bisa digunakan untuk menumbuk biji-bijian.Kekaisaran berangsur makmur semenjak pemerintahan Raja Ditrian.Meskipun rakyat kini bisa hidup damai dan bersuka cita, tidak dengan Raja Ditrian. Dia akan bersuka cita kelak, saat su
Ditrian langsung menerobos ke dalam tenda. Ada beberapa orang di sana."Sheira! Sheira!" pekik Ditrian. Ia langsung menghampiri istrinya yang telah terbujur kaku di atas ranjang. Ditrian memeluk dan memegang tangannya. "Apa yang terjadi?! Sheira! Bangunlah! Aku disini, Sheira!"Ditrian tak bisa membendung kesedihannya. Ia menangis sambil memeluk jasad Sheira. Ia menangis begitu memilukan. Tidak pernah ada seorang pun yang melihat pria itu menangis. Tidak ada. Namun di hari itu ... Ditrian begitu merana. Ia membelai rambut emas Sheira, memanggil-manggil namanya begitu putus asa.Semua yang ada di ruangan itu sangat berduka."Apa yang telah terjadi p
Keesokan harinya, setelah matahari terbit, semua orang telah bersiap di pos mereka masing-masing. Ditrian menggenggam tangan Sheira di atas bukit, raja-raja juga berada di sana. Mereka bisa memandangi keseluruhan medan perang."Kau sudah siap?"Sheira mengangguk. "Aku telah menunggu hari ini seumur hidupku. Aku akan membunuh mereka semua," kata Sheira mantap.Ditrian mengecup punggung tangannya. "Jangan terlalu memaksakan dirimu. Aku akan memenangkan peperangan ini untukmu, sayangku."Tak berapa lama kemudian, suara terompet dibunyikan. Raja Dwarf melihat dengan sebuah tongkat dari kuningan yang ditambahi sebuah kaca kecil di ujungnya. Katanya benda itu bernama teropong jarak jauh.
Ditrian membawa kembali Sheira ke ibukota. Sedangkan Everon, dengan berat hati ia patuh untuk tetap membangun wilayah Galdea Timur dan menetap di sana. Everon patah hati. Namun ... dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sementara itu, diantara kemelut dan tragedi meninggalnya Evelina von Monrad dan Duke Gidean von Monrad di dalam istana, pernikahan mereka tetap dilaksanakan. Sheira von Stallon telah dinobatkan menjadi ratu dari Kerajaan Canideus. Kemudian Fred yang telah dibebaskan menyelidiki penyebab tindakan bunuh diri dan dari mana Evelina mendapatkan racun itu. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukanlah bahwa ini ada campur tangan dengan Kaisar Alfons. Termasuk ketika anak dalam kandungan Sheira gugur. Duchess Anna yang telah kehilangan kewarasannya selalu mengatakan hal itu berulang-ulang, berkali-kali dengan sumpah serapah.
Padang rumput di sini begitu luas dan tenang. Lebih indah daripada yang ada di kerajaan Canideus. Sepuluh orang ksatria Direwolf menyertai Raja Ditrian von Canideus.Raja yang telah dengan sengaja membatalkan pernikahannya sendiri. Mereka berangkat subuh-subuh, berangkat diam-diam dari istana tanpa membuat keributan, tanpa seorang pun tahu akan kepergian mereka. Meski pun begitu, Ditrian sudah meninggalkan surat perintah pembatalan pernikahannya. Mereka kini beristirahat di tengah perjalanan menuju ke Galdea Timur.Seorang di antara mereka menghampiri Ditrian. Ia menyerahkan sebuah surat."Yang Mulia ... ada pesan dari istana."Ditrian membuka gulungan surat itu. Pastilah burung merpati dari istana terbang menyusul
Para bangsawan sudah bersuka cita. Mereka telah membawa perasaan itu ketika berangkat dari rumah. Meskipun mendadak, kabar pernikahan Raja Ditrian dan Lady Evelina von Monrad, anak Duke Gidean von Monrad yang tersohor akan dilaksanakan. Kabar itu menyebar sangat cepat bagai lumbung gandum yang dilalap api. Mereka sudah bersiap dan duduk dengan khidmat di kursi aula. Dekorasi istana hari ini bernuansa biru tua dan emas. Juga bendera-bendera Kerajaan Canideus yang berlambang serigala menganga sudah dipasang.Di luar istana, rakyat juga tak kalah heboh. Nampaknya seluruh jalanan begitu ramai karena mereka pun ikut merayakannya. Festival-festival dan hiburan rakyat membuat hari ini kian riuh. Pontifex sudah bersiap di altar, hendak memberkati pernikahan mereka berdua.Termasuk Lady Evelina. Ia sudah cantik, mempesona luar biasa.
Beberapa hari ini Evelina begitu bahagia. Setiap malam, setiap hari, ia selalu bisa melihat Ditrian. Evelina kian terbuai dengan kisah kasih bersama pujaan hatinya itu. Raja Ditrian von Canideus yang gagah perkasa dan rupawan. Ini semua bagaikan mimpi bagi Evelina. Dia tidak pernah mengira jika angan-angannya sejak dulu akhirnya terwujud. Apalagi, mereka selalu bercinta, hingga Ditrian menjanjikan jika suatu hari nanti mereka akan mempunya anak. Evelina pun yakin akan itu. Entah sudah berapa kali mereka melakukannya. Benih-benih dari Ditrian sudah berada di dalam tubuhnya.Setiap malam mereka memadu kasih. Begitu romantis, bergairah dan bernafsu. Ini yang membuatnya semakin tidak akan pernah melepaskan Ditrian. Namun ia juga sadar, jika ini hanyalah sebuah kepalsuan. Evelina paham betul, hal yang begitu hebat mengubah hati Ditrian adalah karena setetes ramuan ini. Ramuan cinta dar
Langit hari itu sangat cerah. Kepulan awan di atas sana yang berwarna putih begitu indah. Sudah beberapa hari berlalu sejak Everon meninggalkan ibukota. Sejak ia meninggalkan istana dan kemelut politik di kerajaan. Mungkin baru kali ini ia keluar dari huru-hara itu setelah sekian lama. Everon tak ingat kapan terakhir kali kepalanya merasa setenang ini, sehening ini.Di tanah lapang ini, pasukan dan para ksatria Direwolf telah mendirikan tenda-tenda berwarna putih. Ada bendera juga yang tertancap di tenda yang paling besar, tenda miliknya. Bendera itu berlambangkan simbol Kerajaan Canideus dengan latar biru tua dan kepala serigala berwarna emas tengah menganga menghadap kedepan.Everon memerhatikan kesibukan dan lalu-lalang prajurit dan ksatria Direwolf di sekitar perkemahan. Itu membuatnya sedikit lupa jika ia belum benar-ben
Di dalam kamar yang hangat dan remang-remang, cahaya lilin bergetar lembut di dinding, menciptakan bayangan yang menari-nari seolah menyaksikan saat penuh asmara yang tengah berlangsung. Raja Ditrian duduk di tepi tempat tidur, wajahnya dipenuhi ketegasan dan kelembutan.Di bibir ranjang yang luas ini, mereka sudah duduk saling bersebelahan. Ditrian yang gagah itu hanya mengenakan jubah tidur. Sedari tadi ia mengamati Evelina dari ujung kaki hingga kepala, berbalutkan gaun tidur malam berwarna putih mutiara."Evelina," suara Ditrian dalam, penuh emosi, saat ia meraih tangan Evelina, menggenggamnya dengan lembut. "Setelah segalanya yang terjadi, terimakasih telah setia berada di sampingku. Setelah semua yang kulakukan padamu ... terimakasih kau masih ingin bersamaku. Maafkan aku atas sikap-sikapku dulu."