"Jadi, kau langsung pulang bersama managermu?" tanya Dirga. Nadine menganguk sambil memeluk kekasihnya itu. Sudah seminggu ia menjalani syuting sinetron FTV. Dirga dengan setia menemani meski tidak ada yang tau. Dirga hanya menunggu di hotel dan mengamati dari jauh. tapi, jka syuting sudah selesai, Nadine menyelinap ke kamar Dirga.
Mereka memadu cinta dan bersenang-senang di kamar. Nadine sama sekali tidak merasa bersalah karena dalam pikirannya, David toh sekarang sudah ada yang mengurus. Jujur saja ia sudah bosan dengan pernikahan sandiwara yang ia jalani selama enam tahun terakhir ini. Hanya saja Sanjaya masih memaksa dengan dalih belum menguasai Arnold.
"Kalau aku tidak pulang bersama Juli, mertuaku akan curiga. Dia itu marah-marah terus kerjanya. Syukurlah sekarang ada menantu barunya. Liliana itu pasti merasakan juga bagaimana judesnya mulut mertuaku. Tapi, aku tidak tau juga, ya. Beberapa kali, ibu mer
Nadine tersentak, ia sama sekali tidak menyangka jika mertuanya akan menantangnya seperti itu."Ma, sudahlah. Mbak Nadine kan baru pulang, biarkan dia beristirahat dulu, Ma," kata Liliana sambil mendekat dan memeluk bahu ibu mertuanya. Kinasih mendengus kesal, "Jangan kau bela dia, Li. Memang sudah sejak lama kelakuannya seperti ini.""Iya, aku mengerti. Tapi, aku bukan mau membela Mbak Nadine di sini, Ma. Aku tidak mau darah tinggi Mama kumat karena marah-marah," kata Liliana dengan lembut membuat Kinasih diam tertegun. Sikapnya pun melunak, "Antar mama ke kamar saja," katanya. Liliana pun segera menggandeng tangan Kinasih dan meninggalkan ruangan itu menuju ke kamar Kinasih. Sementara Nadine hanya mencibir dan mengempaskan tubuhnya di atas sofa sambil menatap punggung Liliana dan Kinasih yang berjalan meninggalkannya. Kamar Kinasih berada di lantai atas. Kinasih dan Arnold
"Siapa? Kau memang drama queen. Kau sendiri yang mengatakan jika tidak tau, bagaimana bisa mendadak tau. Ingat, kau di sini supaya kau membantuku. Supaya orang tidak tau jika David mandul, meski sebenarnya memang dia tidak mandul." "Jadi, benar dugaan mama dan papa, aku sehat dan kaulah yang tidak bisa memberiku keturunan?" Nadine dan Liliana terkejut, entah sejak kapan David dan Arnold sudah berdiri di sana. Wajah David dan Arnold tampak memerah karena emosi. Meski mereka sudah menduga sebelumnya, tetapi rasanya tetap saja menyakitkan."Kau tega sekali! Dua tahun kau menyiksa aku dengan perasaan seolah aku ini suami yang tidak berguna. Apa kau tau selama ini aku begitu putus asa. Mau berobat pun rasanya malu, pria mandul ... itu yang selalu ada dalam otakku. Aku hampir gila dan pernah berniat bunuh diri, kau tidak tau itu, kan?! Ah, kau memang tidak pernah tau karena kau tidak pernah peduli!" seru Davi
"Bulan madu masa diikutin sama mama, Papa ngawur. Mama nggak mau jadi obat nyamuk," protes Kinasih sambil mencebikkan bibirnya. Arnold hanya tertawa kecil sambil merangkul bahu sang istri."Ya sudah, semua urusan kantor sementara papa serahkan kepada Anwar. Kita bulan madu kedua saja, bagaimana, Ma?" tanya Arnold sambil menatap mesra Kinasih. Ditatap seperti itu tentu saja Kinasih berbunga-bunga, kedua pipinya langsung merona merah."Duh, liat Om dan Tante mesra begini saya jadi inget suami di rumah. Ya sudah kalau begitu Ira pamit, ya. Obatnya jangan lupa ditebus, ya, Dave. Ingat loh Om, kalau liburan makanan tetap dijaga, ya," kata dokter Ira. Kinasih dan Arnold hanya terkekeh."Hati-hati di jalan, Ira. Terima kasih,ya," jawab Arnold. David dan Liliana pun beranjak dan mengantarkan dokter Ira sampai mobilnya berlalu dari halaman rumah mereka."Aduh, aku lupa menyiapkan makan malam. Tadi,
PLAK! PLAK! Entah mimpi apa Nadine, sore hari ditampar oleh Kinasih, malam hari ia harus merasakan tamparan dari Sanjaya."Papi, ke-kenapa papi di sini? Papi masuk lewat mana?" tanya Nadine."Pintu samping terbuka tadi, papi masuk lewat samping. Tapi, bukan itu yang harus kau jelaskan . Sekarang juga kau ikut papi pulang ke rumah kita!""Tapi, Pi-" Sanjaya tidak peduli, ia menarik tangan Nadine hingga wanita itu hampir saja terjatuh dan menyeretnya ke luar rumah."Masuk!" perintahnya dengan tegas."Kalau ada yang bertanya saya menginap di rumah orangtua saya, Mbak," kata Nadine kepada Tuti yang mengikuti dengan wajah panik. Wanita itu pun segera masuk ke dalam mobil Sanjaya. Tuti hanya mengangguk, ia ingin menolong majikannya. Tetapi, ia juga takut melihat Sanjaya yang tampak sangat garang."Kau ini bikin malu! Apa-apaan sampa
"Itu bahaya, Papi! Aku tidak mungkin meminta mas Dirga melakukan hal itu.""Kalau dia tidak mau jangan harap. Tapi, bagaimana kau bisa yakin kalau dia akan menolak?" tanya Sanjaya dengan senyuman licik."Papi keterlaluan," kata Nadine."Kita lihat saja, kau mau bukti?"*** "Ada apa, Mbak? Kok mondar-mandir di depan?" tanya David saat melihat Tuti berada di teras rumah dengan gelisah. Tidak biasa-biasanya asisten rumah tangganya itu berada di luar seperti itu."Anu, Pak. Bu Nadine tadi diseret papinya," lapor Tuti. Arnold dan David saling pandang."Memang kenapa bisa sampai diseret?" tanya Liliana. Tuti pun menjelaskan apa yang sudah terjadi. Tanpa melebihkan atau mengurangi."Astaga, kasian mbak Nadine, Mas. Apa tidak sebaiknya Mas ke sana dan jemput dia?" kata Liliana."Besok saja, hari su
Semua yang berada di ruangan itu terkejut, kecuali Arnold yang memang sudah tau."Maksudmu apa, Dave?" tanya Nadine penasaran. Ia merasa bingung, bagaimana bisa anak yang ada dalam kandungan Liliana adalah anak kandung David."Malam itu ketika di Kupang, aku mabuk dan tidak sengaja masuk ke kamar yang salah. Liliana juga dalam kondisi mabuk malam itu. Aku mengira dia adalah dirimu dan aku sudah mengambil kesuciannya. Aku menemui Liliana di apartemen, saat itu aku juga habis minum dan aku memaksa Liliana melayaniku karena aku pikir aku mandul tidak bisa memberi keturunan. "Tapi, karena aku merasa bersalah telah mengambil kesucian Lili, diam-diam aku membayar orang lain untuk mengikuti Liliana. Aku tidak mau dijebak karena sudah menidurinya kemudian dia tidur dengan orang lalu hamil dan mengatakan itu adalah anakku. "Tetapi, Lili bersih. Dan saat aku tau dia hamil darim
_Beberapa jam sebelumnya_ Kinasih tersentak mendengar suara di telepon, matanya terbelalak. Ia merasa syok, pantas saja ia merasa dekat. Tentu, karena bayi itu adalah cucunya sendiri."Di CCTV itu pak David yang masuk ke dalam kamar Liliana. Setelah itu sampai pagi baru dia keluar, Nyonya.""Yakin? Tidak ada yang dimanipulasi, kan?""Yakin, Nyonya. Jadi, jika memang Nyonya mencari siapa ayah dari bayi yang menantu Nyonya kandung itu adalah anak Nyonya sendiri. Hallo ... Nyonya Kinasih ...."*** "Mama membayar orang untuk mencari tau. Dan ternyata ... Dave, kau yang melakukan itu pada Lili? Anak ini benar cucu mama?" tanya Kinasih dengan suara bergetar menahan air mata."Iy-iya, Ma. Ini cucu Mama, anak Mas David," jawab Liliana perlahan. Tangis Kinasih pun pecah, ia menarik tangan Liliana dan m
Malam itu Sanjaya benar-benar merasa kesal setengah mati. Hilang sudah harapannya untuk bisa merebut kekayaan Arnold melalui putrinya."Jadi, apa kau mau membantu rencanaku itu?" tanya Sanjaya. Dirga tertawa kecil, "Maaf, Om. Sebelumnya mungkin saya harus mengingatkan Om, saya ini dokter kandungan. Saya bukan dokter kecantikan yang paham soal kecantikan dan sebangsanya. Om salah jika menghubungi saya," kata Dirga dengan santai. Sanjaya memicingkan matanya, "Kau tidak mencintai Nadine lagi?" tanyanya. Dirga menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya perlahan."Saya terlalu mencintai anak Om. Jika saya tidak mencintainya, tidak mungkin saya mau berjuang dan terus menunggu dia. Sampai hari ini saya selalu mencintai Nadine. Banyak gadis lain di luar sana yang mengejar cinta saya. Tapi, yang ada di hati saya hanya satu, yaitu anak Om. Sayang, Om tidak pernah memberi saya kesempatan dan juga merestui kami.
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob